Oleh: Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam
“Artinya : Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berrsabda, ‘Barangsiapa lupa shalat, hendaklah dia mengerjakannya ketika mengingatnya, tiada kafarat baginya kecuali yang demikian itu (Mengqadha)”. Lalu beliau membaca firman Allah. ‘Dan, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku’”.
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
“Barangsiapa lupa shalat atau tertidur sehingga tidak mengerjakannya, maka kafaratnya ialah mengerjakannya selagi mengingatnya”.MAKNA HADITSShalat memiliki waktu tertentu dan terbatas, awal dan akhirnya, tidak boleh memajukan shalat sebelum waktunya dan juga tidak boleh mengakhirkan shalat hingga keluar dari waktunya.Namun jika seseorang tertidur hingga tertinggal mengerjakannya atau dia lupa hingga keluar dari waktunya, maka dia tidak berdosa karena alasan itu (tertidur atau lupa), TETAPI:“Dia harus langsung mengqadha’nya selagi sudah mengingatnya dan tidak boleh menundanya, karena kafarat pengakhiran ini ialah segera mengqadha’nya.”Maka Allah berfirman: “Artinya: Dan, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku” [Thaha : 14]Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini ketika menyebutkan hukum ini, mengandung pengertian bahwa pelaksanaan qadha’ shalat itu ialah ketika sudah mengingatnya..
PERBEDAAN PENDAPAT DI KALANGAN ULAMA
Para ulama saling berbeda pendapat, apakah boleh menundanya ketika sudah mengingatnya ataukah harus langsung mengerjakannya .?
Jumhur (Mayoritas) ulama mewajibkan pelaksanaannya secara langsung.
Mereka yang berpendapat seperti ini ialah tiga imam, Abu Hanifah, Malik, Ahmad dan para pengikut mereka.
Sementara Asy-Syafi’i mensunatkan pelaksanaannya secara langsung dan boleh menundanya.Asy-Syafi’i berhujjah bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat tertidur, mereka tidak melaksanakan qadha’ shalat di tempat mereka tidur.Tapi beliau memerintahkan agar mereka menghela hewan-hewan mereka ke tempat lain, lalu beliau shalat di tempat tersebut. Sekiranya qadha’ ini wajib dilaksanakan secara langsung seketika itu pula, tentunya mereka juga shalat di tempat mereka tertidur.Adapun jumhur berhujjah dengan hadits dalam bab ini, yang langsung menyebutkan shalat secara langsung. Mereka menanggapi hujjah Asy-Syafi’i, bahwa makna langsung di sini bukan berarti tidak boleh menundanya barang sejenak, dengan tujuan untuk lebih menyempurnakan shalat dan memurnikannya.Boleh menunda dengan penundaan yang tidak seberapa lama untuk menunggu jama’ah atau memperbanyak orang yang berjama’ah atau lainnya.Masalah ini dikupas tuntas oleh Ibnul Qayyim di dalam kitab ‘Ash-Shalat’ dan dia menegaskan pendapat yang menyatakan pembolehan penundaannya.
Mereka saling berbeda pendapat tentang orang yang meninggalkan secara sengaja hingga keluar waktunya, apakah dia harus mengqadha’nya ataukah tidak..?
Kami akan meringkas topik ini dari uraian Ibnul Qayyim di dalam kitab ‘Ash-Shalat’, karena uaraiannya di sana disampaikan secara panjang lebar.Para ulama telah sepakat bahwa orang yang menunda shalat tanpa alasan hingga keluar dari waktunya, mendapat dosa yang besar.
Namun empat imam sepakat mewajibkan qadha’ di samping dia mendapat hukuman, kecuali dia memohon ampun kepada Allah atas perbuatannya itu.
Ada sejumlah ulama salaf (terdahulu) dan khalaf (zaman terakhir) yang menyatakan, siapa menunda shalat hingga keluar dari waktunya tanpa ada alasan, maka tidak ada lagi qadha’ atas dirinya sama sekali, bahwa qadha’nya tidak akan diterima, dan dia harus bertaubat dengan ‘taubatan nashuha’, harus memperbanyak istighfar dan shalat nafilah.
Ulama-Ulama yang mewajibkan qadha’ berhujjah bahwa jika qadha’ ini diwajibkan atas orang yang lupa dan tertidur, padahal keduanya di ma’afkan, maka kewajibannya atas orang yang tidak dima’afkan dan orang yang durhaka jauh lebih layak (lebih Pantas).
Disamping itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat pernah shalat Ashar setelah masuk waktu Maghrib pada perang Khandaq. Sebagaimana yang diketahui, mereka tidak tertidur dan tidak lupa, meskipun sebagian di antara mereka benar-benar lupa, tapi toh mereka tidak semua lupa. Yang ikut mendukung kewajiban qadha’ ini ialah Abu Umar bin Abdul-Barr.Adapun di antara orang-orang yang tidak mewajibkan qadha’ bagi orang yang sengaja menunda shalat ialah golongan Zhahiriyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.
Di dalam kitab Ash-Shalat, Ibnul Qayim menyebutkan berbagai macam dalil untuk menolak alasan yang tidak sependapat dengannya. Di antaranya ialah apa yang dapat di pahami dari hadits ini, bahwa sebagaimana yang dituturkan, kewajiban qadha’ ini tertuju kepada orang yang lupa dan tertidur. Berati yang lainnya tidak wajib.
Perintah-perintah syari’at itu dapat dibagi menjadi dua macam:
Tidak terbatas dan temporal seperti Jum’at hari Arafah.
Ibadah-ibadah semacam ini tidak diterima kecuali dilaksanakan pada waktunya.
Yang lainnya ialah shalat yang ditunda hingga keluar dari waktunya tanpa alasan.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Barangsiapa mendapatkan satu raka’at dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia telah mendapatkan shalat Ashar”, sekiranya shalat Ashar itu dikerjakan setelah Maghrib lebih benar dan mutlak, tentu orangnya lebih mendapatkan shalat Ashar, baik dia mendapatkan satu raka’at atau kurang dari satu raka’at atau dia sama sekali tidak mendapatkan sedikitpun darinya.
Orang-orang yang berperang juga diperintahkan shalat, meski dalam situasi yang genting dan rawan.
Semua itu menunjukkan tekad pelaksanannya pada waktunya. Sekiranya di sana ada rukhsah, tentunya mereka akan menundanya, agar mereka dapat mengerjakannya lengkap dengan syarat dan rukun-rukunnya, yang tidak mungkin dapat dipenuhi ketika perang sedang berkecamuk.
Hal ini menunjukkan pelaksanaannya pada waktunya, di samping mengerjakan semua yang diwajibkan dalam shalat dan yang disyaratkan di dalamnya.
Tentang tidak diterimanya qadha’ orang yang SENGAJA menunda shalat hingga keluar dari waktunya, bukan berarti dia lebih ringan dari orang-orang yang diterima penundaannya.
Mereka ini tidak berdosa(mengqadhanya). Kalaupun qadha’nya tidak diterima, hal itu dimaksudkan sebagai hukuman atas dirinya.
Ibnul Qayyim menguaraikan panjang lebar masalah ini.
Maka siapa yang hendak mengetahuinya lebih lanjut, silakan lihat kitabnya.
Uraian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang masalah ini disampaikan di dalam ‘Al-Ikhiyarat’.
Dia berkata: “Orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, tidak disyari’atkan qadha’ bagi dirinya dan tidak sah qadha’nya. Tapi dia harus memperbanyak tathawu’.
Ini juga merupakan pendapat segolongan orang-orang salaf seperti Abu Abdurrahman rekan Asy-Syafi’i, Daud dan para pengikutnya.
Tidak ada satu dalil pun yang bertentangan dengan pendapat ini dan bahkan sejalan dengannya.
Yang condong kepada pendapat ini ialah Syaikh Shiddiq hasan di dalam kitabnya, ‘Ar-Raudhatun Nadiyyah’.
Inilah yang dapat kami ringkas tentang masalah ini, dan Allah-lah yang lebih mengetahui mana yang lebih benar.
.
[Disalin dari kitab Taisirul-Allam Syarh Umdatul Ahkam, Edisi Indonesia Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, Pengarang Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam, Penerbit Darul Fallah]
.
.
KESIMPULAN HADITS DAN HUKUM-HUKUMNYA
[1]. Kewajiban qadha’ shalat bagi orang yang lupa dan tertidur, yang dilaksanakan ketika mengingatnya.[2]. Kewajiban segera melaksanakannya, karena penundaannya setelah mengingatkannya sama dengan meremehkannya.[3]. Tidak ada dosa bagi orang yang menunda shalat bagi orang yang mempunyai alasan, seperti lupa dan tertidur, selagi dia tidak mengabaikannya, seperti tidur setelah masuk waktu atau menyadari dirinya tidak memperhatikan waktu, sehingga dia tidak mengambil sebab yang dapat membangunnkannya pada waktunya.Kafarat yang disebutkan di sini bukan karena dosa yang dilakukan, tapi makna kafarat ini, bahwa karena meninggalkan shalat itu dia tidak bisa mengerjakannya yang lainnya, seperti memberi makan, memerdekakan budak atau ketaatan lainnya. Berarti dia tetap harus mengerjakan shalat itu.
[Disalin dari kitab Taisirul-Allam Syarh Umdatul Ahkam, Edisi Indonesia Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, Pengarang Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam, Penerbit Darul Fallah]
.
.
Sumberi: http://www.almanhaj.or.id/**Artikel: Ummu Zakaria
Related Post :
FIQIH
- Hukum Tidur Terlentang
- Hukum Tidur Tengkurap
- Dosa Besar Karena Pria Memakai Cincin Emas
- Biaya Akikah dari Siapa?
- Baru Talaq Satu dan Dua, Jangan Segera Berpisah, Ia Masih Istrimu!
- Amalan di bulan Ramadhan : Kewajiban, Hikmah, & Adab-adab Puasa Ramadhan
- Saudariku, Kembalilah ke Hijab Asalmu
- Hukum Mengenakan Mukena Warna-Warni
- Hukum Memakai Sepatu Atau Sandal High Heels
- Tanya Jawab: Hukum Bisnis Forex Online
- Engkau Lebih Cantik Bercadar
- Sebagian Badan Terkena Sinar Matahari
- Bolehkah Nazhor Diulangi ?
- Akikah Ketika Sudah Dewasa
- Sebaik-baik Shof Wanita Adalah Yang Paling Belakang
- Apakah Sholat Dhuhur Bagi Wanita Pada Hari Jum’at Harus Menunggu Selesainya Sholat Jum’at?
- Download Ebook: Panduan Kesehatan Muslimah (Haid – Hamil – Melahirkan – Nifas – Menyusui) [dr. Avie Andriyani Ummu Shofiyyah]
- Talak Bagian 5 (Sebab Talak: Ilaa’)
- Talak Bagian 4 (Sebab Talak: Khulu’)
- Nasehat tentang Mahar dan Pesta Pernikahan
- Menyewakan Masjid Untuk Akad Nikah
- Talak Bagian 3 (Sebab Talak: Nusyuz)
- Peran Suami dalam Rumah Tangga
- Kartu Kredit
- Hukum Tidur Setelah Shubuh
AMALAN SEHARI-HARI
- Hukum Tidur Terlentang
- Hukum Tidur Tengkurap
- Dosa Besar Karena Pria Memakai Cincin Emas
- Hukum Memakai Sepatu Atau Sandal High Heels
- BERGAUL DENGAN TETANGGA
- Ketika Sahabat Kita Membeberkan Rahasia Kita !!!
- Jadilah Pemaaf Agar Diampuni Allaah
- Nasehat Untuk para Pendidik (Pengajar)
- Lenyapnya Keberkahan 'ilmu
- Indahnya Akhlaqul Karimah
- Hukum Tidur Setelah Shubuh
- Saudariku, Jangan Engkau Lupakan Hakku, Hakmu, dan Hak Sesama Muslim...
- Masa Haidh Bukan Masa Libur Ibadah
- Ringtone HP dengan Lantunan Al Qur’an
- Menjadi Benalu Apa Tidak Malu?
- Hukum Memakai Celana Ketat dalam Shalat
- Berkaos Kaki Tanda Muslimah Sejati ?
- Shalat diatas Pesawat dan Jarak Safar
- Aurat Wanita di Depan Mahramnya (Bagian 2)
- Goresan Pesan Untuk Pembela Kebenaran
- Bolehkan Tidur Setelah Ashar ?
- Aurat Wanita di Depan Mahramnya (Bagian 1)
- Bacaan Keluar WC
- MARI SHOLAT BERJAMA'AH !
- MEMBALAS KEBAIKAN ORANG LAIN
AQIDAH DAN TAUHID
- Makam Nabi Dibongkar, Siapa Dalang Di Balik Isu Tersebut?
- Amalan di bulan Ramadhan : Kewajiban, Hikmah, & Adab-adab Puasa Ramadhan
- Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Bukan Sekedar Pengakuan
- Kumpulan Artikel Seputar Natal dan Tahun Baru
- Iringi Keburukan Dengan Kebaikan
- Ketika Bahagia Dan Celaka Telah Ditentukan
- Lebih Dekat Dengan Salaf
- Benarkah Video Malaikat Ka’bah?
- Imam yang Empat adalah Satu, Mengapa Kita Berselisih ?
- Rujuk kepada Petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Berkenalan dengan 4 (Empat) Imam
- Siapakah Ahlus-Sunnah Sejati?
- as-Salafush-Shalih sebagai Rujukan dalam Memahami al-Qur’an dan as-Sunnah
- Tanda Hari Kiamat : Munculnya Imam Mahdi
- Syubhat dan Bantahan tentang Kewajiban Mentaati Pemerintah
- Hanya Satu Jalan Menuju Allah ‘Azza wa Jalla
- Ciri-Ciri Da'i Sesat
- Hukum Menyingkat Shalawat dengan SAW
- Tiada Nabi Lagi Sesudah Beliau!
- Goresan Pesan Untuk Pembela Kebenaran
- Mengenal Jalan Hidup Golongan yang Selamat (Manhaj Al-Firqah An-Najiyah)
- TAKWA DAN KEUTAMAANNYA
- Para hamba selalu membutuhkan hidayah
- Menjadi Umat Terbaik dengan Saling Menasehati
0 komentar:
Post a Comment