Tuesday 20 July 2010

About Me





Bismillaah

Saya berharap seperti harapan manusia berakal pada umumnya, bahwa saya ingin menjadi perempuan sholihah yang dicintai Allah, walau saya tahu dosa saya tidak sedikit tetapi saya tetap ingin terus menerus memperbaiki diri saya, walau tak jarang futur seringkali menerpa dalam jejak hidup saya.
Dan saya berharap, Allah mengumpulkan kembali saya, keluarga saya, sahabat-sahabat saya dan segenap kaum muslimin yang saya cintai karena Allah di Surga-Nya kelak. 
Kita semua tahu bahwa jalan menuju Surga tidaklah mudah, oleh karena itu tetaplah berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran karena agama ini adalah nasehat. Tegur saya bila saya salah dan motivasi diri saya untuk tetap istiqomah di jalanNya dengan cara dan adab yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.


Take me to one side and advice me but dont advice me in public because i'm not convinced if you are there to advice me or to expose me..

Dan Imam Ibnu Hibban berkata :
"Nasehat itu merupakan kewajiban manusia semuanya. Barangsiapa yang menasehati saudaranya dihadapan orang lain maka berarti ia telah mencelanya, dan barangsiapa yang menasehatinya secara rahasia maka dia telah memperbaikinya."

Jazaakumullaahu khayran kepada semua yang telah mengunjungi blog saya, walau saya menyebut blog saya sendiri sebagai 'blog arsip' -karena hampir semua yang ada didalam blog saya ini adalah hasil copy-paste-. Namun, semoga bisa bermanfaat, khususnya bagi saya pribadi dalam perjalanan saya menuntut 'ilmu dan bagi semua yang membacanya.


Saya berharap pada Allaah untuk menutup usia saya dan antum semua dengan akhir yang baik.

Syaikh Al-Albani Rahimahullah berkata :
"Jalan menuju Allah itu panjang, tidak peduli engkau sampai diujungnya atau tidak, yang penting engkau mati diatasnya."


Dan sekali lagi, semoga apa yang ada di blog saya ini bisa menjadi manfaat khususnya untuk diri saya karena hidup seluruhnya adalah proses mengejar 'ilmu..

Baarakallaahu Fiykum
*******

Monday 19 July 2010

DZULQARNAIN BUKANLAH ALEXANDER THE GREAT

Selama ini banyak disalahpahami bahwa Dzulqarnain adalah Alexander Agung atau Alexander The Great, seorang penakluk asal Macedonia. Padahal yang dimaksud Al-Qur’an, Dzulqarnain adalah seorang shalih yang hidup di masa Nabi Ibrahim ‘Alaihi salam, bukan seorang kafir yang merupakan anak didik filosof Yunani, Aristoteles. Berikut ini kami nukilkan penjelasan Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Fathul Bari tentang Dzulqarnain.


Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu membawakan kisah Dzulqarnain dalam Kitabul Fitan bab Qishshatu Ya`juj wa Ma`juj dalam Shahih-nya, sebelum bab Qaulullah ta’ala Wattakhadza Ibrahima Khalilan. Hal ini merupakan isyarat untuk melemahkan pendapat yang mengatakan bahwa Dzulqarnain yang disebut dalam Al-Qur`an adalah Iskandar Al-Yunani (Alexander Agung1). Karena Iskandar2 Al-Yunani hidup pada masa yang berdekatan dengan zaman Nabi ‘Isa ‘alaihissalam. Padahal perbedaan masa antara Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Nabi ‘Isa lebih dari 2.000 tahun. Dan yang nampak, Iskandar yang akhir ini dijuluki Dzulqarnain juga untuk menyamakannya dengan Iskandar yang pertama, dari sisi luasnya kerajaan dan kekuasaannya atas banyak negeri. Atau, ketika Iskandar yang kedua ini menaklukkan Persia serta membunuh raja mereka, maka dua kerajaan yang luas Persia dan Romawi berada di bawah kekuasaannya, sehingga dia dijuluki dengan Dzulqarnain (yang memiliki dua tanduk).

Dan yang benar, Dzulqarnain yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan kisahnya dalam Al-Qur`an adalah yang pertama. Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari beberapa sisi:

1. Hal yang telah saya sebutkan di atas (yaitu perbedaan masa).

Yang menunjukkan bahwa Dzulqarnain lebih dahulu masanya (daripada Alexander) adalah apa yang diriwayatkan oleh Al-Fakihi dari jalan ‘Ubaid bin ‘Umair seorang tabi’in kibar (senior) bahwa Dzulqarnain menunaikan haji dengan berjalan kaki. Hal ini kemudian didengar oleh Ibrahim ‘alaihissalam, sehingga beliau menemuinya.

Juga yang diriwayatkan dari jalan ‘Atha` dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Dzulqarnain masuk ke Masjidil Haram lalu mengucapkan salam kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan menjabat tangan beliau. Dan dikatakan bahwa dialah orang yang pertama kali melakukan jabat tangan.

Juga dari jalan ‘Utsman bin Saj bahwasanya Dzulqarnain meminta kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk mendoakannya. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam lalu menjawab: “Bagaimana mungkin, sedangkan kalian telah merusak sumurku?” Dzulqarnain berkata: “Itu terjadi di luar perintahku.” Maksudnya, sebagian pasukannya melakukannya tanpa sepengetahuannya.

Ibnu Hisyam menyebutkan dalam At-Tijan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berhukum kepada Dzulqarnain pada suatu perkara, maka dia pun menghukumi perkara itu.
Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari jalan Ali bin Ahmad bahwa Dzulqarnain datang ke Makkah serta mendapati Ibrahim dan Ismail ‘alaihissalam sedang membangun Ka’bah. Dia kemudian bertanya kepada mereka berdua. (Nabi Ibrahim menjawab): “Kami adalah dua orang hamba yang diperintah.” Dzulqarnain bertanya: “Siapa yang menjadi saksi bagi kalian?” Maka berdirilah lima akbasy dan bersaksi. Dzulqarnain lalu berkata: “Kalian telah benar.” Dia (Ali bin Ahmad) berkata: “Aku kira, akbasy yang disebutkan itu adalah bebatuan, dan mungkin saja berupa kambing.”

Riwayat-riwayat ini saling menguatkan satu sama lain.

2. Al-Fakhrurrazi dalam tafsirnya berkata: “Dzulqarnain adalah seorang nabi, sedangkan Iskandar (yang kedua) adalah seorang kafir. Gurunya adalah Aristoteles, dan Iskandar memerintah (negerinya) dengan perintah Aristoteles, yang tidak diragukan lagi merupakan orang kafir.”

Dan akan saya sebutkan pembahasan apakah dia seorang nabi atau bukan.

3. Dzulqarnain adalah orang Arab, sebagaimana akan kami sebutkan nanti. Adapun Iskandar adalah orang Yunani. Bangsa Arab seluruhnya merupakan keturunan Sam bin Nuh, menurut kesepakatan (ulama), meskipun terjadi perbedaan pendapat apakah mereka semua dari keturunan Ismail atau bukan. Adapun bangsa Yunani adalah keturunan Yafits bin Nuh menurut pendapat yang kuat. Sehingga keduanya adalah orang yang berbeda.

Syubhat bagi yang mengatakan bahwa Dzulqarnain adalah Iskandar, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabari dan Muhammad bin Rabi’ Al-Jaizi dalam kitab Ash-Shahabah Alladzina Nazalu Mishr, dengan sanad yang di dalamnya ada Ibnu Lahi’ah, bahwa seseorang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Dzulqarnain. 

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Dia dari Romawi, lalu dia diberi anugerah kerajaan hingga ke Mesir. Dialah yang membangun kota Iskandariyah (Alexandria). Setelah selesai, seorang malaikat mendatanginya dan mengangkatnya ke langit dan berkata: ‘Lihat apa yang ada di bawahmu.’ Dia menjawab: ‘Aku hanya melihat sebuah kota.’ Malaikat itu berkata: ‘Itu adalah bumi seluruhnya. Hanya saja Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin memperlihatkan kepadamu. Dan sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan kekuasaan untukmu di bumi. Maka lakukanlah perjalanan dan ajarilah orang yang tidak tahu, perkokohlah orang yang berilmu’.”

Bila saja riwayat ini shahih, akan hilanglah perselisihan dalam hal ini. Namun riwayat ini lemah, wallahu a’lam.
Dzulqarnain Seorang Nabi?

Ada yang mengatakan bahwa dia adalah seorang nabi sebagaimana yang telah lalu. Hal ini diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, dan ini merupakan hal yang zhahir dari Al-Qur`an.
Diriwayatkan oleh Al-Hakim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku tidak tahu, Dzulqarnain itu nabi atau bukan.”

Wahb menyebutkan dalam Al-Mubtada` bahwa Dzulqarnain adalah seorang hamba yang shalih yang diutus kepada empat umat, dua umat terletak di antara panjang bumi, sedangkan dua umat yang lain terletak di antara lebar bumi. Umat tersebut adalah Nasik dan Munsik serta Ta`wil dan Hawil. Kemudian Wahb menyebutkan kisah yang panjang yang dibawakan Ats-Tsa’labi dalam tafsirnya.

Az-Zubair menyebutkan pada permulaan kitab An-Nasab: Ibrahim ibnul Mundzir menceritakan kepada kami, dari Abdul Aziz bin ‘Imran, dari Hisyam bin Sa’d, dari Sa’id bin Abi Hilal, dari Al-Qasim bin Abi Bazzah dari Abu Thufail, dia berkata: Aku mendengar Ibnul Kawwa berkata kepada ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu: “Kabarkan kepadaku, siapakah Dzulqarnain itu?” ‘Ali radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Dia adalah seorang yang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mencintainya. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusnya kepada kaumnya, lalu mereka memukul qarn (tanduk) nya sekali pukul yang menyebabkan kematiannya. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusnya kembali kepada mereka, namun mereka kembali memukul qarn (tanduk) nya sekali pukul yang menyebabkan kematiannya. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala bangkitkan dia, sehingga dia dinamakan Dzulqarnain (yang memiliki dua tanduk).”

Namun Abdul ‘Aziz (salah seorang periwayat) dha’if, tetapi periwayatannya dari Abu Thufail ini ada mutaba’ah (pendukung)-nya. Diriwayatkan yang semisal ini oleh Sufyan bin Uyainah dalam Jami’-nya dari Ibnu Abi Husain, dari Abu Thufail, dengan tambahan: “Dia tulus kepada Allah l, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala pun tulus kepadanya.” Di dalamnya juga disebutkan: “Dia bukanlah seorang nabi ataupun malaikat.” Sanad riwayat ini shahih, kami mendengarnya dalam Al-Ahadits Al-Mukhtarah karya Al-Hafizh Adh-Dhiya`.

Dalam riwayat di atas terdapat kejanggalan, di mana disebutkan: “Dia bukanlah seorang nabi”, yang berlainan dengan ucapan beliau, “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusnya kepada kaumnya.” Kecuali bila pengutusan yang dimaksud bukanlah sebagai nabi.
Dikatakan juga bahwa dia adalah seorang raja, dan ini pendapat kebanyakan ulama. Dan telah berlalu hadits Ali yang mengisyaratkan hal ini.

Nama Dzulqarnain
Para ulama berbeda pendapat tentang namanya.

Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, juga diriwayatkan Az-Zubair dalam Kitabun Nasab, dari Ibrahim ibnul Mundzir dari Abdul ‘Aziz bin ‘Imran dari Ibrahim bin Ismail bin Abi Habibah dari Dawud ibnul Hushain dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Dzulqarnain adalah Abdullah bin Adh-Dhahhak bin Ma’d bin ‘Adnan.” Namun sanad riwayat ini lemah sekali, karena Abdul ‘Aziz dan gurunya (yakni Ibrahim bin Isma’il) dhaif. Riwayat ini juga berbeda dengan apa yang telah lewat bahwasanya Dzulqarnain hidup pada zaman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bagaimana mungkin dia menjadi keturunannya? Terlebih lagi bila menurut pendapat yang menyatakan bahwa antara ‘Adnan dan Ibrahim ada 40 generasi atau lebih.

Dikatakan juga bahwa namanya adalah Ash-Sha’b, dan ini yang dipastikan oleh Ka’b Al-Ahbar. Pendapat ini juga disebutkan Ibnu Hisyam dalam At-Tijan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Abu Ja’far bin Habib rahimahullahu berkata dalam kitab Al-Muhbar: “Namanya adalah Al-Mundzir bin Abil Qais, salah seorang raja Al-Hairah. Ibunya adalah Ma`u As-Sama`, Mawiyah bintu ‘Auf bin Jusyam. Beliau berkata juga: “Dikatakan juga bahwa namanya adalah Ash-Sha’b bin Qarn bin Hammal, salah seorang raja Himyar.”
Ath-Thabari rahimahullahu menyatakan: “Namanya Iskandarus bin Philipus. Ada juga yang mengatakan Philipus. Dan Al-Mas’udi memastikan nama yang kedua.”3

Al-Hamdani menyebutkan dalam kitab-kitab nasab bahwa namanya Hamyasa’, dan kunyahnya adalah Abu Ash-Sha’b. Dia adalah (Hamyasa’) bin ‘Amr bin ‘Uraib bin Zaid bin Kahlan bin Saba`. Dikatakan juga dia adalah (Hamyasa’) bin Abdullah bin Qarin bin Manshur bin Abdullah ibnul Azd.

Adapun pendapat Ibnu Ishaq yang dibawakan Ibnu Hisyam, namanya adalah Marzaban bin Mardiyah atau Marziyah. Ibnu Ishaq menyatakan dengan jelas bahwa Dzulqarnain adalah Iskandar. Oleh karena itulah pendapat ini masyhur di antara lisan manusia, karena kemasyhuran kitab As-Sirah karya Ibnu Ishaq.

Namun As-Suhaili menyatakan: “Yang nampak dari ilmu periwayatan bahwa keduanya (Dzulqarnain dan Iskandar) adalah dua orang yang berbeda. Salah seorang (yakni Dzulqarnain) hidup sezaman dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan disebutkan bahwa Ibrahim berhukum kepadanya dalam masalah sumur As-Sab’u di Syam, yang kemudian Dzulqarnain menghukuminya sebagai milik Ibrahim. Adapun yang lain (yakni Iskandar) hidup berdekatan dengan zaman Nabi Isa ‘alaihissalam.”

Aku (Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu) berkata: “Yang lebih benar, bahwa yang disebutkan kisahnya dalam Al-Qur`an adalah yang pertama (yakni Dzulqarnain). Dalilnya adalah hadits yang disebutkan (Al-Bukhari rahimahullahu) tentang kisah Khidhir yang disebutkan dalam kisah Nabi Musa ‘alaihissalam, bahwa dia berada pada pendahuluan sebelum munculnya Dzulqarnain. Sedangkan kisah Khidhir dengan Musa adalah sesuatu yang pasti, dan Musa ‘alaihissalam –dipastikan– hidup sebelum ‘Isa ‘alaihissalam.”
(Diterjemahkan dengan beberapa perubahan dari Fathul Bari, 6/428-430, cet. Darul Hadits)

1 Kami menggunakan kata Agung bukan dengan maksud mengagungkannya, namun karena nama Alexander (Agung) ini telah kental sebagai istilah sejarah. -red.

2 Nama Dzulqarnain sendiri dalam Al-Qur’an dan hadits, tidak disebutkan sebagai Iskandar Dzulqarnain (dengan tambahan Iskandar). Sehingga tidak ada dasarnya sama sekali, jika kemudian beranggapan bahwa Dzulqarnain=Alexander karena sekedar berdalil bahwa Iskandar merupakan Arabisasi dari kata Alexander. (red.)

3 Tampaknya beliau memang berpendapat bahwa Dzulqarnain yang dimaksud adalah Alexander karena beliau salah satu ulama yang meriwayatkan hadits dhaif tentang Alexander sebagaimana telah disebut sebelumnya. 

Wallahu a’lam.

Dikutip dari http://asasyariah.com Penulis : Redaksi Asy-Syariah Judul: Dzulqarnain Bukan Alexander Agung

Friday 16 July 2010

15 ADAB BERBICARA BAGI WANITA

Wahai saudariku muslimah………

Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak berbicara, Allah Ta’ala berfirman:

” لا خير في كثير من نجواهم إلا من أمر بصدقة أو معروف أو إصلاح بين الناس ” (النساء: الآية 114).

Artinya: “Dan tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia “. (An nisa:114)



Dan ketahuilah wahai saudariku,semoga Allah ta’ala merahmatimu dan menunjukimu kepada jalan kebaikan, bahwa disana ada yang senantiasa mengamati dan mencatat perkataanmu.

“عن اليمين وعن الشمال قعيد. ما يلفظ من قولٍ إلا لديه رقيب عتيد ” (ق: الآية 17-18)

Artinya: “Seorang duduk disebelah kanan,dan yang lain duduk disebelah kiri.tiada satu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (Qaaf:17-18).
Maka jadikanlah ucapanmu itu menjadi perkataan yang ringkas, jelas yang tidak bertele-tele yang dengannya akan memperpanjang pembicaraan.

1) Bacalah Al qur’an karim dan bersemangatlah untuk menjadikan itu sebagai wirid keseharianmu, dan senantiasalah berusaha untuk menghafalkannya sesuai kesanggupanmu agar engkau bisa mendapatkan pahala yang besar dihari kiamat nanti.

عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما- عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” يقال لصاحب القرآن: اقرأ وارتق ورتّل كما كنت ترتّل في الدنيا فإن منزلتك عند آخر آية تقرؤها رواه أبو داود والترمذي

Dari abdullah bin ‘umar radiyallohu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, beliau bersabda: “dikatakan pada orang yang senang membaca alqur’an: bacalah dengan tartil sebagaimana engkau dulu sewaktu di dunia membacanya dengan tartil, karena sesungguhnya kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca. (HR.abu daud dan attirmidzi)

2) Tidaklah terpuji jika engkau selalu menyampaikan setiap apa yang engkau dengarkan, karena kebiasaan ini akan menjatuhkan dirimu kedalam kedustaan.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” كفى بالمرء كذباً أن يتحدّث بكل ما سمع “

Dari Abu hurairah radiallahu ‘anhu,sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah seseorang itu dikatakan sebagai pendusta ketika dia menyampaikan setiap apa yang dia dengarkan.” (HR.Muslim dan Abu Dawud)

3) jauhilah dari sikap menyombongkan diri (berhias diri) dengan sesuatu yang tidak ada pada dirimu, dengan tujuan membanggakan diri dihadapan manusia.

عن عائشة – رضي الله عنها- أن امرأة قالت: يا رسول الله، أقول إن زوجي أعطاني ما لم يعطني؟ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” المتشبّع بما لم يُعط كلابس ثوبي زور “.

Dari aisyah radiyallohu ‘anha, ada seorang wanita yang mengatakan:wahai Rasulullah, aku mengatakan bahwa suamiku memberikan sesuatu kepadaku yang sebenarnya tidak diberikannya.berkata Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam,: orang yang merasa memiliki sesuatu yang ia tidak diberi, seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan.” (muttafaq alaihi)

4) Sesungguhnya dzikrullah memberikan pengaruh yang kuat didalam kehidupan ruh seorang muslim, kejiwaannya, jasmaninya dan kehidupan masyarakatnya. maka bersemangatlah wahai saudariku muslimah untuk senantiasa berdzikir kepada Allah ta’ala, disetiap waktu dan keadaanmu. Allah ta’ala memuji hamba-hambanya yang mukhlis dalam firman-Nya:

” الذين يذكرون الله قياماً وقعوداً وعلى جنوبهم… ” (آل عمران: الآية 191).

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring…” (Ali imran:191).

5) Jika engkau hendak berbicara,maka jauhilah sifat merasa kagum dengan diri sendiri, sok fasih dan terlalu memaksakan diri dalam bertutur kata, sebab ini merupakan sifat yang sangat dibenci Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, dimana Beliau bersabda:

” وإن أبغضكم إليّ وأبعدكم مني مجلساً يوم القيامة الثرثارون والمتشدقون والمتفيهقون “.

“sesungguhnya orang yang paling aku benci diantara kalian dan yang paling jauh majelisnya dariku pada hari kiamat : orang yang berlebihan dalam berbicara, sok fasih dengan ucapannya dan merasa ta’ajjub terhadap ucapannya.” (HR.Tirmidzi,Ibnu Hibban dan yang lainnya dari hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiallahu anhu)

6) Jauhilah dari terlalu banyak tertawa,terlalu banyak berbicara dan berceloteh.jadikanlah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, sebagai teladan bagimu, dimana beliau lebih banyak diam dan banyak berfikir beliau Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, menjauhkan diri dari terlalu banyak tertawa dan menyibukkan diri dengannya.bahkan jadikanlah setiap apa yang engkau ucapkan itu adalah perkataan yang mengandung kebaikan, dan jika tidak, maka diam itu lebih utama bagimu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, bersabda:

” من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت “.

” Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,maka hendaknya dia berkata dengan perkataan yang baik,atau hendaknya dia diam.”
(muttafaq alaihi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu)

8 ) jangan kalian memotong pembicaraan seseorang yang sedang berbicara atau membantahnya, atau meremehkan ucapannya. Bahkan jadilah pendengar yang baik dan itu lebih beradab bagimu, dan ketika harus membantahnya, maka jadikanlah bantahanmu dengan cara yang paling baik sebagai syi’ar kepribadianmu.

9) berhati-hatilah dari suka mengolok-olok terhadap cara berbicara orang lain, seperti orang yang terbata-bata dalam berbicara atau seseorang yang kesulitan berbicara . Alah Ta’ala berfirman:

” يا أيها الذين آمنوا لا يسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيراً منهم ولا نساء من نساء عسى أن يكن خيراً منهن ” (الحجرات: الآية 11).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS.Al-Hujurat:11)

10) jika engkau mendengarkan bacaan Alqur’an, maka berhentilah dari berbicara, apapun yang engkau bicarakan, karena itu merupakan adab terhadap kalamullah dan juga sesuai dengan perintah-Nya, didalam firman-Nya:

 : ” وإذا قرىء القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون ” (الأعراف: الآية 204).

Artinya: “dan apabila dibacakan Alqur’an,maka dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian diberi rahmat“. Qs.al a’raf :204

11) bertakwalah kepada Allah wahai saudariku muslimah,bersihkanlah majelismu dari ghibah dan namimah (adu domba) sebagaimana yang Allah ‘azza wajalla perintahkan kepadamu untuk menjauhinya. bersemangatlah engkau untuk menjadikan didalam majelismu itu adalah perkataan-perkataan yang baik,dalam rangka menasehati,dan petunjuk kepada kebaikan. perkataan itu adalah sebuah perkara yang besar, berapa banyak dari perkataan seseorang yang dapat menyebabkan kemarahan dari Allah ‘azza wajalla dan menjatuhkan pelakunya kedalam jurang neraka. Didalam hadits Mu’adz radhiallahu anhu tatkala Beliau bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam: apakah kami akan disiksa dengan apa yang kami ucapkan? Maka jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

” ثكلتك أمك يا معاذ. وهل يكبّ الناس في النار على وجوههم إلا حصائدُ ألسنتهم ” ( رواه الترمذي).

“engkau telah keliru wahai Mu’adz, tidaklah manusia dilemparkan ke Neraka diatas wajah-wajah mereka melainkan disebabkan oleh ucapan-ucapan mereka.” (HR.Tirmidzi,An-Nasaai dan Ibnu Majah)

12) berhati-hatilah -semoga Allah menjagamu- dari menghadiri majelis yang buruk dan berbaur dengan para pelakunya, dan bersegeralah-semoga Allah menjagamu- menuju majelis yang penuh dengan keutamaan, kebaikan dan keberuntungan.

13) jika engkau duduk sendiri dalam suatu majelis, atau bersama dengan sebagian saudarimu, maka senantiasalah untuk berdzikir mengingat Allah ‘azza wajalla dalam setiap keadaanmu sehingga engkau kembali dalam keadaan mendapatkan kebaikan dan mendapatkan pahala. Allah ‘azza wajalla berfirman:

” الذين يذكرون الله قياماً وقعوداً وعلى جنوبهم “. (آل عمران: الآية 191)

Artinya: “(yaitu) orang – orang yang mengingat Allah sambil berdiri,atau duduk,atau dalam keadaan berbaring” (QS..ali ‘imran :191)

14) jika engkau hendak berdiri keluar dari majelis, maka ingatlah untuk selalu mengucapkan:

” سبحانك الله وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك “.

“Maha suci Engkau ya Allah dan bagimu segala pujian,aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak untuk disembah kecuali Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu, dan aku bertaubat kepada-Mu“.
Sehingga diampuni bagimu segala kesalahanmu di dalam majelis tersebut.

Sumber: http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=1692 Dari kitab: mausu’ah al-mar’ah al-muslimah: 31-34 Alih bahasa : Ummu Aiman dinukil dari http://www.salafybpp.com/ Ditulis oleh: Haya Bintu Mubarak Al-Buraik Judul: Adab-Adab Berbicara Bagi Wanita Muslimah

Thursday 15 July 2010

Ilmu Adalah Perhiasan yang Tak Ternilai Bagi Muslimah

Seorang yang mendambakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat harus memiliki pedoman dalam menapaki kehidupannya di dunia. Dan pedoman hidup seorang hamba semua telah diatur dalam syariat Islam. Seorang yang sukses bukanlah orang yang hidup dengan bersemboyan ‘semau gue’ dengan mengikuti hawa nafsunya, tapi orang yang sukses adalah orang yang mengambil Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan pemahaman Salafus Shalih sebagai pengikat aturan hidupnya.

Petunjuk Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ini tidak mungkin dapat diketahui tanpa menuntut ilmu syar’i. Karena itulah, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan setiap Muslim dan Muslimah yang baligh dan berakal (mukallaf) untuk menuntut ilmu.

Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: “Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ahmad dengan sanad hasan. Lihat kitab Jami’ Bayan Al ‘Ilmi wa Fadllihi karya Ibnu ‘Abdil Bar, tahqiq Abi Al Asybal Az Zuhri, yang membahas panjang lebar tentang derajat hadits ini) 

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan bahwa ilmu yang wajib dituntut di sini adalah ilmu yang dapat menegakkan agama seseorang, seperti dalam perkara shalatnya, puasanya, dan semisalnya. Dan segala sesuatu yang wajib diamalkan manusia maka wajib pula mengilmuinya, seperti pokok-pokok keimanan, syariat Islam, perkara-perkara haram yang harus dijauhi, perkara muamalah, dan segala yang dapat menyempurnakan kewajibannya. 
Sebagai hamba Allah, seorang Muslimah wajib mengenal Rabbnya yang meliputi pengetahuan terhadap nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih. Selain itu, ia harus mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala bersendiri dalam Mencipta, Mengatur, Memiliki, dan Memberi Rezeki. Ia pun wajib menunaikan hak-hak Allah, yaitu beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, sebagaimana tujuan penciptaannya. Allah berfirman: 

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (QS.Adz Dzariyat: 56) 
Seseorang tidak akan berada di atas hakikat agamanya sebelum ia berilmu atau mengenal Allah Ta’ala. Pengenalan ini tidak akan terjadi kecuali dengan menuntut ilmu Dien (Agama Islam). 

Di samping mengenal Allah, seorang Muslimah juga wajib mengenal Nabi-nya, yaitu Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, karena beliau merupakan perantara antara Allah dengan manusia dalam penyampaian risalah-Nya. Sesuai dengan makna persaksiannya bahwa Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah hamba dan Rasul-Nya, maka ia wajib mentaati segala yang beliau perintahkan, membenarkan segala yang beliau khabarkan, menjauhi apa yang beliau larang dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang beliau syariatkan. Hal ini sesuai dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala: 

“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (QS.Al Hasyr: 7) 

Ayat ini merupakan kaidah umum yang agung dan jelas tentang wajibnya seluruh kaum Muslimin mengambil sunnah yang telah tetap dan hadits-hadits shahih dalam aqidah, ibadah, muamalah, adab, akhlak, seluruhnya. Hal ini tidak akan diketahui kecuali dengan menuntut ilmu terlebih dahulu. 

Selain mengenal Allah dan Rasul-Nya, seorang Muslimah juga wajib mengenal agama Islam sebagai agama yang dianutnya, dengan memperhatikan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahihah, sehingga ia memiliki pendirian kokoh, tidak mudah terombang-ambing. Dan agar ia berada di atas cahaya, bukti, dan kejelasan dari agamanya. 

Inilah masalah pertama yang disebutkan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam bukunya Al Ushuluts Tsalatsah, yaitu berilmu sebelum beramal dan berdakwah. 
Seorang Muslimah juga wajib membekali dirinya dengan ilmu sebelum memasuki jenjang pernikahan, sehingga ia dapat menunaikan kewajibannya sesuai dengan tuntunan syariat. 

Sebagai istri, seorang Muslimah dituntut agar menjadi istri yang shalihah, sehingga ia dapat menjadi perhiasan dunia yang paling baik, bukan justru menjadi fitnah atau musuh bagi suaminya. Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiallahu 'anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: 
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim) 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang sifat-sifat wanita shalihah: 
“… maka wanita shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara mereka.” (QS.An Nisa’: 34) 

Maksud ayat ini diterangkan oleh Asy Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dan Asy Syaikh Salim Al Hilali rahimahumullah bahwa wanita yang shalihah adalah yang menunaikan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mentaati-Nya, mentaati Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, dan menunaikan hak-hak suaminya dengan mentaatinya dan menghormatinya, serta menjaga harta suami, anak-anak mereka, dan kehormatannya tatkala suaminya tidak ada. Untuk menjadi wanita shalihah yang seperti ini, seorang Muslimah membutuhkan ilmu. 
Sebagai seorang ibu, ia mempunyai tanggung jawab mendidik anak-anaknya agar menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Di bawah kepemimpinan suami, istri adalah penjaga rumah tangga suami dan anak-anaknya, sebagaimana dalam hadits dari Ibnu ‘Umar radhiallahu 'anhuma dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bahwasanya beliau bersabda: 

“Laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, maka setiap kalian adalah pemimpin, akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi) 

Hasil didikan seorang ibu terhadap anak-anaknya inilah yang termasuk perkara yang akan ditanyakan oleh Allah kelak di hari kiamat. Karena itulah Muslimah harus menuntut ilmu syar’i sebagai bekal mendidik anak-anak sehingga fitrah mereka tetap terjaga dan menjadi penyejuk hati karena keshalihan mereka. 
Di tempat lain, bila seorang Muslimah belum menikah, maka sebagai anak ia wajib taat pada orang tuanya selama tidak memerintahkan kepada maksiat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 
“Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya….” (QS.Al Ankabut : 8) 
Dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiallahu 'anhuma dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda: 

“Dosa-dosa besar ialah menyekutukan Allah, durhaka pada orang tua, membunuh jiwa (tanpa hak), dan sumpah palsu.” (HR. Bukhari) 

Untuk dapat berbuat baik dan menunaikan hak-hak orang tua dengan benar, seorang Muslimah tidak bisa lepas dari ilmu. 
Seluruh kewajiban ini harus dapat ditunaikan dengan dasar ilmu. Karena jika tidak, akan terjadi berbagai kesalahan dan kerusakan. Maka tidak heran, bila para Muslimah yang bodoh terhadap agamanya melakukan berbagai praktek kesyirikan dan kebid’ahan. 

Akibat kebodohannya pula, banyak Muslimah yang durhaka pada suami atau orang tuanya. Atau terjadi berbagai kesalahan dalam mendidik anak sehingga muncullah generasi yang berakhlak buruk, bahkan bisa jadi durhaka pada orang tua yang telah merawat dan membesarkannya. Karena kebodohannya pula, banyak Muslimah yang tidak mengetahui bagaimana ia harus menjaga kehormatannya, sehingga ia menjadi fitnah dan terjerumus dalam perzinahan dan berbagai kemaksiatan. Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari yang demikian itu. 

Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhuma berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam: “Aku berdiri di muka pintu Syurga, maka aku dapatkan mayoritas penghuninya adalah orang-orang miskin, sedang orang-orang kaya masih tertahan oleh perhitungan kekayaannya. Dan ahli neraka telah diperintahkan masuk neraka. Dan ketika aku berdiri di dekat pintu neraka, maka aku dapatkan mayoritas penghuninya adalah para wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Hanya dengan menuntut ilmu, seorang Muslimah akan mengetahui jalan yang selamat. Kaum Muslimah masa kini akan menjadi baik bila mereka mau mencontoh para Muslimah generasi terdahulu (generasi salafuna shalih), mereka sangat memperhatikan dan bersemangat dalam menuntut ilmu. 

Dalam sebuah hadits dari Abi Sa’id Al Khudri radhiallahu 'anhu, ia berkata: “Seorang wanita mendatangi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan berkata: ‘Wahai Rasulullah! Kaum lelaki telah membawa haditsmu, maka jadikanlah bagi kami satu harimu yang kami datang pada hari tersebut agar engkau mengajarkan pada kami apa yang telah diajarkan Allah kepadamu.’ Maka beliau bersabda : ‘Berkumpullah pada hari ini dan ini di tempat ini.’ Maka mereka pun berkumpul, lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mendatangi mereka dan mengajarkan apa yang telah diajarkan Allah kepada beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pun sangat bersemangat mengajar para shahabiyah, sampai-sampai beliau menyuruh wanita yang haid, baligh, dan merdeka untuk menyaksikan kumpulan ilmu dan kebaikan. Bahkan beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memutuskan udzur wanita yang tidak memiliki hijab, sebagaimana yang disebutkan dalam Shahihain dari Ummu ‘Athiyah Al Anshariyah radhiallahu 'anha, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyuruh kami mengeluarkan wanita yang merdeka, yang haid, dan yang dipingit untuk keluar pada hari Iedul Fithri dan Adha. Adapun yang haid memisahkan diri dari tempat shalat, dan mereka pun menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslimin.
Aku berkata : ‘Wahai Rasulullah! Salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.’ Beliau bersabda : ’Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.’ “ 
Oleh karena itulah, kita dapatkan dalam sejarah Islam, di antara mereka ada yang menjadi ahli fiqih, ahli tafsir, sastrawati, dan ahli dalam seluruh bidang ilmu dan bahasa. Sebagai contoh, Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiallahu 'anha yang dididik dalam madrasah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sehingga beliau menjadi wanita yang berilmu dan shalihah. 

Imam Az Zuhri rahimahullah berkata : ”Seandainya ilmu ‘Aisyah dikumpulkan dan dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, maka ilmu ‘Aisyah lebih afdhal.” 
Bahkan ‘Aisyah merupakan guru dari beberapa shahabat, ia menjadi bahan rujukan mereka dalam masalah hadits, sunnah, dan fiqih. Urwah bin Az Zubair berkata : “Aku tidak melihat orang yang lebih mengetahui ilmu fiqih, pengobatan, dan syi’ir ketimbang ‘Aisyah.” 

Para wanita dari kalangan tabi’in juga berdatangan ke rumah ‘Aisyah untuk belajar, di antara muridnya adalah Amrah bintu ‘Abdurrahman bin Sa’ad bin Zurarah. Ibnu Hibban berkata : “Dia adalah orang yang paling mengetahui hadits-haditsnya ‘Aisyah.” 

Di antara deretan nama wanita generasi terdahulu yang cemerlang dalam ilmu adalah Hafshah bintu Sirin yang masyhur dengan ibadahnya, kefaqihannya, bacaan Al Qur’annya, dan hadits-haditsnya. Begitu pula Ummu Darda Ash Shuqra Hujaimah, ia seorang yang faqih, ’alimah, banyak meriwayatkan hadits, cerdas, masyhur dengan keilmuan, amalan, dan zuhudnya. 

Demikianlah --wahai saudariku Muslimah-- mereka adalah contoh terbaik bagi kita dan telah terbukti bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengangkat derajat orang-orang yang berilmu sebagaimana firman-Nya: 
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Mujadilah: 11) 
Semoga Allah memudahkan jalan bagi kita untuk menuntut ilmu dan memberikan ilmu yang bermanfaat. Amin. Wallahu A’lam Bis Shawab 


Daftar Pustaka: 

1. Al Qur’anul Karim 
2. Inayatun Nisa’ bil Hadits An Nabawi. Abu ‘Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman. 
3. Nisa’ Haula Ar Rasul. Mahmud Mahdi Al Istambuli dan Musthafa Abu Nashr Asy Syalbi. 
4. Riyadlus Shalihin. Imam Nawawi. 
5. Bahjatun Nadhirin. Salim bin ‘Ied Al Hilali. 
6. Aisarut Tafasir. Abu Bakar Jabir Al Jazairi. 
7. Hasyiyah Ats Tsalatsah Al Ushul. Muhammad bin Abdul Wahhab. 

Sumber : http://www.ahlussunnah-jakarta.com

Wednesday 14 July 2010

MENGUCAPKAN SALAM KEPADA ORANG YANG SEDANG SHOLAT & CARA MENJAWABNYA

Mungkin pernah terjadi ketika kita sedang sholat ada orang yang datang dan mengucapkan salam kepada kita. Atau sebaliknya, ketika kita masuk rumah ada yang sedang sholat di dalamnya. Lalu apakah disunnahkan mengucap salam kepada orang yang sedang sholat tersebut? Dan apakah disyari’atkan bagi orang yang sedang sholat untuk menjawab salamnya? Dan bagaimanakah cara menjawabnya?
Berikut sebuah tulisan yang ditulis oleh Haifa’ bintu Abdillah ar-Rosyid hafidzohalloh mengenai masalah ini.. Semoga bisa memberi faidah…



***

Termasuk sunnah yang hampir dilupakan adalah mengucapkan salam kepada orang yang sedang sholat

Oleh : Haifa’ bintu Abdillah ar-Rosyid

Al-Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata (dalam Zaadul Ma’ad 1/266) : “Rasulullah menjawab salam dengan isyarat kepada orang yang mengucapkan salam kepadanya ketika beliau sedang sholat.”

Dan beliau juga berkata (dalam Zaadul Ma’ad 2/419) : “dan Rasulullah tidak menjawab salam dengan tangannya, tidak dengan kepalanya dan tidak pula dengan jarinya, kecuali ketika sedang sholat. Sesungguhnya beliau menjawab salam atas orang yang mengucapkan salam kepadanya dengan isyarat. Yang demikian telah tsabit dari beliau dalam beberapa hadits.”

Aku (Haifa’) katakan : dan diantara hadits-hadits tersebut :

1. Dari Jabir rodhiyallohu anhu, ia berkata :

إن رسول الله صلى الله عليه وسلم بعثني لحاجةٍ ثم أدركته وهو يصلي، فسلمت عليه فأشار إليَّ

“Sesungguhnya Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk suatu keperluan, setelah itu aku datang kepada beliau ketika sedang sholat, lalu aku mengucapkan salam kepadanya, kemudian beliau berisyarat kepadaku.” [HR. al-Bukhori (1217), Muslim (540), Abu Dawud (926), dan Ibnu Majah (1018)]

An-Nawawi (dalam Syarah Muslim 3/31) berkata dalam faidah hadits ini : “dan haram menjawab salam ketika sholat dengan lafadz, dan isyarat tidak mengapa, bahkan disukai (mustahab) menjawab salam dengan isyarat. Pendapat ini dikatakan pula oleh asy-Syafi’i dan kebanyakan ‘ulama.”

2. Dari Shuhaib rodhiyallohu anhu, ia berkata :

مررتُ برسول الله صلى الله عليه وسلم وهو يصلي فسلمت عليه فرد إشارة وقال:ولا أعلمه إلا قال:إشارة بإصبعه

“Aku melewati Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang sholat, kemudian aku mengucapkan salam kepadanya, lalu beliau menjawab dengan isyarat.” Dan berkata (salah seorang rowi hadits) : aku tidak mengetahuinya kecuali mengatakan : “isyarat dengan jarinya”. [HR. Ahmad dalam Musnad-nya (2/10), Abu Dawud (925), at-Tirmidzi (367), dan Ibnu Khuzaimah dalam Shohihnya (888)]

3. Dari Ibnu Umar rodhiyallohu anhuma, ia berkata : aku berkata kepada Bilal :

قلت لبلالٍ: كيف كان النبي صلى الله عليه وسلم يرد عليهم حين كانوا يُسلِّمون عليه وهو في الصلاة ؟ قال كان يشير بيده

“Bagaimana Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam menjawab salam mereka (para shohabat, pent) ketika mereka mengucapkan salam kepada beliau ketika beliau sedang sholat?” Bilal berkata : “beliau berisyarat dengan tangannya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (368) -dan lafadz ini miliknya-, Abu Dawud (927) -dengan panjang-, dan al-Baihaqi (3492). At-Tirmidzi berkata : “hadits ini hasan shohih.”

Dan dishohihkan al-Adzim al-Abadi dalam ta’liq terhadap Sunan ad-Daruquthni (2/84), dan al-’Allamah al-Albani dalam ash-Shohihah (185). Lafadz Abu Dawud :

Aku (Ibnu Umar) katakan kepada Bilal : “Bagaimana engkau melihat Rasululloh menjawab mereka ketika mereka mengucapkan salam kepada beliau ketika beliau sedang sholat?” Bilal berkata : “beliau begini”, lalu ia membuka telapak tangannya. Dan Ja’far bin Aun (salah seorang rowi hadits ini, pent) membuka telapak tangannya dan menjadikan bagian dalamnya di bawah dan punggung tangannya di atas.

Dan dari Ibnu Umar, ia berkata :

دخل رسول الله صلى الله عليه وسلم مسجد بني عمرو بن عوف – مسجد قباء – يصلي فيه، فدخل عليه رجال من الأنصار يسلمون عليه، ودخل معه صهيب، فسألتُ صهيباً كيف كان رسول الله يصنع إذا سلم عليه؟ قال: يشير بيده

Rasulullah masuk masjid Bani Amr bin Auf -masjid Quba’- dan sholat di dalamnya, kemudian masuk beberapa orang dari Anshor mengucapkan salam kepada beliau. Dan Shuhaib masuk bersama beliau (ketika itu, pent), maka aku bertanya kepada Shuhaib : “Bagaimana yang Rasulullah lakukan jika diucapkan salam atasnya (ketika sholat, pent)?” ia menjawab : “beliau berisyarat dengan tangannya.” [HR. Ahmad (2/10) dan al-Baihaqi (4391)]

At-Tirmidzi rohimahulloh berkata (dalam Jami’ at-Tirmidzi 2/205) : “2 hadits ini menurutku shohih karena kisah hadits Shuhaib berbeda dengan kisah Bilal, walaupun Ibnu Umar yang meriwayatkan dari mereka berdua, maka kemungkinannya ia (Ibnu Umar) mendengar dari kedua-duanya.”

4. Dari Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu anhu, ia berkata :

لما قدمت من الحبشة أتيت النبي صلى الله عليه وسلم وهو يصلي فسلّمت عليه فأومأ برأسه

“ketika aku datang dari Habasyah, aku mendatangi Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang sholat, kemudian aku mengucapkan salam kepadanya, lalu beliau memberi isyarat dengan kepalanya.”

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (3497) dari Ibnu Sirin bahwa Ibnu Mas’ud (yakni dalam sanad ini seolah-olah Ibnu Sirin meriwayatkan langsung dari Ibnu Mas’ud, pent). Akan tetapi ia (al-Baihaqi) juga meriwayatkan dari Ibnu Sirin, ia berkata : aku diberi kabar bahwa Ibnu Mas’ud … al-Hadits (yakni Ibnu Sirin tidak meriwayatkan langsung dari Ibnu Mas’ud tapi melalui rowi lain yang tidak disebut, pent). Kemudian al-Baihaqi berkata : “hadits ini yang mahfudz adalah mursal“, akan tetapi hadits mursal ini telah diamalkan oleh al-Imam Muhammad bin Sirin dan ia mengambilnya, hal ini menunjukkan shohihnya hadits ini bagi beliau.

Al-Adzim al-Abadi berkata dalam Aunul Ma’bud (1/348) : “ketahuilah bahwa isyarat untuk menjawab salam pada hadits ini adalah dengan telapak tangan, pada hadits Jabir dengan tangan, pada hadits Ibnu Umar dari Shuhaib dengan jari, dan pada hadits Ibnu Mas’ud … (lalu berkata) dengan kepalanya, yakni dalam menjawab salam dan dijama’ (digabungkan) antara riwayat-riwayat ini bahwa beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam kadang-kadang melakukan yang ini, dan kadang-kadang yang itu, maka semuanya cara ini boleh.”

Dan kesimpulan dari yang telah lalu adalah disyari’atkannya mengucapkan salam kepada orang yang sedang sholat dan disyari’atkannya orang yang sholat menjawab salam dengan isyarat. Al-Khoththobi berkata dalam Ma’alimus Sunan (1/189) : “aku katakan : menjawab salam di dalam sholat dengan perkataan atau ucapan adalah terlarang, dan menjawabnya setelah selesai sholat adalah sunnah… dan dengan isyarat adalah baik.”

***

Diterjemahkan dari al-Washiyyah bi Ba’dhi as-Sunan Syibhil Mansiyyah oleh Haifa bintu Abdillah ar-Rosyid. Diposting ulang dari tholib.wordpress.com.

Saturday 3 July 2010

Guest Book


Bismillaah

Assalamu’alaykum Wa Rahmatullaah wa Barakaatuh..

Ahlan wa Sahlan

Segala puji bagi ALLAAH Rabb seluruh alam. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad shallallaahu ‘alayhi wa sallam yang telah mengeluarkan ummat manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang. Dengan diutusnya beliau membawa risalah Islam..



Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu, bahwa Rasulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya:

"Sesungguhnya Allaah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga perkara pula.
Allaah meridhai kalian bila kalian:
Hanya beribadah kepada Allaah semata, Dan tidak mempersekutukan-Nya, Serta berpegang teguh pada tali (agama) Allaah seluruhnya, dan janganlah kalian berpecah belah.
 Dan Allaah membenci kalian bila kalian:  Suka qiila wa qaala (berkata tanpa dasar), Banyak bertanya (yang tidak berfaedah), Menyia-nyiakan harta." 
(HR. Muslim no. 1715) 

===============================================


Dulunya, blog ini bukan beralamat disini tetapi disana (http://nemesis-daunkering.blogspot.com) yang kemudian berubah subdomain menjadi umm-zakariya.co.cc
Tetapi karena ulah tangan-tangan orang yang tidak bertanggung jawab, blog saya tidak dapat diakses dan terpaksa saya tutup.  Sempat tidak ingin lagi memiliki blog karena bukan hanya sekali hal tersebut terjadi membuat saya khawatir hal yang sama akan terjadi.

Kemudian karena kesulitan untuk menyimpan dan membaca artikel-artikel yang telah saya posting sebelumnya saya mulai memiliki keinginan membuat blog baru tapi tak juga saya realisasikan. Namun, alhamdulillah Allah memberi kemudahan pada saya membuat blog baru lagi, dan juga jazaakunnallaahu khoyron kepada kawan-kawan saya yang menyemangati saya untuk membuat blog baru ini. Semoga dapat bermanfaat untuk diri saya dan juga untuk para pembaca sekalian ya.
Dan inilah blog baru tersebut, blog yang sekarang antum baca.

eh.. Saya teringat akan nasihat dari Dr. Ahmad Bazmool di twitter beliau, beliau berkata : 
"Know that by holding on to the Sunnah and the Salafee Manhaj that your enemies are many, so be patient upon the truth and stay firm."

Semoga Allah sadarkan hati orang-orang yang telah mengambil hak saudaranya untuk segera bertaubat dari keburukan-keburukan yang telah dia lakukan, dan takutlah pada Allah, bahwa dihari pembalasan kelak semua akan mendapatkan balasan sesuai yang telah diperbuat.


Dan sekedar info, saya tidak menyediakan ShoutMix lagi guna menghindari spam. Saya menyadari, bahwa saya hanyalah manusia biasa yang tidak lepas dari salah dan khilaf, sehingga saya tetap mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian untuk perbaikan selanjutnya.


Baarakallaahu Fiykum

.::Umm Zechariah Sophie::.