Showing posts with label HIJAB. Show all posts
Showing posts with label HIJAB. Show all posts

Sunday, 5 October 2014

Untukmu Ukhti Muslimah..


يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا 

Wahai saudari muslimah, siapakah yang menyuruhmu untuk berjilbab?

Untukmu ukhti muslimah...
Kemana akan kau bawa dirimu?
Kepada gemerlapnya dunia?
Kemilaunya harta?
Atau kepada ketampanan seorang pria?
Walaupun kau harus membuka hijabmu untuk mendapatkan semua yang kau inginkan, maka kehinaan yang akan kau dapatkan..

Wahai saudari muslimah, siapakah yang menyuruhmu untuk berhijab?

Untukmu ukhti muslimah...
Kemana akan kau bawa dirimu?
Kepada kemuliaan jiwa?
Kepada keridhaan Sang Pencipta?
Atau mulianya menjadi bidadari surga?
Walaupun hinaan dan cacian yang harus kau terima
Demi untuk menjaga hijab yang telah disyari'atkan oleh agama, maka kebahagiaan yang akan kau dapatkan..

Katakan tidak pada gemerlapnya dunia, jika hijabmu harus terlepas karenanya...
Katakan tidak pada kemilaunya harta, jika hijabmu harus menjadi tebusannya...
Karena hijabmu adalah benteng kemuliaan dirimu...

**

Bahwasanya yang menyuruh untuk berjilbab, yang menyuruh untuk berbusana muslimah, yang menyuruh adalah Allah dan RasulNya. Dan konsekuensi kita sebagai seorang muslim atau sebagai seorang muslimah adalah wajib taat kepada Allah, karena Allah yang menciptakan kita, Allah yang memberikan rizqi kepada kita, Allah yang memberikan segalanya kepada kita.
Alqur'an memerintahkan untuk berjilbab, Allah yang menciptakan kita yang menyuruh kita untuk berjilbab.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا 

"Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anakmu dan wanita-wanita kaum muslimin agar mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(Al-Ahzab: 59)

Tiap wanita tidak ada udzur untuk tidak memakai busana muslimah...

~Jeda Radio Rodja~

**

Download audio Mp3 nya di link berikut ini:

Monday, 28 April 2014

Saudariku, Kembalilah ke Hijab Asalmu

Bismillah washalatuwassalaamu ‘ala rasulillah wa’ala aalihi wa ash haabihi wa man tabi’ahum bi ihsan ila yaumiddin.
Amma ba’du
Cantik….. anggun….segar……stylish…

Wanita mana yang tidak suka dibilang cantik ?
Wanita mana sih yang tidak mau terlihat anggun ?
Wanita mana yang tidak ingin tampil segar dan menawan ?
Wanita mana pula yang tidak ingin tampil stylish dengan gaya dan pakaian uptodate?


Mungkin atau memang sudah kodratnya ya, semua wanita pasti mau, yang berbeda mungkin kadarnya saja. Baiklahhh………. apa ini salah? Apa wanita muslimah tidak boleh tampil cantik, anggun, segar, dan stylish?!
Ok, seorang wanita muslimah terlebih lagi yang sudah mengaji tidak mungkin tampil berdandan dan membuka aurat keluar rumah. Yup, setuju…
Tapi tahukah engkau wahai akhwati……
Bahwa akhir – akhir ini sudah mulai beredar pakaian pakaian yang sepertinya syari tapi sejatinya tidaklah syar’i. Kenapa?
Karena hijab muslimah tidak cukup hanya menutupi seluruh tubuh tetapi juga seharusnya tidak membentuk tubuh, berbeda sekali dengan pakaian yang banyak beredar dan banyak dikenakan muslimah akhir-akhir ini. Sepintas pakaian sih terlihat syar’i, jilbab dibawah dada, bajunya juga lengan panjang, memutup aurat, tapi… bahannya itu lho… ada yang terbuat dari jersy, kaos rayon spandek dan sejenisnya. Dengan warna-warna yang cantik, dan model-model yang indah, bahkan diantara saudari kita bahkan rela merogoh kocek agak dalam untuk tampil up to date.

Emang gimana sih kriteria hijab muslimah ?
Yuk, kita muroja’ah lagi materi-materi yang telah lalu. Semoga banyak manfaat bisa kita petik.

Jilbab Wanita Muslimah Menurut Al Quran dan Sunnah

  • Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan
    Allah Ta’ala berfirman

    وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ
    “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ’Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak dari mereka, dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka , kecuali  kepada suami mereka, atau ayah mereka,…” (Qs. An-Nuur: 31)
    Allah juga berfirman
    يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
    “Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mu’min, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang.” (Qs. Al Ahdzab: 59)
  • Bukan berfungsi sebagai perhiasan
    Berdasarkan firman Allah ta’ala

    وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
    “Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka.” (Qs. An Nuur: 31)
    Hal ini dikuatkan dalam surat  al-Ahzab ayat 33:
    وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
    “Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyyah yang pertama.” (Qs. Al Ahzab ayat 33)
    Yang dimaksud dengan perintah mengenakan jilbab adalah menutupi perhiasan wanita. Dengan demikian tidaklah masuk akal jika jilbab itu sendiri berfungsi sebagai perhiasan. Seperti kejadian yang masih sering kita jumpai.
  • Kainnya harus tebal, tidak tipis
    Yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali harus tebal. Jika tipis, maka hanya akan semakin memancing fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun(hakekatnya) telanjang. Diatas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) onta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka itu adalah kaum wanita yang terkutuk.” (HR. Ahmad 2/223.Menurut Al-Haitsami rijal Ahmad adalah rijal shahih)Dalam hadis lain terdapat tambahan : “Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan memperoleh baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan (jarak) sekian dan sekian.”Ibn abdil barr berkata , ”Yang dimaksud nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat menampakkan bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka ini tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.” Dikutip oleh Imam As-Suyuti dalam Tanwirul Hawalik 3/103)
  • Harus longgar, tidak ketat sehingga tidak dapat menggambarkan sesuatu dari tubuhnya
    Tujuan dari mengenakan pakaian adalah untuk menghilangkan fitnah. Dan itu tidak mungkin terwujud kecuali pakaian yang dikenakan oleh wanita itu harus longgar dan luas. Jika pakaian itu ketat, meskipun dapat menutupi warna kulit, maka tetap dapat menggambarkan lekuk atau bentuk tubuhnya, pada pandangan laki-laki.Usamah bin zaid radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Rasulullah memberiku baju quthbiyah yang tebal (biasanya baju quthbiyah itu tipis) yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah al-Kalbi kepada beliau. Baju itupun aku berikan kepada istriku. Nabi bertanya kepadaku, ”Mengapa kamu tidak mengenakan bajuquthbiyah? Aku menjawab, aku pakaikan baju itu kepada istriku.” Nabi lalu bersabda, ”Perintahkanlah ia agar mengenakan baju dalaman di balik quthbiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” (Dikeluarkan oleh Ad-Dhiya’Al-Maqdisi dalam kitab Al-Hadits Al-Mukhtarah 1/441 Ahmad dan Baihaqi dengan sanad hasan)Hendaklah kaum muslimah dizaman ini merenungkan hal ini, terutama muslimah yang masih mengenakan pakaian yang sempit dan ketat yang dapat menggambarkan buah dada, pinggang, betis dan anggota badan lainnya. Hendaklah mereka beristigfar dan bertaubat kepada Allah serta mengingat selalu akan sabda nabi:“Perasaan malu dan iman itu keduanya selalu bertalian, manakala satunya lenyap, maka lenyaplah pula yang satunya lagi.”(Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadraknya dari Abdullah bin Umar,dan Al-Haitsami dalam Al-Majma III:26)
  • Tidak diberi wewangian atau parfum
    Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwasannya ia berkata, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Siapapun perempuan yang memakai wewangian,lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (HR.An-Nasai II:38, Abu dawud II:92, At-Tirmidzi IV:17, At-Tirmidzi menyatakan hasan shahih)Dari Zainab Ats Tsaqafiyah bahwasannya Nabishallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,”Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka janganlah sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian!.” (HR. Muslim)
  • Tidak menyerupai pakaian laki-laki
    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria.” (HR. Ahmad no. 8309, 14: 61. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
  • Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir
    Dari Abdullah bin Amru bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :“Rasulullah melihat saya mengenakan dua buah kain yang diwarnai ‘ushfur (wenter berwarna kuning), maka beliau bersabda, ’Sungguh ini merupakan pakaian orang-orang kafir maka jangan memakainya!’” (HR. Muslim 6/144, hadits Shahih)
  • Bukan libas syuhrah (pakaian untuk mencari popularitas)
    Berdasarkan hadist Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah bersabda,“Barangsiapa mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiama , kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Dawud (no. 4029) dan Ibnu Majah (no. 3607). Hadits hasan. Lihat Jilbaab al-Mar-atil Muslimah )
Saran :
  • Sebaiknya baju dengan bahan yang jatuh dan membentuk dipadukan dengan jilbab yang tidak membentuk dan menutupi tubuh (jilbab sampai bawah lutut).
  • Memakai ukuran yang lebih besar dari yang biasa. Misal yang biasa memakai ukuran M maka pakailah ukuran L, sehingga longgar.
  • Melapisi sedemikian rupa sehingga tidak membentuk.
Sudah sepantasnya seorang wanita muslimah mu’minah menjaga kesucian dan kemuliaan dirinya dengan menjaga adab ketika keluar rumah; adab berpakaian, adab bicara dan tingkah laku serta adab bergaul.
Semoga menjadi nasehat berharga bagi kita semua terkhusus penulis.
Washalallahu ‘ala muhammad wa ‘ala aalihi wa man tabi’ahum biihsan ila yaumiddin
***
Penulis: Ismiati Ummu Maryam

Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits

Artikel Muslimah.Or.Id
Sumber
Jilbab Wanita Muslimah, Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani, Januari 2009, At Tibyan Solo

Friday, 22 March 2013

Sebuah Tanda Cinta…Bagi Wanita Perindu Firdaus-Nya (Bagian 2)


Ujian demi ujian pasti kan menghadangmu di luar sana. Tetaplah tegak bertahan! Jangan tumbang hati dan ragamu karenanya! Tunggulah, suatu saat nanti kan tiba, ketika kesukaran itu menjadi manis akhirnya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Qs. Al-Insyirah: 5-6)
 سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (Qs. Ath-Thalaq: 7)
Ingatlah…bahwa Allah tidak akan menguji di luar kesanggupan seorang hamba. Kau tahu apa maksudnya? Jika Allah mengujimu dengan cobaan yang tak kau suka, Dia mengerti bahwa kau sanggup mengampunya. Kini yang harus kau pikir justru bagaimana cara “lulus” dengan hasil memuaskan atas ujian-Nya. Maka, kunci jawaban ujian itu terletak dalam sabar, doa, tawakkal, dan ridha atas takdir-Nya.
Tengoklah kisah saudari kita Fulanah yang diboikot, tidak diakui sebagai anak, dibakar jilbabnya dan dianiaya raganya…atau nasib ‘Allanah yang dinikahkan secara paksa dengan lelaki yang tidak diketahui bagaimana akhlaknya, hanya karena wanita ini ingin mempertahankan hijab syar’inya. Di luar sana masih banyak yang nasibnya jauh lebih tragis dari pada Fulanah dan ‘Allanah ini. Lalu, apakah orang-orang di sekitarmu memperlakukanmu sebegitunya? Tidak! Lihatlah, ujianmu ini belum seberapa dibanding mereka. Di manakah Sumayyah, Aasiyah, dan wanita mukminah penggenggam bara api masa kini itu berada? Tidak usah kau jadi wanita cengeng yang mudah luluh lantak hanya karena cobaan yang mendera! Justru jadikanlah ujian ini sebagai tempaan iman dan takwa. Bukankah intan berpendar kilaunya setelah digosok dan ditempa dengan suhu tinggi sedemikian rupa?! Maka, jadilah dirimu laksana intan kokoh nan berkilau indah setelah melewati tempaan ujian hebat dari-Nya.
Jika sedih dan letihmu beradu, tentu kau tahu sebaik tempatmu mengadu.
Panjatkan aduan dan doa di tengah malam yang syahdu,
dan pada waktu besar kemungkinan terkabulnya doamu…
bukan malah mengiba orang lain mengasihanimu!
Ingatlah…masih ada Allah sebagai tempat bergantung, tempat mengadu,
tempat memohon, yang kan menolongmu.
Masih ada Al-Qur’an yang bisa menawarkan gundah dan dukamu.
Masih ada As-Sunnah yang menjadi lentera petunjuk untuk menerangi waktu kelabumu. Masih ada buku-buku sumber ilmu yang bisa menjadi teman setia dalam diam sendirimu. Masih ada kisah-kisah perjuangan menegakkan dinul Islam dari umat terdahulu yang bisa menjadi penghiburmu. Tak lupa kuingatkan bahwa masih ada kami saudari-saudarimu, yang sedia berbagi laramu dan berada di sisimu untuk menyokong bahumu melalui masa sulit itu.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
 “Dan semua kisah para Rasul yang Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu, dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Hud: 120)
Tunjukkan dengan akhlak mulia, tentang kebenaran ajaran yang kau bawa…bahwa dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan 3 generasi terbaik umat ini meniti jalan di atasnya, dengan perbuatan yang sama. Suguhkan senyum di muka, haturkan salam hangatmu dan santun budimu bagi mereka. Bergaulah apik di tengah masyarakat, selama kelakuanmu bukan maksiyat pada Sang Pencipta. Lebih-lebih jika kau punya limpah makanan yang ada, bagikanlah pada tetangga. Betapa cermin akhlak mulia, dapat mengalahkan rangkaian huruf dan seruan kata [3].
Patrikan pada jiwa, ikhlaskan niatmu….bersihkan niat dari kotoran sum’ah dan riya. Hanyalah ridha dan Firdaus-Nya yang kau pinta…bukan malah ridha manusia yang kau puja! Maka, biarkan orang hendak berkata apa, yang pasti kau titi jalan kebenaran itu hingga nyawa terlepas dari raga[4]. Tidak usah kau ragu akan janji-Nya….kelak, kau kan kecap indahnya surga -insyaallah-, duduk bertelekan di dipan-dipan dan menenggak minuman dari gelas piala yang bening laksana kaca,  mengenakan pakaian indah dari sutra hijau warnanya. Akan tetapi, kau harus tahu….jalan menuju surga penuh dengan hal yang berat dan sulit dilakukan jiwa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا (12) مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ لَا يَرَوْنَ فِيهَا شَمْسًا وَلَا زَمْهَرِيرًا (13) وَدَانِيَةً عَلَيْهِمْ ظِلَالُهَا وَذُلِّلَتْ قُطُوفُهَا تَذْلِيلًا (14) وَيُطَافُ عَلَيْهِمْ بِآنِيَةٍ مِنْ فِضَّةٍ وَأَكْوَابٍ كَانَتْ قَوَارِيرَا (15) قَوَارِيرَ مِنْ فِضَّةٍ قَدَّرُوهَا تَقْدِيرًا (16 )
“Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera, di dalamnya mereka duduk bertelekan di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan. Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya. Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak, dan piala-piala yang bening laksana kaca, (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah mereka ukur dengan sebaik-baiknya.” (Qs. Al Insan: 12-16)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
أُولَئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا
“Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga ‘Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah.” (Qs. Al-Kahfi: 31)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِهِ كُلُّ دَرَجَتَيْنِ مَا بَيْنَهُمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ
“Dalam surga terdapat seratus derajat yang Allah persiapkan bagi para mujahidin di jalan-Nya, yang jarak antara setiap dua tingkatan bagaikan antara langit dan bumi. Maka, jika kalian meminta kepada Allah, mintalah surga Firdaus, sebab Firdaus adalah surga yang paling tengah dan paling tinggi, di atasnya ada singgasana Ar-Rahman, dan dari sanalah sungai-sungai surga memancar.” (HR. Al-Bukhari no. 7423)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
حُجِبَتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
“Neraka itu dihijab (dipagari/dikelilingi) dengan syahwat, sedangkan surga dihijab dengan hal-hal yang tidak menyenangkan (dibenci).” (HR. Al-Bukhari no. 6487)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
 “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqamah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”” (Qs. Fushilat: 30)
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
 “Maka tetaplah istiqamah kamu sebagaimana yang diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.” (Qs. Hud: 112).
Ingatlah selalu…ada Dzat Yang Maha Kuasa membolak-balik hati para hamba-Nya. Maka, mohonlah kemudahan atas kesulitan perkaramu pada-Nya, pintalah taufik-Nya bagimu dan bagi mereka, berharaplah agar ujianmu dapat mengangkat derajatmu dan menggugurkan dosa, tak lupa pula panjatkanlah doa agar segala jerih payah kesabaran, ketawakkalan dan keridhaanmu akan takdir-Nya berbuah pahala dan berbalas surga.
♥ Dariku…yang mencintaimu karena-Nya ♥
penulis: Fatihdaya Khairani
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits

Keterangan:
[3] Bahwa dampak dakwah secara langsung dengan akhlak/perbuatan, seringkali dapat mengalahkan beratus-ratus kata yang pernah terangkai dalam bentuk dakwah lewat tulisan ataupun perkataan.
[4] Penulis sedang berbicara tentang pentingnya beristiqamah dalam meniti kebenaran, sehingga penulis membawakan beberapa dalil yang menunjukkan bahwa balasan istiqamah adalah surga.

Sebuah Tanda Cinta…Bagi Wanita Perindu Firdaus-Nya (Bagian 1)


Aku ingin memberimu sesuatu, sebagai tanda cinta kasih dariku untukmu…Maaf jika kau kecewa, karena ini bukanlah cinderamata berharga yang bisa kau taksir harganya. Pun bukan makanan lezat yang bisa kau cicip rasanya. Ini hanyalah untaian kata, kuharap kau bisa mengenangnya sepanjang masa.
Kau…yang membalut badanmu dengan pakaian takwa [1]..Tertatih berdiri kau di atas kebenaran yang nyata. Tutuplah telingamu dari para pencela, tak perlu kau gubris sinis lisan berkata. Campakkanlah ke dinding buah bibir mereka. Ahh memasukkannya dalam hatimu hanya buat sesak dadamu saja. Percayalah…terus memikirkannya dengan hati yang berduka, tidak akan berfaidah apapun jua.
Janganlah terlarut dalam duka…ketika lisan dan perbuatan mereka menggoreskan luka. Bersabarlah dengan sabar yang sesungguhnya…maka kau jua yang kan tuai hasilnya. Mungkin tidak di dunia kau bisa lihat buahnya, namun di akhirat nanti kesabaranmu menggunung pahala insyaallah. Sikapilah saja dengan santun perbuatan, hikmah penjelasan, lembut perkataan, bijaksana, dan hati yang berlapang dada. Barangkali mereka hanya belum tahu ilmunya [2]. Berpegang teguh pada sunnah merupakan hal yang asing keberadaannya…mudah-mudahan kita termasuk menjadi bagian al ghuraba….
فالصبر : حبس النفس عن الجزع والتسخط وحبس اللسان عن الشكوى وحبس الجوارح عن التشويش  وهو ثلاثة أنواع : صبر على طاعة الله وصبر عن معصية الله وصبر على امتحان الله
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata, ” Sabar adalah menahan jiwa dari berkeluh kesah dan marah, menahan lisan dari mengeluh, serta menahan anggota badan dari berbuattasywisy (yang tidak lurus). Sabar ada 3 jenis, sabar dalam berbuat ketaatan kepada Allah, sabar dari melakukan maksiat, dan sabar tehadap ujian Allah.”(Madarijussalikin)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah al ghuraba (orang-orang yang terasingkan itu).” (HR. Muslim no. 208)
Di dalam riwayat lain disebutkan
قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ الْغُرَبَاءُ قَالَ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
“Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah al ghuraba (orang yang asing) itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang berbuat baik jika manusia telah rusak.” (HR. Ahmad dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Al-Jami’ no. 7368)
Tak usah kau tunjukkan pada dunia, atau kau tarik tiap pandangan mata…seolah kau berkata,“Inilah aku yang sedang berduka.” Tegarkan sosokmu di tengah badai ujian yang melanda! Kuatkan hatimu dengan tameng keimanan yang membaja! Jadilah mukminah yang kuat imannya!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ »
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin yang lemah, dan masing-masing mereka ada kebaikannya. Bersemangatlah untuk melakukan apa yang bermanfaat buatmu, minta tolonglah kepada Allah dan jangan bermalas-malasan. Jika kamu ditimpa oleh sesuatu musibah, janganlah kamu mengatakan, ‘Kalaulah saya melakukan (demikian dan demikian), niscaya terjadi demikan dan demikian.’ Akan tetapi katakanlah, ‘Semuanya telah ditaqdirkan oleh Allah dan Allah berbuat sesuai dengan kehendak-Nya.’ Karena kata ‘seandainya’ akan membuka pintu setan” (HR.Muslim)
Apakah kiranya hanya kau yang diuji sedemikian rupa?? Tidak! Telah berlalu ujian yang lebih hebat dan dahsyat, yang dialami para mukminah penggenggam panas bara. Kau tahu…menggenggam bara api menyala itu panas rasanya. Itulah cerminan betapa sukarnya bertahan meniti kebenaran di atas jalan yang diridhai-Nya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Qs. Al-’Ankabut: 2)
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ
 “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar?”(Qs. Ali Imran: 142)
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?  Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman yang bersamanya, ‘Kapankah datangnya pertolongan Allah?’Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amatlah dekat.” (Qs. Al-Baqarah: 214)
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan mengujimu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan yang bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu” (Qs. Muhammad: 31)
Ketahuilah bahwa diantara hikmah adanya ujian, adalah sebagai pengangkat derajatmu dan penggugur dosa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah rasa lelah, rasa sakit (yang terus menerus), kekhawatiran, rasa sedih, gangguan, kesusahan yang menimpa seorang muslim sampai duri yang menusuknya kecuali Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan musibah tersebut.” (HR. Bukhari no.5641, Muslim no.1792)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ
“Ujian itu akan selalu menimpa seorang hamba sampai Allah membiarkannya berjalan di atas bumi dengan tidak memiliki dosa.” (HR. An-Nasa’i di As-Sunan Al-Kubra no7482 dan Ibnu Majah no.4523)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ بِهَا دَرَجَةً أَوْ حَطَّ عَنْهُ خَطِيْئَة
“Jika ada sebuah duri mengenai seorang mukmin atau musibah yang lebih besar dari itu maka Allah akan mengangkat derajatnya atau menggugurkan dosanya, dengan sebab musibah itu.” (HR. Muslim no.6507 )
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
“Jika Allah menginginkan kebaikan kepada seseorang, Allah akan memberinya cobaan”(HR. Bukhari no.5645)
Ujian demi ujian pasti kan menghadangmu di luar sana. Tetaplah tegak bertahan! Jangan tumbang hati dan ragamu karenanya! Tunggulah, suatu saat nanti kan tiba, ketika kesukaran itu menjadi manis akhirnya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Qs. Al-Insyirah: 5-6)
 سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (Qs. Ath-Thalaq: 7)
Ingatlah…bahwa Allah tidak akan menguji di luar kesanggupan seorang hamba. Kau tahu apa maksudnya? Jika Allah mengujimu dengan cobaan yang tak kau suka, Dia mengerti bahwa kau sanggup mengampunya. Kini yang harus kau pikir justru bagaimana cara “lulus” dengan hasil memuaskan atas ujian-Nya. Maka, kunci jawaban ujian itu terletak dalam sabar, doa, tawakkal, dan ridha atas takdir-Nya.
bersambung insyaallah
penulis: Fatihdaya Khairani
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits

Keterangan:
[1] Bagi para wanita yang mengenakan hijab syar’i. Hijab syar’i ini merupakan pakaian perlambang ketakwaan. Para wanita ini memang mengenakannya sebagai implementasi ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan untuk mengikuti trend/hanya mengikuti adat, mengelabui orang lain untuk berbuat kejahatan atau malah mengenakannya untuk menghindar dari khalayak ramai, guna menutupi malu akibat kesalahan yang dilakukannya.

[2] Tentang bagaimanakah berhijab secara syar’i dan kebenaran yang ada pada manhaj As-Salaf Ash-Shaalih

Friday, 1 February 2013

Menanti Hidayah

Bismillaah ...
"Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)."
(al-Dhuha: 11).
Hari ini, para wanita yang mengaku muslimah moderen dengan lancang menggunakan ayat-ayat Allaahu Ta'ala untuk menghalalkan segala cara demi kepentingan pribadi mereka. Ayat di atas telah dijadikan dalil oleh sebagian kaum hawa (saudari kita) yang membolehkan untuk tidak berjilbab dengan alasan:
"Bagaimana saya harus menyembunyikan nikmat kecantikan yang telah Allaah berikan kepada saya seperti; rambut yang panjang lagikan lembut, paras yang cantik jelita dan kulit yang mulus indah?"
Sungguh, kita merasa bersyukur karena ukhty ini bersedia mengikuti firman Allaahu Jalla wa 'Ala dan komitmen dengan perintahNya, tetapi sayang kita katakan, selama itu sesuai dengan hawa nafsunya dan menurut pemahaman yang semaunya. Sementara di sisi lain kita meninggalkan perintah-perintah dari sumber yang sama (al Qur'an) ketika tidak bernafsu kepadanya. Jika tidak, mengapa kita tidak mematuhi perintah Allaahu Ta'ala:
وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya."
(An-Nur: 31).
Sedangkan yang biasa nampak darinya Allaahu Ta'ala tindak lanjuti dengan ayat:
يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيْبِهِنَّ
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (keseluruh tubuh mereka)."
(al-Ahzab: 59).
Sesungguhnya nikmat Allaah Tabaaraka wa Ta'ala yang terbesar adalah nikmat iman dan hidayah. Lalu mengapa kita tidak menampakkan dan memperbincangkan nikmat Allaah Ta'ala yang terbesar ini, yang diantaranya adalah hijab secara syar`i?
Ada juga saudari kita yang mengatakan:
"Saya sadari bahwa hijab itu wajib, akan tetapi saya akan komitmen dengannya setelah Allaah memberikan hidayah nanti."
Mari kita tanyakan kepada ukhty ini, apa langkah-langkah yang ia tempuh agar mendapatkan hidayah dari Allaah ini?
Apakah dia sadar tatkala hidayah itu menerpa didepan mata, namun dia melewatinya?
Kita mengetahui bahwa Allaah Subhaanahu wa Ta'ala menjadikan segala sesuatu itu ada sebabnya. Oleh karena itu orang yang sakit minum obat supaya sembuh, seorang musafir naik kereta atau kendaraan supaya sampai ke tempat tujuan dan semisal.
Orang yang inginkan hidayah, apakah telah ta'at mengikuti perintah dan laranganNya?
Apakah kita benar-benar jujur telah mengikuti jalan hidayah dan mengerahkan segala kemampuan kita untuk sebab-sebab yang dapat mengantarkan kepada hidayah?
Seperti berdo`a kepada Allaahu Ta'ala secara ikhlash sebagaimana yang telah difirmankanNya:
إاِهْدِنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقِيْمَ
"Tunjukilah kami kepada jalan lurus."
(al-Faatihah: 6).
Seperti berteman dengan wanita-wantia shalihah, kerena mereka adalah sebaik-baik penolong untuk mendapatkan hidayah dan mempertahankannya, sehingga ia betul-betul komitmen dengan perintah-perintah Allaahu Ta'ala, dan memakai hijab yang diperintahkan olehNya kepada wanita-wanita beriman.
Tatkala kita menunda-nunda amalan yang menyebabkan hidayah datang menghampiri kita, maka hidayah itu sendiri akan menunda-nunda untuk datang menghampiri kita ...
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya Allaah, janganlah Engkau simpangkan hati kami ini setelah Engkau berikan hidayah kepada kami dan anugerahkanlah kepada kami dari sisiMu sebuah rahmat, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi."
Allaahu a'lam.


Source : Akh. Shaalih 





























Wednesday, 23 February 2011

Berkaos Kaki Tanda Muslimah Sejati ?


قال الشيخ الألباني -رحمه الله-أيضا:
أنا أرى أنه لابد أن تلبس قميصا سابغا لظهور قدميها لثبوت ذلك عن بعض أمهات المؤمنين ممكن إذا ظهر باطن قدمها وهي ساجدة مثلا فلا بأس من ذلك ,أما ظاهر القدم لابد من الستر .

Syaikh al Albani mengatakan, “Aku berpandangan bahwa seorang muslimah haruslah memakai long dress yang longgar dan panjang sehingga bisa menutupi punggung telapak kaki karena terdapat riwayat yang sahih dari salah seorang isteri Nabi yang mengatakan demikian. Jika yang nampak ketika shalat adalah bagian dalam telapak kaki seorang muslimah ketika dia dalam posisi sujud maka hukumnya tidak mengapa. Sedangkan punggung telapak kaki harus ditutupi.

(السائل: فإن تعمدت كشف قدميها هل تبطل الصلاة)

Penanya, “Jika ada muslimah yang dengan sengaja menyingkap kedua telapak kakinya apakah shalatnya batal?”

الشيخ : في أي مكان إن تعمدت فالصلاة غير مقبولة (لايقبل الله صلاة حائض إلا بخمار )

Syaikh al Albani mengatakan, “Apapun alasannya jika seorang muslimah dengan sengaja membuka telapak kakinya maka shalatnya tidak diterima karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah tidak menerima shalat seorang wanita yang sudah balig kecuali jika mengenakan kerudung”.

السائل: الجورب يكفي في ستر قدميها ؟

Penanya, “Apakah kaos kaki itu sudah cukup untuk menutupi telapak kaki seorang muslimah?”

الشيخ :لا يكفي لأنه داخل في نفي الوصف السابق لا يشف ولايصف وهو وإن لم يشف فهو يصف.

Syaikh al Albani mengatakan, “Tidak cukup karena kaos kaki itu tidak memenuhi kriteria pakaian muslimah yaitu tidak transparan dan tidak memberikan gambaran bentuk tubuh. Meski kaos kaki itu tidak transparan (sehingga nampaklah warna kulit yang dilindungi oleh kaki) namun kaos kaki itu memberikan gambaran bentuk tubuh”.

[سلسلة الهدى والنور (شريط :رقم :23)(54:40)]

Demikian penjelasan al Albani sebagaimana terdapat dalam “Silsilah al Huda wan Nuur” kaset no 23, menit ke 4 detik ke 54 dan seterusnya.

Sumber:

http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=12398&page=2

الشيخ : أما ستر القدمين في الصلاة فهذا لابد منه؛ لأن القدمين من عورة المرأة كما دل على ذلك الكتاب والسنة.

Syaikh al Albani mengatakan, “Menutupi telapak kaki bagi muslimah dalam shalat adalah sebuah keharusan karena dua telapak kaki itu termasuk aurat seorang wanita berdasarkan dalil dari al Qur’an dan sunnah.

أما هل يجوز للمرأة أن تصلي بثياب بيتها ؟.

Apakah seorang wanita boleh mengerjakan shalat dengan mengenakan pakaian yang biasa dia pakai ketika berada di rumah?

فالجواب: يبدو أنه ليس من ثياب بيتها أن تكون ساترة لقدميها، فإذاً الجواب واضح: أنه لا يجوز، ولهذا جاء في بعض الآثار السلفية: أن المرأة إذا قامت تصلي فيجب أن يكون عليها قميص سابغ يستر ظاهر قدميها،

Jawabannya kemungkinan besar pakaian seorang wanita ketika berada di rumah tidaklah menutupi kedua telapak kakinya. Sehingga jawabannya adalah jelas yaitu tidak boleh. Oleh karena itu terdapat dalam sebuah riwayat (dari salah seorang isteri Nabi) bahwa seorang wanita jika mengerjakan shalat wajib memakai long dress yang longgar dan panjang sehingga bisa menutupi punggung kedua telapak kakinya.

إلا إذا افترضنا امرأة –أيضا هذا في الخيال- تعيش في عقر دارها متحجبة متجلببة بجلبابها كما لو كانت تعيش بين الأجانب، قد يكون هناك امرأة في لباسها في بيتها شيء من التحجيم، فإذا صلت فهي فعلاً ساترة لعورتها، ولكنها من جهة أخرى مُحَجِمة لعورتها وهذا مخالف لشريعة ربها،

Kecuali jika kita andaikan ada seorang wanita-tentu saja ini hanya imajinasi- beraktivitas di dalam rumah dengan mengenaikan jilbab yang sempurna sebagaimana jika berada di antara laki-laki yang bukan mahramnya. Boleh jadi pula, pakaian seorang wanita ketika berada di rumah itu membentuk lekuk tubuh. Jika dia shalat dengan pakaian tersebut tentu saja secara real dia telah menutupi auratnya namun mengingat di sisi lain pakaiannya tersebut membentuk lekuk tubuh maka hal ini terlarang dikarenakan menyelisihi syariat.

ولذلك فلا بد للمرأة أن تتخذ إزاراً أو قميصاً طويلاً تلبسه، ولو كانت يعني حافية القدمين فيكفيها أن تستر ظهور قدميها بهذا الثوب السابغ لظاهر القدمين.

Oleh karena itu seorang muslimah harus mengenakan semisal sarung atau long dress panjang meski tidak menutupi bagian dalam telapak kaki yang penting dia bisa menutupi punggung telapak kaki dengan pakaian yang longgar dan panjang tersebut”.

السائل : هل يكفي الجوربين في ستر القدمين ؟.

Penanya, “Apakah kaos kaki sudah mencukupi untuk menutupi telapak kaki?”

الشيخ : لا ما يكفي لأنُه يُجسم.

Syaikh al Albani, “Tidak cukup karena kaos kaki itu membentuk lekuk tubuh”.

من شريط الأجوبة الألبانية على الأسئلة الأسترالية شريط 621

Demikian penjelasan al Albani sbagaimana dalam kaset al Ajwibah al Albaniyyah ‘ala al As-ilah al Astaraliyyah no 621.

Sumber:

http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=12398

Artikel www.ustadzaris.com




**Artikel: Ummu Zakaria

Sunday, 20 February 2011

Aurat Wanita di Depan Mahramnya (Bagian 2)

Penjelasan Khusus Tentang Batasan Aurat Wanita yang Boleh Tampak di Depan Mahram
1. Batasan aurat wanita di depan suami 

Allah ta’ala memulai firman-Nya dalam surat an-Nuur ayat 31 tentang bolehnya wanita menampakkan perhiasannya adalah kepada suami.Sebagaimana telah diketahui bahwa suami adalah mahram wanita yang terjadi akibat mushaharah (ikatan pernikahan). Dan suami boleh melihat dan menikmati seluruh anggota tubuh istrinya.Al-Hafizh Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan surat an-Nuur ayat 31, “Adapun suami, maka semua ini (bolehnya menampakkan perhiasan dan perintah menundukkan pandangan dari orang lain) memang diperuntukkan baginya (yakni suami). Maka seorang istri boleh melakukan sesuatu untuk suaminya, yang tidak boleh dilakukannya di hadapan orang lain.” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284)]Allah ta’ala berfirman dalam kitab-Nya,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُو جِهِمْ حَفِظُونَ ۝ إِلاَّ عَلَى أَزْوَجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُمَلُومِينَ ۝
“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela.” (Qs. Al-Ma’arij: 29-30)
Ayat di atas menunjukkan bahwa seorang suami dihalalkan untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar memandangi perhiasan istrinya, yaitu menyentuh dan mendatangi istrinya. Jika seorang suami dihalalkan untuk menikmati perhiasan dan keindahan istrinya, maka apalagi hanya sekedar melihat dan menyentuh tubuh istrinya. [Lihat al-Mabsuuth (X/148) dan al-Muhalla (X/33)]
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku mandi bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana yang berada di antara aku dan beliau sambil tangan kami berebutan di dalamnya. Beliau mendahuluiku sehingga aku mengatakan, ‘Sisakan untukku, sisakan untukku!’ ‘Aisyah mengatakan bahwa keduanya dalam keadaan junub.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 250) dan Muslim (no. 46)]
Ibnu ‘Urwah al Hanbali rahimahullah berkata dalam mengomentari hadits di atas, “Dibolehkan bagi setiap pasangan suami istri untuk memandang seluruh tubuh pasangannya dan menyentuhnya hingga farji’ (kemaluan), berdasarkan hadits ini. Karena farji’ istrinya adalah halal baginya untuk dinikmati, maka dibolehkan pula baginya untuk memandang dan menjamahnya seperti anggota tubuhnya yang lain.” [Lihat Aadaabuz Zifaaf (hal. 111), al-Kawaakib (579/29/1), dan Panduan Lengkap Nikah (hal. 298)]
Jadi, tidak ada batasan bagi seorang suami untuk melihat keseluruhan aurat istrinya, termasuk kemaluannya.
2. Batasan aurat wanita di depan wanita lainnya

Aurat seorang wanita yang wajib ditutupi di depan kaum wanita lainnya, sama dengan aurat lelaki di depan kaum lelaki lainnya, yaitu daerah antara pusar hingga lutut. [Lihat al-Mughni (VI/562)]Ibnul Jauzi berkata dalam kitabnya Ahkaamun Nisaa’ (hal. 76), “Wanita-wanita jahil (yang tidak mengerti) pada umumnya tidak merasa sungkan untuk membuka aurat atau sebagiannya, padahal di hadapannya ada ibunya atau saudara perempuannya atau putrinya, dan ia (wanita itu) berkata, “Mereka adalah kerabat (keluarga).’ Maka hendaklah wanita itu mengetahui bahwa jika ia telah mencapai usia tujuh tahun (tamyiz), karena itu, ibunya, saudarinya, ataupun putri saudarinya tidak boleh melihat auratnya.”Nabi shallallahu “alaihi wa sallam pernah bersabda,
يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَا حِدِ، وَلاَ تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةَ فِي الثَّوْبِ الْوَحِدِ .
و في روية : وَلاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عُـرْيَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ تَنْظُرُ الْمَرْأَةُ إِلَى عُـرْيَةِ الْمَرْأَةِ .
“Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang wanita melihat aurat wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria lain dalam satu kain, dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain.”
Dalam riwayat lain disebutkan,
“Tidak boleh seseorang pria melihat aurat pria lainnya, dan tidak boleh seorang wanita melihat aurat wanita lainnya” [Hadits shahih. Riwayat Muslim (no. 338), Abu Dawud (no. 3392 dan 4018), Tirmidzi (no. 2793), Ahmad (no. 11207) dan Ibnu Majah (no. 661), dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu "anhu]
Makna “uryah ( عـرية) (aurat) pada hadits di atas adalah tidak memakai pakaian (telanjang). [Lihat Panduan Lengkap Nikah (hal. 100)]
Adapun mengenai batasan aurat seorang wanita muslimah di depan wanita kafir, maka sebagian ulama berpendapat bahwa seorang wanita muslimah tidak boleh menampakkan perhiasannya kepada selain muslimah, karena lafazh أو نسآئهن yang tercantum dalam surat an-Nuur ayat 31 adalah dimaksudkan kepada wanita-wanita muslimah. Oleh karena itu, wanita-wanita dari kaum kuffar tidak termasuk ke dalam ayat tersebut, sehingga wanita muslimah tetap wajib untuk berhijab dari mereka. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284), Tafsir al-Qurthubi (no. 4625), Fat-hul Qaadir(IV/22) dan Jilbab Wanita Muslimah (hal. 118-119)]
Ada juga ulama yang berpendapat bahwa lafazh أو نسآئهن bermakna wanita secara umum, baik dia seorang muslimah ataupun seorang wanita kafir. Dan kewajiban berhijab hanyalah diperuntukkan bagi kaum lelaki yang bukan mahram, sehingga tidak ada alasan untuk menetapkan kewajiban hijab di antara wanita muslimah dan wanita kafir. [Lihat Jaami' Ahkaamin Nisaa' (IV/498), Durus wa Fataawaa al-Haram al-Makki(III/264) dan Fataawaa al-Mar'ah (I/73)]
Namun, pendapat yang paling mendekati kebenaran dan keselamatan -insya Allah- adalah pendapat pertama, karena pada awal ayat tersebut (Qs. An-Nuur: 31), Allahta’ala memulai perintah hijab dengan lafazh وقل للمؤمنت yang artinya, “Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminah…“. Maka lafazh selanjutnya, yaitu أو نسآئهن lebih dekat maknanya kepada wanita-wanita dari kalangan kaum muslimin. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284)]


3. Batasan aurat wanita di depan para budak


Di dalam ayat di atas, disebutkan أو ما ملكت أيمنهن atau budak-budak yang mereka miliki…”, di mana maksud ayat ini mencakup budak laki-laki maupun wanita. [Lihat al-Mabsuuth (X/157]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa seorang budak boleh melihat majikan wanitanya (dalam hal ini maksudnya adalah bertatap muka) karena kebutuhan. [LihatMajmuu' al-Fataawaa (XVI/141)]Jadi seorang budak diperbolehkan melihat aurat majikan wanitanya sebatas yang biasa nampak, dan tidak lebih dari itu.
4. Batasan aurat wanita di depan orang yang tidak memiliki hasrat (syahwat) terhadap wanita

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan lafazh أوِ التبعين غير أولى الإربة من الرجال, , “Maknanya adalah para pelayan dan pembantu yang tidak sepadan, sementara dalam akal mereka terdapat kelemahan.” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir(III/284)]Maksudnya adalah orang-orang tersebut tidak memiliki hasrat terhadap wanita disebabkan usianya yang sudah lanjut, kelainan seksual (banci), atau menderita penyakit seksual (impoten/lemah syahwat). [Lihat Ensiklopedi Fiqh Wanita(II/165)]Jika melihat realita pada zaman sekarang ini, orang-orang tersebut memang tidak akan berhasrat kepada wanita, namun mereka memiliki kecenderungan untuk menceritakan keadaan kaum wanita kepada orang lain yang memiliki hasrat kepada wanita, sehingga dikhawatirkan akan timbul fitnah secara tidak langsung. Oleh karena itu, hendaklah para wanita tidak membuka aurat mereka, kecuali yang biasa nampak darinya.

5. Batasan aurat wanita di depan anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita
Maksud lafazh أو الطـفـل الذين لم يظهروا على عورت النسآء adalah anak yang masih kecil dan tidak mengerti tentang keadaan kaum wanita dan aurat mereka. Anak yang belum memahami aurat, tidak mengapa bila dia masuk ke ruangan wanita. Adapun jika anak tersebut telah memasuki masa pubertas atau mendekatinya, di mana dia mulai mengerti tentang semua itu, dan dapat membedakan antara wanita yang cantik dan yang tidak cantik, maka dia tidak boleh lagi masuk ke dalam ruangan wanita. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284)]
    Catatan Penting
    Berikut ini adalah beberapa catatan penting yang harus diperhatikan dalam hal batasan aurat seorang wanita yang boleh ditampakkan di depan para mahram, yaitu:
    1. Seorang mahram, kecuali suami wanita tersebut, boleh melihat perhiasan seorang wanita -berdasarkan pada penjelasan terdahulu- dengan syarat bukan dalam keadaan menikmatinya dan disertai dengan syahwat. Jika hal itu terjadi, maka tidak syak (ragu) dan tidak ada khilaf (perselisihan) dalam masalah ini bahwa hal ituterlarang hukumnya. [Lihat Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/159)]
    2. Seorang wanita boleh menanggalkan pakaiannya jika dia merasa aman dari kemungkinan adanya orang-orang asing yang dapat melihatnya dan ditempat orang-orang yang terpercaya (khusus yang menjadi mahramnya), di mana orang-orang tersebut mengetahui ketentuan-ketentuan Allah sehingga mereka menjaga kehormatan dan kesucian seorang muslimah. [Lihat Panduan Lengkap Nikah (hal. 103) dan tambahan penjelasan secara khusus dalam Syarah al-Arba'un al-Uswah (no. 26)]
    3. Dan hendaknya seorang wanita tetap memelihara hijabnya dan menjaga auratnyakecuali yang biasa nampak darinya, di depan seluruh mahramnya -kecuali suami-, agarmuru’ah (kehormatan) dan “iffah (kesucian diri) dapat senantiasa terjaga.
    Seorang wanita muslimah harus senantiasa memperhatikan hal-hal yang dapat menjerumuskannya ke dalam lembah kemaksiatan. Dia diharuskan untuk menjaga dirinya dari fitnah yang dilancarkan setan dari berbagai penjuru. Untuk itu, rasa malu lebih wajib untuk dimiliki oleh kaum wanita, sehingga dengannya seorang wanita muslimah dapat menjadi uswah (teladan) bagi saudarinya yang lain dalam berakhlaqul karimah.
    Wallahu a’lam wal musta’an.
    ***
    artikel muslimah.or.id
    Penyusun: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
    Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
    Maraji’:
    • Ensiklopedi Fiqh Wanita, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, cet. Pustaka Ibnu Katsir
    • Fataawaa an-Nisaa’ (Edisi Terjemah), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ta’liq: Muhammad Muhammad Amir, cet. Ailah
    • Fat-hul Baari bi Syarh Shahiih al-Bukhari, Ibnu Hajar al-Asqalani, cet. Daar al-Hadits
    • Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Lajnah ad-Daimah lil Ifta’, cet. Darul Haq
    • Jilbab Wanita Muslimah Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Pustaka at-Tibyan
    • Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq, cet. Pustaka Ibnu Katsir
    • Syarah al-Arba’uun al-Uswah Min al-Ahaadiits al-Waaridah fii an-Niswah, Manshur bin Hasan al-Abdullah, cet. Daar al-Furqan

    **Artikel: Ummu Zakaria