Sunday 2 November 2014

Dimana Letak Kebahagiaan?


Bila kita perhatikan, zaman sekarang ini betapa banyak orang yang mencari-cari yang namanya bahagia. Betapa banyak orang yang melakukan pengorbanan untuk meraih yang namanya kebahagiaan. Namun, kita lihat cara mereka bermacam-macam. 

Sebagian orang menyangka bahwasanya kebahagiaan terdapat pada harta, maka merekapun mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Mereka menyangka bila memiliki harta maka semua bisa dipenuhi, kebutuhan apa saja bisa dipenuhi, tatkala semua kebutuhan bisa dipenuhi, maka akan bahagia, sehingga mereka kumpulkan harta dengan sebanyak-banyaknya. Namun kenyataannya tidak demikian, betapa banyak orang yang kaya-raya namun sama sekali tidak mendapatkan kebahagiaan, bahkan kehidupannya rusak, rumah tangganya rusak meskipun hartanya berlimpah ruah.

Kalau memang kebahagiaan itu Allah letakkan pada harta, maka Qarun itulah orang yang paling berbahagia. Sebagaimana Allah jelaskan bahwasanya Qarun itu merupakan orang yang paling kaya, kata Allah Subhaanahu wa Ta'ala,

اِنَّ قَارُوۡنَ كَانَ مِنۡ قَوۡمِ مُوۡسٰى فَبَغٰى عَلَيۡهِمۡ​ وَاٰتَيۡنٰهُ مِنَ الۡكُنُوۡزِ مَاۤ اِنَّ مَفَاتِحَهٗ لَـتَـنُوۡٓاُ بِالۡعُصۡبَةِ اُولِى الۡقُوَّةِ

"Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat... "
(Al Qashash: 76)

Allah jelaskan bahwasanya Qarun itu salah satu dari kaumnya Nabi Musa 'alaihi salam dan dia telah berbuat zhalim kepada kaumnya Nabi Musa 'alaihi salam dan Allah telah memberikan perbendaharaan harta kepada dia yang sangat banyak, yang kunci-kunci gudangnya itu hanya bisa dipikul sekumpulan orang yang kuat, bahkan disebutkan oleh ahli tafsir kunci-kunci gudang-gudangnya Qarun ini dipikul oleh 60 ekor begol (hasil dari keledai dan kuda).
Betapa banyak harta si Qarun ini. Bila kuncinya saja sampai ber ton-ton, bagaimana dengan gudangnya? Tentunya hartanya sangat banyak.
Namun Allah tidak memberikan kebahagiaan pada Qarun, justru harta yang ia miliki menjadikan dia angkuh, malah menjadikan dia sombong. Akhirnya Allah benamkan dia dan hartanya kedalam bumi.
Oleh karena itu, kebahagiaan bukanlah terletak pada harta. Ini harus kita camkan.

Kemudian juga sebagian orang menyangka bahwasanya kebahagiaan terdapat pada ketenaran, terdapat pada jabatan dan pangkat, maka mereka berlomba-lomba mencari jabatan, pangkat dan ketenaran di mata manusia. Mereka rela berkorban uang berjuta-juta, bermilyar-milyar, bahkan triliun! agar bisa memperoleh kedudukan tinggi di mata masyarakat. Luar biasa usaha mereka.
Namun apakah dengan jabatan yang tinggi kemudian lantas otomatis bisa bahagia? Tidak.
Betapa banyak pejabat yang kehidupannya rusak.
Betapa banyak pejabat yang sama sekali tidak bahagia.
Sebagaimana banyak diantara orang kaya yang tidak berbahagia.

Padahal apa saja mereka miliki, dunia mereka miliki namun Allah tidak memberi anugerah kebahagiaan dalam hati mereka. 
Oleh karena itu, kalau memang Allah meletakkan kebahagiaan pada pangkat, pada jabatan, maka Fir'aun adalah orang yang paling bahagia. Fir'aun telah mencapai tingkatan yang sangat tinggi, Raja-Diraja. Bahkan sampai berlebih-lebihannya dia mengatakan 'Saya adalah Tuhan kalian yang Maha Tinggi' subhanallaah,, iblis saja tidak seperti itu, iblis saja mungkin kaget mendengar perkataan Fir'aun ini. Kenapa? Karena iblis mengakui bahwasanya Allah adalah Tuhannya. -fa bi izzatika- tatkala iblis bersumpah untuk menggelincirkan manusia, iblis berkata fa bi izzatika, "Demi Keperkasaan Engkau yaa Allaah" dan kata-kata iblis ini bermakna bahwa iblis mengakui bahwa Allah adalah Tuhannya.
Namun, apakah Allah memberikan kebahagiaan pada Fir'aun? Tidak.

Oleh karena itu, merupakan keadilan Allah, Allah meletakkan kebahagiaan dan kelezatan iman kepada siapa saja, tidak dibeda-bedakan antara orang miskin atau orang kaya, pejabat atau bukan pejabat, siapa saja bisa bahagia, orang miskin bisa bahagia, orang kaya bisa bahagia, pejabat bisa bahagia, orang yang tidak dikenal orangpun bisa bahagia, dengan syarat apa? dengan syarat beramal shalih dan beriman.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ 

"Barang siapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
(An Nahl: 97)

Oleh karena itu, kita yang telah memiliki iman sebagai seorang muslim, maka tugas kita cuma satu, kita menyirami iman kita ini. Jangan kita biarkan iman kita kering.

Untuk bisa merasakan kelezatan iman, maka kita penuhi dengan siraman rohani, dengarkan ayat-ayat Allah, membaca AlQur'an, dengarkan hadits, dan mengamalkan agama Allah, niscaya Allah akan memberikan kebahagiaan.
____________

[Dikutip dari Mp3 kajian "Permisalan Mukmin Laksana Pohon Kurma" - Ustadz Firanda]

Saturday 1 November 2014

Obat Bagi Penderita Kasmaran


Ketahuilah Saudaraku, bahwasanya ada suatu penyakit yang apabila tidak diobati dapat merusak iman dan akal sehat penderitanya. Penyakit yang biasanya menimpa kawula muda ini bernama kasmaran.
Mengapa kasmaran dinamakan penyakit yang berbahaya dan harus diobati? Hal ini dikarenakan si penderita lebih sibuk mencintai dan mengingat makhluk sehingga lalai mencintai serta mengingat Allah. Si penderita juga akan merasakan tersiksanya hati karena makhluk yang dicintai. Siapa saja yang mencintai sesuatu selain Allah pasti akan tersiksa karenanya. Hidup orang yang kasmaran seperti halnya tawanan yang terikat. Sebaliknya, hidup orang yang terbebas pikirannya dari mabuk cinta adalah lepas dan merdeka. Seperti dikatakan penya’ir:
    Ia bebas dalam pandangan mata, padahal sebenarnya tawanan
    Yang sakit dan mengelilingi pusat kebinasaan
    Ia adalah mayat yang terlihat hidup dan berjalan
    Yang tidak akan bangkit meski tiba hari Kebangkitan
    Hatinya hilang dalam gemuruh kesengsaraan
    Yang tidak tersadarkan hingga kematian menjemput
Jika kasmaran kuat dan kokoh di hati penderita, niscaya ia akan merusak pikiran dan lalai dari kemaslahatan agama dan dunianya. Semakin hati itu dekat dengan cinta semu, ia pun akan semakin menjauh dari Allah sehingga syaiton pun mudah menguasai dirinya.
Dengan demikian, penyakit kasmaran perlu untuk diobati. Rasulullah bersabda,

لكل داءٍ دواءٌ، فإذا أُصِيبَ دواءُ الداء، بَرَأَ بإذن الله عزَّ وجل

Artinya: “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat tersebut sesuai dengan penyakitnya, maka ia akan sembuh dengan izin Allah.” (HR.Muslim)

Berikut beberapa trik mengatasi kasmaran:

Langkah pertama, Obat penyakit yang fatal ini dimulai dari kesadaran penderita bahwa cobaan yang menimpanya merupakan lawan dari tauhid. Hal ini terjadi karena kebodohan dan kelalaian hatinya kepada Allah. Oleh sebab itu, wajib baginya mengetahui hakikat tauhid kepada Allah, sunnah-sunnahNya, dan ayat-ayatNya.

Selanjutnya, dia harus melaksanakan seluruh ibadah baik lahir maupun batin supaya hatinya sibuk sehingga tidak berpikir tentang kasmarannya. Ia juga harus memperbanyak ketundukan hati dan bersandar kepadaNya untuk memalingkan perasaan cinta tersebut dengan mengembalikan hatinya kepada Allah. Tidak ada obat yang lebih bermanfaat daripada ikhlas kepada Allah. Inilah obat yang disebutkan dalam kitabNya sebagaimana firman-Nya :

كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

Artinya: “… Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih.” (QS Yusuf: 24)

Hendaklah si penderita kasmaran berusaha dengan gigih untuk mengobati penyakit kasmarannya, karena kasmaran hanya manis pada awalnya tetapi pada pertengahannya menyebabkan kesulitan, kesibukan hati, bahkan penyakit jiwa lalu akhirnya adalah ‘kebinasaan dan pembunuhan’. Na’udzubillah.

Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita agar kita senantiasa melakukan amalan ketaatan dan meninggalkan amalan yang sia-sia.
—-
Penyusun: Dwi Pertiwi
Murojaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Referensi : “Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’”. Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah
Artikel www.muslimah.or.id