Showing posts with label HIKMAH. Show all posts
Showing posts with label HIKMAH. Show all posts

Thursday, 9 October 2014

Sebuah Ruang Berdindingkan Ketenangan


Ditulis oleh Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai
            Dengan kecepatan sedang,sebuah mobil Avanza berwarna hitam menemani kami menyibak jalur yang cukup padat ke arah kota Surakarta. Sisa-sisa kegembiraan kaum muslimin setelah berbuka puasa selepas maghrib hari itu masih nampak hangat terasa. Malah,semakin dekat dengan lokasi rumah saya, seolah jalan semakin menyempit karena kesibukan kaum muslimin untuk berangkat taraweh. Namun, kecepatan mobil tetap sedang.
            Hanya kami berdua di dalam Avanza hitam itu. Saya dan seorang sopir yang “bertugas” antar jemput. Sopir mobil ternyata bukan sembarang sopir. Sopir itu, dalam kesehariannya adalah kepala bidang ekonomi di BAPEDA sebuah kabupaten yang cukup luas wilayahnya. Saya juga sempat terkejut dan berpikir,”Luar biasa bapak ini! Mau-maunya melakukan tugas antar jemput”.
            Nah, di celah-celah sempit dari ruang waktu yang ada antara Polokarto-Sukoharjo ada selembar diskusi menarik antara saya dan bapak itu. Kata-kata dari bapak itu sangat tersusun rapi dengan nada dan intonasi yang memancarkan ketulusan. Sampai-sampai, kata-kata tersebut mampu memecahkan kebekuan hati. Sungguh!
            “Ustadz, saya senang sekali mendengarkan bacaan Al Qur’an. Saya dapat merasakan keteduhan. Kadang-kadang saya menangis sendiri jika menikmati bacaan tartil Al Qur’an. Sungguh-sungguh memberikan keteduhan!”
            Kata-kata di atas kemudian terngiang terus di telinga. Memang benar,Al Qur’an bisa memberikan keteduhan dan ketenangan. Saya pikir tidak semua orang telah mencapai tingkatan seperti sang “sopir” dalam penggalan kisah di atas.  Saya yakin, belum tentu setiap orang berhasil merasakan keteduhan dengan sebab bacaan Al Qur’an. Bagaimana dengan Anda?
            Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits di dalam shahihnya dari sahabat Al Bara’ bin ‘Azib;
            “Malam itu ada seorang sahabat membaca surat Al Kahfi. Di dekatnya ada seekor kuda miliknya yang diikat dengan dua utas tali cencang. Kemudian, ada segumpal awan tipis turun menaungi. Awan tipis itu terus berputar bergerak turun, sementara kuda miliknya melompat-lompat seolah ingin lari.
            Keesokan hari, sahabat tersebut datang menemui nabi Muhammad dan menceritakan peristiwa semalam. Setelah itu Rasulullah bersabda,
تِلْكَ السَّكِينَةُ تَنَزَّلَتْ لِلْقُرْآنِ
“Itu adalah keteduhan yang turun karena Al Qur’an”[1]
            Kejadian nyata yang dialami sahabat nabi di atas sejatinya menjadi sebuah jawaban penting untuk kita yang selalu bertanya dan mencari-cari jawaban, Di manakah aku bisa hidup tenang? Kemanakah aku akan mencari sebuah keteduhan?”.
            Apalagi saat kejenuhan telah menjajah hati dan pikiran. Urusan dunia yang menumpuk laksana sebuah menara memang tiada pernah ada akhirnya. Berkutat dan terus berkutat dengan masalah. Walau hidup tak mungkin bebas dari masalah namun kita pasti memiliki titik nadir dari semangat. Di situlah letak penting sebuah keteduhan. Lalu, di manakah kita akan mendapat keteduhan?
            Sabda nabi Muhammad di atas semestinya menyadarkan kita, jika Dzat yang telah menciptakan manusia tentu Maha Mengetahui kelemahan dan kebutuhan hamba Nya. Allah mengetahui,dengan ilmu Nya yang sangat luas, bahwa kita pasti sering mengalami kejenuhan dan kebosanan hidup. Kita membutuhkan ketenangan dan keteduhan. Dan Allah telah memberikan jalan.
            Membaca Al Qur’an pasti menghadirkan ketenangan. Mendengarkan bacaan Al Qur’an tentu menaungkan keteduhan. Percaya ataukah tidak seperti itulah faktanya! Cobalah, tentu Anda akan merasakannya!
            Usaid bin Khudair,seorang sahabat,pagi-pagi benar telah menemui Rasulullah. Ia menceritakan kepada Nabi jika semalam telah melihat semacam bayangan, di dalamnya seperti pelita-pelita bercahaya. Lalu bayangan tersebut naik membumbung tinggi ke angkasa hingga tidak terlihat lagi. Peristiwa itu terjadi saat Usaid bin Khudair sedang membaca Al Qur’an.
            Lihatlah jawaban dan keterangan nabi Muhammad! Beliau yang berbicara atas nama wahyu langit.
          تِلْكَ الْمَلَائِكَةُ كَانَتْ تَسْتَمِعُ لَكَ وَلَوْ قَرَأْتَ لَأَصْبَحَتْ يَرَاهَا النَّاسُ مَا تَسْتَتِرُ مِنْهُمْ
            “Itu adalah para malaikat yang turut mendengar engkau membaca Al Qur’an. Seandainya engkau terus membaca sampai pagi,pasti orang-orang akan mampu menyaksikan malaikat-malaikat itu. Mereka tidak akan bersembunyi dari manusia”[2]
Subhanallah!
            Malaikat pun turut hadir untuk mendengarkan Al Qur’an.
            Boleh-boleh saja kita bertanya,”Tidakkah hal ini khusus untuk sahabat? Bukankah yang semacam ini hanya ada di zaman nabi? Apa mungkin terjadi pada kita yang hidup di akhir zaman?”.Ya, pertanyaan semacam ini wajar sekali.
            Imam An Nawawi menerangkan bahwa hadits di atas adalah dalil tentang keutamaan membaca Al Qur’an. Qira’atul qur’an juga menjadi sebab turunnya rahmat dan hadirnya para malaikat.
            Hanya saja,apakah bacaan kita seperti bacaan Usaid bin Khudair? Baik keindahan maupun benar tidaknya kita mengucapkan huruf dan ayat-ayat Al Qur’an? Seandainya di dalam membaca Al Qur’an sudah benar dan indah bacaan kita bahkan mampu menghayati dan meresapi setiap maknanya, barangkali kita bisa berharap.
            Namun, sudah benarkah Anda dalam membaca Al Qur’an? Benar-benar indahkah bacaan Anda? Silahkan menjawab sendiri.
            Bisa juga kita mengukur kebenaran iman dari bacaan Al Qur’an. Caranya? Sangat mudah. Mampukah kita merasakan ketenangan dan keteduhan di hati dengan membaca Al Qur’an? Itu saja.
            Allah berfirman,
  الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. 13:28)
                 Maha benar firman Allah! Tidak setitik pun ada ragu di dalam hati. Dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. Dzikrullah banyak macam dan bentuknya, salah satunya adalah dengan membaca Al Qur’an. Bahkan,membaca Al Qur’an menjadi pilihan terbaik hamba untuk mengingat rabbnya.
            Sedih. Di satu sisi berbahagia.
            Sedih? Melihat kenyataan saudara-saudara kita yang “salah” jalan untuk mencari ketenangan hati. Banyak pilihan memang tapi hanya ketenangan semu. Sementara waktu saja sifatnya. Bukannya memberi ketenangan malah justru menambah kegelisahan.
            Masih ingat dengan cerita seorang pilot yang memakai shabu-shabu? Ternyata itu bukan cerita baru. Para pelatih dan pendidik siswa penerbangan turut mengamini tentang adanya kemungkinan itu terjadi. Sebab, di udara,seorang pilot pesawat memiliki beban dan tekanan tanggung jawab yang berat. Apalagi saat menghadapi cuaca ekstrem. Belum lagi jika memiliki masalah pribadi atau terkait keluarga. Oleh karena itu, secara berkala selalu dilakukan tes urine untuk para pilot pesawat.
            Apa pengakuan dari pilot yang menggunakan shabu-shabu itu? Ingin mencari ketenangan, biar teduh hatinya. Sayang, salah jalan.
            Bukan hanya pilot! Anak-anak muda sampai para pejabat, ada bahkan banyak di antara mereka yang memilih obat-obatan penenang untuk sekadar “terbang”,melupakan masalah. Namun,itukah jalan keluarnya? Tidak! Sekali lagi, mereka salah jalan. Astaghfirullah
            Pernah mendengar aksi bunuh diri? Sering. Ada yang akhirnya “berhasil” melakukan bunuh diri, ada juga yang gagal. Ada yang mengaku sendiri, entah melalui surat yang ditinggalkan atau melalui sms, juga ada yang berdasarkan penuturan teman dan kerabat. Kira-kira hampir semua beralasan ingin mengusir kegalauan,ingin mengakhiri penderitaan. Agar lebih tenang.
            Dusta! Itu bohong belaka. Agama tidak mengajarkan demikian. Agama membimbing dan mengarahkan kita untuk tegar dan tabah di dalam menjalani semua masalah dan problem. Bukan dengan jalan “pintas” menyesatkan ; bunuh diri.
            Untuk mencari ketenangan hati dan keteduhan jiwa serta pikiran,ada jalannya. Ingat-ingatlah Allah! Dekatkan diri kepada Nya! Bacalah firman-firman Nya! Anda pasti akan tenang.
            Di sisi yang lain, ada rasa bahagia.
            Sebab, kini kita sama-sama tahu jika dengan membaca atau mendengarkan bacaan Al Qur’an,hati pasti akan tenang dan jiwa pun tenteram.
            Sekarang, bersiap-siaplah untuk memasuki dan menikmati sebuah ruang yang beralaskan dan berdindingkan ketenangan! Baca dan dengarkanlah Al Qur’an!

[1] Muslim (795)
[2] Hadits Abu Said,Bukhari (5081) Muslim (796)
Source : Salafy or id

Nasihat Salamah bin Dinar kepada Khalifah


Pada tahun 97 H, khalifah Muslimin Sulaiman bin Abdul Malik menempuh perjalanan ke negeri yang disucikan, memenuhi undangan bapak para Nabi, yakni Ibrahim alaihis salam. Iring-iringan itu bergerak dengan cepat dari Damaskus, ibukota kekhalifahan Umawiyah, menuju Madina al-Munawarah.

Ada rasa rindu pada diri khalifah di raudhah nabawi yang suci dan rindu untuk mengucapkan salam atas Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Rombongan tersebut disertai para ahli qurra’ (Ahli al-qur’an), muhadditsin (ahli hadits), fuqaha (ahli fiqih), ulama, umara dan para perwira.

Setibanya khalifah di Madinah dan menurunkan perbekalan, orang-orang dari para pemuka Madinah menghampiri mereka untuk mengucapkan salam dan menyambut kedatangan khalifah.

Akah tetapi Salamah bin Dinar sebagai qadhi dan imam kota yang terpercaya, ternyata tidak termasuk ke dalam rombongan manusia yang turut menyambut dan mengucapkan salam kepada Khalifah.

Setelah selesai melayani orang-orang yang menyambutnya, Sulaiman bin Abdul Malik berkata kepada orang-orang yang dekat dengannya, “Sesungguhnya hati itu bisa berkarat dari waktu ke waktu sebagaimana besi bila tidak ada yang mengingatkan dan membersihkan karatnya. Mereka berkata, “Benar, wahai amirul mukminin.” Lalu beliau berkata, “Tidak adakah di Madinah ini seseorang yang bisa menasihati kita, seseorang yang pernah berjumpa dengan para sahabat Rasulullah?” Mereka menjawab, “Ada wahai amirul mukminin, di sini ada Abu Hazim al-A’raj.”

Beliau bertanya, “Siapa itu Abu Hazim?” Mereka menjawab, “Dialah Salamah bin Dinar, seorang alim, cendekia dan imam di kota Madinah. Beliau termasuk saslah satu tabi’in yang pernah bersahabat baik dengan beberapa sahabat utama.” Khalifah berkata, “Kalau begitu panggilah beliau kemari, namun berlakulah sopan kepada beliau.”



Para pembantu khalifah pun pergi memanggil Sulaiman bin Dinar.

Setelah Abu Hazim datang, khalifah menyambut dan membawanya ke tempat pertemuannya.

Khalifah: “Mengapa anda demikian angkuhnya terhadapku, wahai Abu Hazim.”

Abu Hazim: “Angkuh yang bagaimana yang anda maksud dan anda lihat dari saya wahai Amirul Mukminin?”

Khalifah: “Semua tokoh Madinah datang menyambutku, sedang anda tidak menampakkan diri sama sekali.”

Abu Hazim: “Dikatakan angkuh itu adalah setelah perkenalan, sedangkan anda belum mengenal saya dan sayapun belum pernah melihat anda. Maka keangkuhan mana yang telah saya lakukan?”

Khlaifah: “Benar alasan syaikh dan khalifah telah salah berprasangka. Dalam benakku banyak masalah yang ingin aku utarakan kepada anda wahai Abu Hazim.”

Abu Hazim: “Katakanlah wahai Amirul Mukminin, Allah tempat memohon pertolongan.”

Khalifah: “Wahai Abu Hazim mengapa kita membenci kematian?”

Abu Hazim: “Karena kita memakmurkan dunia kita dan menghancurkan akhirat kita. Akhirnya kita benci keluar dari kemakmuran menuju kehancuran.”

Khalifah; “Anda benar wahai Abu Hazim. Apa bagian kita di sisi Allah kelak?”

Abu Hazim: “Bandingkan amalan anda dengan kitabullah, niscaya anda bisa mengetahuinya.”

Khalifah: “Dalam ayat yang mana saya dapat menemukannya?”

Abu Hazim: “Anda bisa temukan dalam firman-Nya yang suci:


إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh keni'matan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (Surah. Al-Infitar [82] : 13-14)

Khslifah: “Jika demikian, dimanakah letak rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala?”

Abu Hazim: (membaca firman Allah):


إِنَّ رَحْمَتَ اللّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ

“Sesungguhnya rahmat Allah itu amat dekat dengan mereka yang berbuat kebajikan.” (QS Al-A’raf [7]: 56)

Khalifah: “Lalu bagaimana kita menghadap Allah kelak, wahai Abu Hazim?”

Abu Hazim: “Orang-orang yang baik akan kembali kepada Allah seperti perantau yang kembali kepada keluarganya, sedangkan yang jahat akan datang seperti budak yang curang atau lari lalu diseret kepada majikannya yang keras.”

Khalifah menangis mendengarnya sampai keluar isaknya, kemudian berkata...
Khalifah: “Wahai Abu Hazim, bagaimana cara memperbaiki diri?”

Abu Hazim: “Dengan meninggalkan kesombongan dan berhias dengan muru’ah (menjaga kehormatan).”

Khalifah: “Bagaimana memanfaatkan harta benda agar ada nilai takwa kepada Allah I?”

Abu Hazim: “Bila anda mengambilnya dengan cara yang benar dan meletakkannya di tempat yang benar pula lalu anda membaginya dengan merata dan berlaku adil terhadap rakyat.”

Khalifah: “Wahai Abu Hazim, jelaskan kepadaku siapakah manusia yang paling mulia itu?”

Abu Hazim: “Yaitu orang-orang yang menjaga muru’ah dan bertakwa.”

Khalifah: “Lalu perkataan apa yang paling besar manfaatnya?:”

Abu Hazim: “Perkataan benar, yang diucapkan di hadapan orang yang ditakuti dan diharapkan bantuannya.”

Khalifah: “Wahai Abu Hazim, doa manakah yang paling mustajab?”

Abu Hazim: “Doa orang-orang baik untuk orang-orang baik.”

Khalifah: “Sedekah manakah yang paling utama?”

Abu Hazim: “Sedekah dari orang yang kekurangan kepada orang yang membutuhkan tanpa menggerutu dan kata-kata yang menyakitkan.”

Khalifah: “Wahai Abu Hazim, siapakah orang yang paling dermawan dan terhormat?”

Abu Hazim: “Orang yang menemukan ketaatan kepada Allah  lalu diamalkan dan diajarkan kepada orang lain.”

Khalifah: “Siapakah orang yang paling dungu?”

Abu Hazim: “Orang yang terpengaruh oleh hawa nafsu kawannya, padahal kawannya tersebut orang yang dzalim. Maka pada hakikatnya dia menjual akhiratnya untuk kepentingan dunia yang lain.”

Khalifah: “Wahai Abu Hazim, maukah engkau mendampingi kami agar kami bisa mendapatkan sesuatu darimu dan anda mendapatkan sesuatu dari kami?”

Abu Hazim: “Tidak, wahai Amirul Mukminin.”

Khalifah: “Mengapa?”

Abu Hazim: “Saya khawatir kelak akan condong kepada anda sehingga Allah menghukum saya dengan kesulitan di dunia dan siksa di akhirat.”

Khalifah: “Utarakanlah kebutuhan anda kepada kami wahai Abu Hazim.”

Abu Hazim tidak menjawab sehingga Khalifah mengulangi pertanyaannya: “Wahai Abu Hazim, utarakan hajat-hajatmu, kami akan memenuhi sepenuhnya..”

Abu Hazim: “Hajat saya adalah selamat dan masuk surga.”

Khalifah: “Itu bukan wewenang kami, wahai Abu Hazim.”

Abu Hazim: “Saya tidak memiliki keperluan selain itu wahai Amirul Mukminin.”

Khalifah: “Wahai Abu Hazim, berdoalah untukku.”

Abu Hazim: “Ya Allah bila hamba-Mu Sulaiman ini adalah orang yang Engkau cintai, maka mudahkanlah jalan kebaikan baginya di dunia dan di akhirat. Dan jika dia termasuk musuh-Mu, maka berilah dia hidayah kepada apa yang Engkau sukai dan Engkau ridhai. Amin.”

Salah satu hadirin berkata: “Alangkah buruknya perkataanmu tentang Amirul Mukminin. Engkau sebutkan khalifah muslimin barangkali termasuk musuh Allah ? Kamu telah menyakiti perasaannya.

Abu Hazim: “Justru perkataanmu itulah yang buruk. Ketahuilah bahwa Allah telah mengambil janji dari para ulama agar berkata jujur:


وَإِذَ أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلاَ تَكْتُمُونَهُ

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya,"” (QS Al-Imran [3] : 187)

Beliau menoleh kepada Khalifah seraya berkata: “Wahai Amirul Mukminin, umat-umat terdahulu tinggal dalam kebaikan dan kebahagiaan selama para pemimpinnya selalu mendatangi ulama untuk mencari kebenaran pada diri mereka. Kemudian muncullah kaum dari golongan rendah yang mempelajari berbagai ilmu mendatangi para amir untuk mendapatkan suatu kesenangan dunia. Selanjutnya para amir itu tidak lagi menghiraukan perkataan ulama, mereka pun menjadi lemah dan hina di mata Allah . Seandainya segolongan ulama itu tidak tamak terhadap apa yang ada di sisi para amir, tentulah amir-amir tersebut akan mendatangi mereka untuk mencari ilmu. Tetapi karena para ulama menginginkan apa yang ada di sisi para amir, maka para amir tak mau lagi menghiraukan ucapannya.”

Khalifah: “Anda benar. Tambahkanlah nasihat untukku wahai Abu Hazim, aku benar-benar tidak mendapati hikmah yang lebih dekat dengan lisannya daripada anda.”

Abu Hazim: “Bila anda termasuk orang yang suka menerima nasihat, maka apa yang saya utarakan tadi cukuplah sebagai bekal. Tetapi bila tidak dari golongan itu, maka tidak perlu lah aku memanah dari busur yang tak ada talinya.”

Khalifah: “Wahai Abu Hazim, aku berharap anda mau berwasiat kepadaku.”

Abu Hazim: “Baiklah, akah saya katakan dengan ringkas. Agungkanlah Allah  dan jagalah, jangan sampai Dia melihat anda dalam keadaan yang tidak disukai-Nya dan tetaplah anda berada di tempat yang diperintahkan-Nya.”

Setelah itu Abu Hazim mengucapkan salam dan mohon diri. Khalifah berkata, “Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan wahai seorang alim yang suka menasihati.”


Sumber: Suwaru min Hayaati at-Tabi’in (edisi Indonesia), Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya, At-Tibyan, hal. 163-168)


Source:Khayla.net

Friday, 31 May 2013

5 Kelebihan Yang Diberikan Allah Kepada Unta



"Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana dia diciptakan?” (QS. Al Ghasiyah: 17)


Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerlihatkan banyak ayat kebesaran-Nya kepada kita. Hanya saja kita, manusia, seringkali lalai darinya. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita tentang kebesaran-Nya ini dalam Al-Qur’an. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk memerhatikan unta. Tentu, ketika Allah memerintahkan kita untuk memerhatikan satu ayat-Nya ini, di sana terdapat keagungan yang penting untuk kita perhatikan.

Unta, sebagai makhluk yang mampu bertahan di gurun, tentu memiliki susunan tubuh yang berbeda dengan hewan lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan organ-organ khusus yang menunjang hidupnya untuk membelah ganas dan kerasnya iklim gurun. Inilah sebagian kekhususan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya:

1. Punuk Unta
Punuk unta adalah gundukan lemak. Gundukan lemak ini berfungsi ketika terjadi kekurangan makanan. Lemak ini bisa diubah menjadi sumber tenaga dan air. Sehingga, unta dapat berjalan di padang pasir yang sangat panas dan bertahan selama sekitar tiga pekan tanpa makan dan minum. Selama masa ini, unta kehilangan 33 % berat badannya. Padahal, dalam kondisi yang sama seorang manusia meninggal dalam waktu 36 jam, dan kehilangan seluruh air dari tubuhnya serta 8 % berat badannya.

Ketika unta menemukan sumber air, ia akan meminumnya dan menyimpannya di tempat-tempat yang bisa menyimpannya, termasuk darah. Unta mampu minum air sebanyak sepertiga berat badannya dalam waktu sepuluh menit.

2. Mata Unta

Bagian kelopak mata unta dapat tembus cahaya sehingga dia bisa tetap melihat walaupun matanya tertutup. Kelopak mata dan bulu matanya yang panjang berfungsi melindungi mata dari masuknya debu dan butiran pasir akibat hembusan badai pasir. Selain itu, bulu matanya bisa saling mengait membentuk semacam teralis melindungi mata dari debu.

3. Hidung Unta

Unta memiliki hidung yang dapat menutup ketika ada badai pasir, sehingga pasirnya tidak dapat mengganggu pernafasannya.

4. Kaki Unta

Walaupun unta membawa beban ratusan kilogram, kaki unta tidak terperosok ke dalam pasir. Allah menciptakan kakinya lebar sehingga bisa menahan tubuhnya agar tidak tenggelam ke pasir. Kemudian juga, Allah menciptakan kaki unta panjang untuk menjauhkan tubuhnya dari pasir yang panas membakar di wajahnya.

5. Tubuh Tertutup Kulit Tebal dan Rambut Lebat

Gurun pasir memiliki amplitudo suhu yang tinggi. Saat siang, suhunya sangat panas. Namun saat malam, suhunya turun drastis bisa sampai mendekati nol derajat. Nah, untuk mengatasi panas, Allah menciptakan lapisan-lapisan tebal tubuhnya pada bagian-bagian tertentu yang bersentuhan dengan tanah. Sehingga, ketika unta duduk di pasir yang panas kulitnya tidak terbakar. Kulit tebal dan rambut lebat unta juga digunakan untuk melindungi dirinya dari dinginnya malam yang membeku.



Ma sha Allaah, inilah beberapa rahasia penciptaan unta. Tentu yang disampaikan di sini masih jauh dari hakikat ciptaan unta yang sebenarnya. Namun begitu, cukuplah ini sebagai cermin kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Dia tampakkan di dalam makhluk-Nya. Allahu a’lam bish shawab.

(Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 19 vol.02 1433H-2012M Hal. 53-56, penulis: Abdurrahman)

Sumber: Kabut Fajar

Saturday, 9 March 2013

Pencarian

Bismillaah ...

Seseorang berkata kepada Hasan al-Bashri رحمه الله:

"Saya memiliki seorang putri yang telah menginjak usia nikah, sudah banyak orang yang melamarnya, kepada siapakah saya harus menikahkannya?"

Hasan menjawab: "Nikahkanlah dia dengan seorang yang takut kepada Allaah dan bertaqwa kepadaNya, sebab kalau dia mencintainya maka dia akan memuliakannya (istri) dan apabila dia membencinya maka dia tidak akan menzhaliminya."

('Uyunul Akhbar Ibnu Qutaibah: 10/ 17).

Nuh bin Maryam, salah seorang hakim di kota Marwa, saat ingin menikahkan putrinya, terlebih dahulu dia bermusyawarah dengan seorang tetangganya, lalu kata tetangganya:

"Subhanallaah!! Semua orang datang meminta fatwa kepadamu, tetapi engkau malah datang meminta fatwa kepadaku!!"

Nuh menimpali: "Pokoknya, engkau harus memberikan pendapatmu!"

Tetangganya lalu berkata: "Sesungguhnya pemimpin Persia memilih harta! Pemimpin Romawi memilih kecantikan! Pemimpin Arab memilih kehormatan! Nabi kalian Muhammad صلي الله عليه وسلم memilih agama! Maka pilihlah sendiri, siapakah di antara mereka yang akan anda ikuti?!"

(al-Mustathraf al-Absyihi: 1/ 102).

Allaahu a'lam.

Source : Shaalih

Thursday, 21 February 2013

Bait Sya’ir yang membuat Al-Imam Ahmad -rahimahullaah- menangis

Dikisahkan, ada seseorang yang mendatangi Al-Imam Ahmad dan bertanya kepada beliau, “Wahai Imam, bagaimana menurut anda mengenai sya’ir ini?
Beliau menjawab, “Sya’ir apakah ini?” di mana orang tersebut membaca sya’ir berikut
إذا ما قال لي ربي اما استحييت تعصيني
Jika Rabb-ku berkata kepadaku, “Apakah engkau tidak malu bermaksiat kepada-Ku?”
وتخفي الذنب عن خلقي وبالعصيان تأتيني
Engkau menutupi dosamu dari makhluk-Ku tapi dengan kemaksiatan engkau mendatangi-Ku
فكيف أجيبُ يا ويحي ومن ذا سوف يحميني؟
Maka bagaimana aku akan menjawabnya? Aduhai, celakalah aku dan siapa yang mampu melindungiku?
أسُلي النفس بالآمالِ من حينٍ الى حيني
Aku terus menghibur jiwaku dengan angan-angan dari waktu ke waktu
وأنسى ما وراءُ الموت ماذا بعد تكفيني
Dan aku lalai terhadap apa yang akan datang setelah kematian dan apa yang akan datang setelah aku dikafani
كأني قد ضّمنتُ العيش ليس الموت يأتيني
Seolah-olah aku akan hidup selamanya dan kematian tidak akan menghampiriku
وجائت سكرة الموتُ الشديدة من سيحميني
Dan ketika sakaratul maut yang sangat berat datang menghampiriku, siapakah yang mampu melindungiku?
نظرتُ الى الوُجوهِ أليـس منُهم من سيفدينـــي
Aku melihat wajah-wajah manusia, tidakkah ada di antara mereka yang akan menebusku?
سأسأل ما الذي قدمت في دنياي ينجيني
Aku akan ditanya tentang apa yang telah aku persiapkan untuk dapat menyelamatkanku (di hari pembalasan)
فكيف إجابتي من بعد ما فرطت في ديني
Maka bagaimanakah aku dapat menjawabnya setelah aku melupakan agamaku
ويا ويحي ألــــم أسمع كلام الله يدعوني
Aduhai sungguh celakalah aku, tidakkah aku mendengar firman Allah yang menyeruku?
ألــــم أسمع لما قد جاء في قاف ويسِ
Tidakkah aku mendengar apa yang datang kepadaku (dalam surat) Qaaf dan Yasin itu?
ألـــم أسمع بيوم الحشر يوم الجمع و الديني
Tidakkah aku mendengar tentang hari kebangkitan, hari dikumpulkannya (manusia), dan hari pembalasan?
ألـــم أسمع مُنادي الموت يدعوني يناديني
Tidakkah aku mendengar panggilan kematian yang selalu menyeruku, memanggilku?
فيا ربــــاه عبدُ تــائبُ من ذا سيؤويني
Maka wahai Rabb-ku, akulah hambamu yang ingin bertaubat, siapakah yang dapat melindungiku?
سوى رب غفور واسعُ للحقِ يهديني
Melainkan Rabb yang Maha Pengampun lagi Maha Luas Karunianya, Dialah yang memberikan hidayah kepadaku
أتيتُ إليكَ فارحمني وثقــّـل في موازيني
Aku datang kepada-Mu, maka rahmatilah diriku dan beratkanlah timbangan (kebaikanku)
وخفَفَ في جزائي أنتَ أرجـى من يجازيني
Ringankanlah hukumanku, sesungguhnya hanya Engkaulah yang kuharapkan pahalanya untukku
Al-Imam Ahmad terus melihat bait-bait sya’ir tersebut dan mengulang-ulangnya kemudian beliau menangis tersedu-sedu. Salah seorang muridnya mengatakan bahwa beliau hampir pingsan karena begitu banyaknya menangis.
dari Kitab Manaqib Al-Imam Ahmad hal. 205 oleh Al-Imam Ibnul Jauzy.
atau download audionya di sini => [link] 2.00 MB
source: Abu Salmaan

Sunday, 3 February 2013

HARUSKAH MARAH...?


Orang bijak berkata : 
الغضب أوله جنون وآخره ندم
"Kemarahan awalnya adalah kegilaan, dan akhirnya adalah penyesalan"
Orang bijak juga berkata : "Jika engkau dalam puncak kemarahan maka janganlah sekali-sekali mengambil keputusan. Dan jika dalam puncak kegembiraan maka janganlah engkau menjanjikan sesuatu"
Sungguh betapa sering penyesalan muncul setelah reda kemarahan..

Karena kemarahan... seseorang bisa mencerai wanita yg sangat dicintainya...
Karena marah seseorang bisa mencaci, atau memukul, atau bahkan membunuh sahabatnya sendiri...

Source : Ust. Firanda

Friday, 1 February 2013

Kecerdasan Imam Asy-Syafii

Bismillaah ...

Telah terjadi perdebatan antara al Imam asy Syaafi'i rahimahullaah dan para pendengki bijak pandai dari Iraq yang berniat untuk menjatuhkan beliau dihadapan khalifah Harun ar-Rasyid. Mereka telah melontarkan beberapa soalan terhadap beliau, di antara sebagian soalan-soalan tersebut adalah:
Pertanyaan:
"Apa pendapatmu mengenai seorang laki-laki yang menyembelih seekor kambing di rumahnya, kemudian dia keluar sebentar untuk suatu keperluan lalu kembali lagi seraya berkata kepada keluarganya:
"Makanlah oleh kalian kambing ini karena ia sudah haram bagiku.'
Lalu dijawab oleh keluarganya pula:
"Ia juga haram bagi kami."
Imam asy-Syaafi'i rahimahullaah menjawab:
"Sesungguhnya orang ini dulunya seorang yang musyrik, menyembelih kambing atas nama berhala, lalu keluar dari rumahnya untuk sebagian keperluan, lalu diberi hidayah oleh Allaah sehingga masuk Islam, maka kambing itu pun jadi haram baginya. Dan ketika mengetahui ia masuk Islam, keluarganya pun masuk Islam sehingga kambing itu juga haram bagi mereka."
Pertanyaan:
"Ada dua orang Muslim yang berakal minum khamar, lalu salah satunya diganjar hukum Hadd (dicambuk 80 kali) tetapi yang satunya tidak diapa-apakan?"
Imam asy-Syaafi'i rahimahullaah menjawab:
"Sesungguhnya salah seorang di antara mereka berdua ini sudah baligh dan yang satunya lagi masih bocah (belum baligh)."
Pertanyaan:
"Ada lima orang menzinahi seorang wanita, lalu orang pertama divonis bunuh, orang kedua dirajam (dilempar dengan batu hingga mati), orang ketiga dikenai hukum hadd (cambuk seratus kali), orang keempat hanya dikenai setengah hukum hadd sedangkan orang kelima dibebaskan (tidak dikenai apa-apa)?"
Imam asy-Syaafi'i rahimahullaah menjawab:
"Karena orang pertama tersebut telah menghalalkan zina sehingga divonis murtad dan wajib dibunuh, orang kedua adalah seorang yang Muhshan (sudah menikah), orang ketiga adalah seorang yang Ghairu Muhshan (belum menikah), orang keempat adalah seorang budak, sedangkan orang kelima adalah seorang yang gila."
Pertanyaan:
"Ada dua orang wanita bertemu dengan dua orang anak laki-laki, lalu kedua wanita tersebut berkata:
"Selamat datang wahai kedua anak kami, kedua suami kami dan kedua anak dari kedua suami kami."
(Bagaimana gambarannya?)
Imam asy-Syaafi'i rahimahullaah menjawab:
"Sesungguhnya kedua anak laki-laki itu adalah dua anak dari masing-masing wanita tersebut, lalu masing-masing wanita itu menikah dengan anak laki-laki temannya (kawin silang), maka jadilah kedua anak laki-laki itu sebagai kedua anak mereka berdua, kedua suami mereka berdua dan kedua anak dari kedua suami mereka."
Pertanyaan:
"Seorang laki-laki dan wanita melihat dua orang anak laki-laki di jalan, lalu keduanya mencium kedua anak laki-laki tersebut. Dan tatkala keduanya ditanyai mengenai tindakan mereka itu, si laki-laki itu menjawab:
"Ayahku adalah kakek dari kedua anak laki-laki itu dan saudaraku adalah paman keduanya sedangkan isteriku adalah isteri ayahnya."
Sedangkan si wanita menjawab:
"Ibuku adalah nenek keduanya dan saudara perempuanku adalah bibinya (dari pihak ibu)."
(Siapa sebenarnya kedua anak itu bagi kedua orang tersebut?)
Imam asy-Syaafi'i rahimahullaah menjawab:
"Sesungguhnya laki-laki itu tak lain adalah ayah kedua anak laki-laki itu, sedangkan wanita itu adalah ibu mereka berdua."


Singkat cerita khalifah merasa kagum akan kepiawaian dan kecerdasan imam asy Syaafi'i dalam menjawab semua soalan yang telah diberikan. Kemudian sang imam meminta idzin khalifah untuk melontarkan kembali satu pertanyaan kepada para pendengki, yang dikenali di Iraq, sebagai ulama tersebut. Khalifahpun mengidzinkan.

Pertanyaan asy Syaafi'i rahimahullaah:
"Ada seorang laki-laki yang meninggal dunia dengan meninggalkan warisan sebanyak 600 dirham, namun saudara wanitanya hanya mendapatkan bagian 1 dirham saja dari warisan tersebut, bagaimana cara membagikan warisan tersebut?"
Lama mereka berpikir dan saling melihat antar satu dengan lainnya, namun tidak seorang pun dari mereka yang mampu menjawab satu pertanyaan ini sehingga tampak keringat membanjiri jidat mereka. Dan setelah begitu lama mereka hanya terdiam, berkatalah sang khalifah kepada sang Imam:
"Ayo, katakan kepada mereka apa jawabannya!"
Imam asy Syaafi'i rahimahullaah menjawab:
"Orang tersebut meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris; dua anak perempuan, seorang ibu, seorang isteri, dua belas orang saudara laki-laki dan seorang saudara perempuan.
Jadi, dua anak perempuannya itu mendapatkan dua pertiganya, yaitu 400 dirham; si ibu mendapatkan seperenam, yaitu 100 dirham; isteri mendapatkan seperdelapan, yaitu 75 dirham; dua belas saudara laki-lakinya mendapatkan 24 dirham (masing-masing 2 dirham) sehingga sisanya yang satu dirham lagi itu menjadi jatah saudara perempuannya tersebut."
Dan jawaban Imam asy-Syafi'i tersebut membuat sang khalifah tersenyum seraya berkata:
"Semoga Allaah memperbanyak pada keluarga besarku orang sepertimu."
Lalu beliau memberi hadiah kepada Imam asy-Syaafi'i rahimahullaah sebanyak 2000 dirham. Hadiah itu diterimanya, lalu dibagi-bagikannya kepada para pelayan istana dan para pengawal.

(Dicuplik dengan beberapa suntingan: Kitab Mi`ah Qishshah wa Qishshah fii Aniis ash-Shaalihiin wa Samiir al-Muttaqiin karya Muhammad Amin al-Jundy: Juz II).

Allaahu a'lam. 

Monday, 21 January 2013

Kisah-kisah Teladan Menakjubkan Tentang Semangat Menuntut Ilmu


Oleh : Ustadz Kharisman
Berikut ini adalah sepenggal kisah-kisah menakjubkan tentang kesungguhan para Ulama dalam menuntut ilmu. Semoga bisa menjadi pelajaran dan teladan bagi kita untuk bersemangat menjalankan aktifitas ilmiyyah : menempuh perjalanan menghadiri majelis ilmu, mencatat, murojaah (mengingat kembali pelajaran yang sudah didapat), membaca buku-buku para Ulama’, merangkum, meringkas, menyadur dan menyalin tulisan para ulama, mencatat faidah-faidah ilmu yang kita lihat dan dengar, mendengarkan rekaman ceramah-ceramah ilmiyyah melalui file-file audio, dan semisalnya.
Sesungguhnya menuntut ilmu adalah ibadah, bahkan menurut al-Imam asy-Syafi’i:
طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ النَّافِلَةِ
Menuntut ilmu lebih utama dibandingkan sholat Sunnah (Musnad asySyafi’i (1/249), Tafsir alBaghowy (4/113), Faidhul Qodiir (4/355))
Kisah-kisah nyata berikut ini sebagian besar disarikan dari kitab alMusyawwaq ilal Qiro-ah wa tholabil ‘ilmkarya Ali bin Muhammad al-‘Imran.
KESABARAN DAN KESUNGGUHAN MENUNTUT ILMU
Ibnu Thahir al-Maqdisy berkata : Aku dua kali kencing darah dalam menuntut ilmu haditssekali di Baghdad dan sekali di Mekkah. Aku berjalan bertelanjang kaki di panas terik matahari dan tidak berkendaraan dalam menuntut ilmu hadits sambil memanggul kitab-kitab di punggungku
BELAJAR SETIAP HARI
Al-Imam anNawawy setiap hari membaca 12 jenis ilmu yang berbeda (Fiqh, Hadits, Tafsir, dsb..)
MEMBACA KITAB SEBAGAI PENGUSIR KANTUK
Ibnul Jahm membaca kitab jika beliau mengantuk, pada saat yang bukan semestinya. Sehingga beliau bisa segar kembali.
BERUSAHA MENDAPATKAN FAIDAH ILMU MESKI DI KAMAR MANDI
Majduddin Ibn Taimiyyah (Kakek Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah) jika akan masuk kamar mandi berkata kepada orang yang ada di sekitarnya: Bacalah kitab ini dengan suara keras agar aku bisa mendengarnya di kamar mandi.
40 TAHUN TIDAKLAH TIDUR KECUALI KITAB BERADA DI ATAS DADANYA
Al-Hasan alLu’lu-i selama 40 tahun tidaklah tidur kecuali kitab berada di atas dadanya.
TIDAKLAH BERJALAN KECUALI BERSAMANYA ADA KITAB
Al-Hafidz alKhothib tidaklah berjalan kecuali bersamanya kitab yang dibaca, demikian juga Abu Nu’aim alAsbahaany (penulis kitab Hilyatul Awliyaa’)
MENJUAL RUMAH UNTUK MEMBELI KITAB
Al-Hafidz Abul ‘Alaa a-Hamadzaaniy menjual rumahnya seharga 60 dinar untuk membeli kitab-kitab Ibnul Jawaaliiqy
KEMAMPUAN MEMBACA YANG LUAR BIASA
Ibnul Jauzy  sepanjang hidupnya telah membaca lebih dari 20.000 jilid kitab
Al-Khothib al-Baghdady membaca Shahih al-Bukhari dalam 3 majelis ( 3 malam), setiap malam mulai ba’da Maghrib hingga Subuh (jeda sholat)
Catatan : Shahih alBukhari terdiri dari 7008 hadits, sehingga rata-rata dalam satu kali majelis (satu malam) dibaca 2336 hadits.
Abdullah bin Sa’id bin Lubbaj al-Umawy dibacakan kepada beliau Shahih Muslim selama seminggu dalam sehari 2 kali pertemuan (pagi dan sore) di masjid Qurtubah Andalus setelah beliau pulang dari Makkah.
Catatan : Shahih Muslim terdiri dari  5362 hadits
Al-Hafidz Zainuddin al-Iraqy membaca Musnad Ahmad dalam 30 majelis (pertemuan)
Catatan : Musnad Ahmad terdiri dari 26.363 hadits, sehingga rata-rata dalam sekali majelis membacakan lebih dari 878 hadits.
Al-‘Izz bin Abdissalaam membaca kitab Nihaayatul Mathlab 40 jilid dalam tiga hari (Rabu, Kamis, dan Jumat) di masjid.
Al-Mu’taman as-Saaji membaca kitab al-Fashil  465 halaman (kitab pertama tentang Mustholah hadits) dalam 1 majelis.
Salah seorang penuntut ilmu membacakan di hadapan Syaikh Bin Baz Sunan anNasaa’i selama 27 majelis
Catatan : jika yang dimaksud adalah Sunan anNasaai as-Sughra terdiri dari 5662 hadits, sehingga rata-rata lebih dari 209 hadits dalam satu majelis.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany rata-rata menghabiskan waktu selama 12 jam sehari untuk membaca buku-buku hadits di perpustakaan.
MENGULANG-ULANG MEMBACA SUATU KITAB HINGGA BERKALI-KALI
Al-Muzani berkata: Aku telah membaca kitab arRisalah (karya asy-Syafi’i) sejak 50 tahun lalu dan setiap kali aku baca aku menemukan faidah yang tidak ditemukan sebelumnya.
Gholib bin Abdirrahman bin Gholib al-Muhaariby telah membaca Shahih alBukhari sebanyak 700 kali.
KESUNGGUHAN MENULIS
Ismail bin Zaid dalam semalam menulis 90 kertas dengan tulisan yang rapi.
Ahmad bin Abdid Da-im al-Maqdisiy telah menulis/ menyalin lebih dari 2000 jilid kitab-kitab. Jika senggang, dalam sehari bisa menyelesaikan salinan 9 buku. Jika sibuk dalam sehari menyalin 2 buku.
Ibnu Thahir berkata: saya menyalin Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Sunan Abi Dawud 7 kali dengan upah, dan Sunan Ibn Majah 10 kali
Ibnul Jauzy dalam setahun rata-rata menyalin 50-60 jilid buku
Muhammad bin Mukarrom yang lebih dikenal dengan Ibnu Mandzhur –penulis Lisaanul Arab- ketika meninggal mewariskan 500 jilid buku tulisan tangan
Abu Abdillah alHusain bin Ahmad alBaihaqy adalah seseorang yang cacat sehingga tidak memiliki jari tangan, namun ia berusaha untuk menulis dengan meletakkan kertas di tanah dan menahannya dengan kakinya, kemudian menulis dengan bantuan 2 telapak tangannya. Ia bisa menghasilkan tulisan yang jelas dan bisa dibaca. Kadangkala dalam sehari ia bisa menyelesaikan tulisan sebanyak 50-an kertas.
SANGAT BERSEMANGAT DALAM MENCATAT FAIDAH

Al-Imam anNawawy berkata: Janganlah sekali-kali seseorang meremehkan suatu faidah (ilmu) yang ia lihat atau dengar. Segeralah ia tulis dan sering-sering mengulang kembali.

Al-Imam al-Bukhary dalam semalam seringkali terbangun, menyalakan lampu, menulis apa yang teringat dalam benaknya, kemudian beranjak akan tidur, terbangun lagi , dan seterusnya hingga 18 kali.
Abul Qosim bin Ward atTamiimy jika diberikan kepada beliau suatu kitab beliau akan membaca dari atas hingga bawah, jika menemukan faidah baru beliau tulis dalam kertas tersendiri hingga terkumpul suatu pokok bahasan khusus.
BERSAMA ILMU HINGGA MENJELANG AJAL

Abu Zur’ah arRaaziy ketika menjelang ajal dijenguk oleh sahabat-sahabatnya ahlul hadits mereka mengisyaratkan hadits tentang talqin Laa Ilaaha Illallaah. Hingga Abu Zur’ah berkata:
روى عبدالحميد بن جعفر، عن صالح بن أبي عريب، عن كثير بن مرَّة، عن معاذ عن النبي – صلى الله عليه وسلم -: ((من كان آخر كلامه: لا إله إلا الله دخلَ الجنة))
Abdul Humaid bin Ja’far meriwayatkan dari Sholih bin Abi Uraib dari Katsir bin Murroh dari Muadz dari Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam: Barangsiapa yang akhir ucapannya adalah Laa Ilaaha Illallaah maka ia masuk surga.
Kemudian Abu Zur’ah meninggal dunia
Ibn Abi Hatim berkata: Aku masuk ke ruangan ayahku (Abu Hatim arRaziy) ketika beliau menjelang ajal dalam keadaan aku tidak mengetahuinya aku bertanya kepadanya tentang Uqbah bin Abdil Ghofir apakah ia adalah Sahabat Nabi? Ayahku menggeleng. Aku bertanya: Apakah ia Sahabat Nabi? Ayahku berkata: Bukan. Ia adalah tabi’in. Tidak berapa lama kemudian Abu Hatim meninggal dunia
<< disampaikan pada kajian Rabu Malam Kamis 27 Jumadil Awwal 1433 H/ 18 April 2012 di Masjid Perum PJB Paiton Probolinggo oleh Abu Utsman Kharisman >>

Sumber : Salafy or id