Wednesday 12 September 2012

Mengapa Harus Bermanhaj Salaf ?


Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik dari umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus merujuk.
Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata; manhaj dan salaf. Manhaj dalam bahasa Arab sama dengan minhaj, yang bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, Al Mu’jamul Wasith 2/957).
Sedangkan salaf, menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan. (Lisanul Arab, karya Ibnu Mandhur 7/234). Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam As Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, 1/55).
Sumber : http://www.asysyariah.com


Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj salaf adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami dienul Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafy atau As Salafy, jamaknya Salafiyyun atau As Salafiyyun. Al Imam Adz Dzahabi berkata: “As Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala 6/21).

Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar di saat orang-orang banyak mengedepankan akal. Disebut juga Al Firqatun Najiyyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan dari neraka (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash), disebut juga Ath Thaifah Al Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Tsauban). (Untuk lebih rincinya lihat kitab Ahlul Hadits Humuth Thaifatul Manshurah An Najiyyah, karya Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali).
Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkungkung) oleh organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Bahkan manhaj salaf mengajarkan kepada kita bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan pemahaman Salafush Shalih. Siapa pun yang berpegang teguh dengannya maka ia saudara kita, walaupun berada di belahan bumi yang lain. Suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya.
Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. Mengapa? Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Quran dan demikian pula yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam Sunnahnya. Sedang kan Allah telah berwasiat kepada kita: “Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisa’: 59)
Adapun ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut: 

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al Fatihah: 6-7)
Al Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin, 1/72).
Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang mereka itu adalah Salafush Shalih, merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.
2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’: 115)
Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata: “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin disini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.’” (Al Marqat fii Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (As Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.
Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100).
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mengkhususkan ridha dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.
Al Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367). Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ Artinya : “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu).” [QS Al Baqoroh: 137]

Adapun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sebagai berikut: 

1. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455). 
Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin (Salafush Shalih). 
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya. Al Imam Asy Syathibi berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -sebagaimana yang engkau saksikan- telah mengiringkan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan sunnah beliau, dan bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti sunnah nabi mereka  atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.”(Al I’tisham, 1/118).
2. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari sahabat Tsauban, hadits no. 1920).
Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata (tentang tafsir hadits di atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ashhabil Hadits, karya Al Khatib Al Baghdadi, hal. 36).
Al Imam Ibnul Mubarak, Al Imam Al Bukhari, Al Imam Ahmad bin Sinan Al Muhaddits, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26, 37). Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), di dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131).
Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari “sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “…. Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: golongan yang aku dan para sahabatku mengikuti.” (Hasan, riwayat At Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).
Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini sebagai nash (dalil–red) dalam perselisihan, karena ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara: – Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam. – Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan. – Ketiga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri (dalam hadits tersebut) yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir. (Tarikh Ahlil Hadits hal 78-79). Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka di dalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada di atasnya.
Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena:

 1. Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus. 

2. Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang berakibat akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam. 

3. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah surga yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya. 

4. Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. 

5. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. 

6. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya. 

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika: 
1. Al Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al Auza’i berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy Syari’ah, karya Al Imam Al Ajurri, hal. 63). 
2. Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As Suyuthi, hal. 322, saya nukil dari kitab Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54). 
3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani berkata: “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al Intishaar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88). 
4. Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani berkata: “Barangsiapa menyelisihi sahabat dan tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, saya nukil dari kitab Al Intishaar li Ahlil Hadits, hal. 88) 
5. Al-Imam As Syathibi berkata: “Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al Muwafaqaat, 3/284), saya nukil melalui Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57). 
6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149). Beliau juga berkata: “Bahkan syi’ar Ahlul Bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155).
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. 
Aamiin yaa Rabbal ‘Alamin. 
Wallahu a’lamu bish shawaab.

Sumber : Darussalaf

Wednesday 20 June 2012

Tenangkanlah Hatimu

Prolog

Roda kehidupan terus menggelinding. Banyak cerita dan episode yang dilewati pada setiap putarannya. Ada sedih, ada senang. Ada derita, ada bahagia. Ada suka, ada duka. Ada kesempitan, ada keluasan. Ada kesulitan, dan ada kemudahan. Tidak ada manusia yang tidak melewatinya. Hanya kadarnya saja yang mungkin tidak selalu sama. Maka, situasi apapun yang tengah engkau jalani saat ini, tenangkanlah hatimu ..

Manusia bukan pemilik kehidupan. Tidak ada manusia yang selalu berhasil meraih keinginannya. Hari ini bersorak merayakan kesuksesan, esok lusa bisa jadi menangis meratapi kegagalan. Saat ini bertemu, tidak lama kemudian berpisah. Detik ini bangga dengan apa yang dimilikinya, detik berikutnya sedih karena kehilangannya. Maka, episode apapun yang sedang engkau lalui pada detik ini, tenangkanlah hatimu ..

Cerita tidak selalu sama. Episode terus berubah. Berganti dari satu situasi kepada situasi yang lain. Berbolak-balik. Bertukar-tukar. Kadang diatas, kadang dibawah. Kadang maju, kadang mundur. Itulah kehidupan. Namun, satu hal yang seharusnya tidak pernah berubah pada kita; yaitu, hati yang selalu tenang dan tetap teguh dalam kebenaran …


Saudaraku, ketenangan sangat kita butuhkan dalam menghadapi segala situasi dalam hidup ini. Terutama dalam situasi sulit dan ditimpa musibah. Jika hati dalam kondisi tenang, maka buahnya lisan dan anggota badan pun akan tenang. Tindakan akan tetap pada jalur yang dibenarkan dan jauh dari sikap membahayakan. Kata-kata akan tetap hikmah dan tidak keluar dari kesantunan, sesulit dan separah apa pun situasi yang sedang kita hadapi. Dan dengan itu lah kemudian –insya Allah- kita akan meraih keuntungan.

Ketenangan Milik Orang yang Beriman

Ketenangan adalah karunia Allah yang hanya diberikan kepada orang-orang yang beriman. Tentang hal ini Allah berfirman:
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Fath [48]: 4)

Syaikh Abdurrahman As-Si’dy rahimahullah berkata, “Allah mengabarkan tentang karunia-Nya atas orang-orang yang beriman dengan diturunkan kepada hati mereka sakinah. Ia adalah ketenangan dan keteguhan dalam kondisi terhimpit cobaan dan kesulitan yang menggoyahkan  hati, mengganggu pikiran dan melemahkan jiwa. Maka diantara nikmat Allah atas orang-orang yang beriman dalam situasi ini adalah, Allah meneguhkan dan menguatkan hati mereka, agar mereka senantiasa dapat menghadapi kondisi ini dengan jiwa yang tenang dan hati yang teguh, sehingga mereka tetap mampu menunaikan perintah Allah dalam kondisi sulit seperti ini pun. Maka bertambahlah keimanan mereka, semakin sempurnalah keteguhan mereka.” (Taisir al Karim: 791)

ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Taubah [9]: 26)

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. Al Fath [48]: 18)

Senjata Orang Beriman

Jiwa yang tenang dan hati yang teguh adalah senjata orang-orang shaleh dari sejak dahulu dalam menghadapi kondisi sulit yang mereka temui dalam kehidupan mereka.
Ashabul Kahfi adalah diantaranya. Saat mereka mengumandangkan kebenaran tauhid dan orang-orang pun berusaha untuk menyakiti mereka, sehingga mereka terusir dari tempat mereka dengan meninggalkan keluarga dan kenyamanan hidup yang sedang mereka nikmati, serta tinggal di gua tanpa makanan dan minuman, ketenangan dan keteguhanlah yang membuat mereka mampu bertahan. Allah berfirman tentang mereka,
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (QS. Al Kahfi [18]: 14)

Dalam perjalanan dakwah dan jihad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita tentu ingat kisah perjalanan hijrah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya yang mulia Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Ketika mereka berdua masuk ke dalam gua, berlindung dari kejaran orang-orang musyrik yang saat itu tengah dalam kemarahan yang memuncak dan dengan pedang-pedang yang terhunus, hingga Abu Bakar berkata, “Jika salah satu mereka menundukkan pandangannya ke arah kedua sandalnya, niscaya ia akan melihat kita.” Dalam kondisi genting itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penuh ketenangan berkata, “Bagaimana menurutmu tentang dua orang, yang Allah ketiganya.” (Lihat Shahîh al Bukhâri no: 3653, Shahîh Muslim no: 2381)

Allah berfirman:

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya.” (QS. Al Taubah [9]: 40)

Kisah lain yang sangat menakjubkan adalah kisah pada hari perang badar. Musuh dalam kondisi sangat kuat dan digdaya, dengan persenjataan yang cukup lengkap di depan mata, menghadapi tentara Allah yang sedikit, persenjataan kurang dan tanpa persiapan untuk berperang. Akan tetapi ketenangan bersemayam dalam hati-hati mereka. Maka Allah memenangkan mereka dengan kemenangan yang jelas.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, “Oleh karena itu, Allah mengabarkan tentang turunnya ketenangan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman dalam situasi-situasi sulit.” (Madâriju al Sâlikîn: 4/392 cet. Dâr al Thîbah)

Meraih Ketenangan

Jika demikian penting ketenangan dalam hidup kita, karena kesuksesan juga sangat bergantung kepadanya, maka bagaimanakah cara untuk meraih ketenangan itu? Sebagian orang mencari ketenangan dengan perbuatan sia-sia, sebagian mereka bahkan mencari ketenangan di tempat-tempat kemaksiatan. Semua itu keliru dan fatal akibatnya. Alih-alih ketenangan, semua itu justru akan semakin membuat hati diliputi kesedihan. Jika pun ketenangan didapatkannya, namun ia adalah ketenangan yang palsu dan sesaat.
Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir al Syatsry –semoga Allah menjaganya- dalam kitabnya “Hayâtu al Qulûb” menyebutkan arahan-arahan yang terdapat dalam al Qur`an dan sunnah untuk meraih ketenangan tersebut:

  1. Berkumpul dalam rangka mencari ilmu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabada:

« مَا اجتمعَ قَوم في بيت من بُيُوتِ الله تباركَ وتعالى يَتْلُونَ كتابَ الله عزَّ وجلَّ ، ويَتَدَارَسُونَهُ بينهم ، إِلا نزلت عليهم السكينةُ ، وَغَشِيَتْهم الرحمةُ ، وحَفَّتْهم الملائكة ، وذكرهم الله فيمن عنده »

“Tidaklah suatu kaum berkumpul sebuah rumah Allah tabaraka wa ta’ala, mereka membaca Kitabullah azza wa jalla, mempelajarinya sesama mereka, melainkan akan turun kepada mereka sakinah, rahmat akan meliputi mereka, para malaikan akan mengelilingi mereka dan Allah senantiasa menyebut-nyebut mereka dihadapan malaikan yang berada di sisi-Nya.” (HR Muslim no. 2699)

  1. Berdoa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya pernah mengulang-ulang kalimat doa berikut dalam perang ahzab:

فَأَنْزِلَنَّ سَكِيْنَةً عَلَيْنَا   وَثَبِّتِ الأَقْدَامِ إِنْ لَاقِينَا

“Maka turunkanlah ketenangan kepada kami
            Serta teguhkan lah kaki-kaki kami saat kami bertemu (musuh)”
Maka Allah memberikan mereka kemenangan dan meneguhkan mereka.

  1. Membaca al Qur`an.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« تِلْكَ السَّكِينَةُ تَنَزَّلَتْ بِالْقُرْآنِ »

“Ia adalah ketenangan yang turun karena al Qur`an.” (HR Bukhari: 4839, Muslim: 795)

  1. Memperbanyak dzikrullah.

Allah berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Al Ra’du [13]: 28)

  1. Bersikap wara’ (hati-hati) dari perkara syubhat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْبِرُّ مَا سَكَنَتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَالإِثْمُ مَا لَمْ تَسْكُنْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَلَمْ يَطْمَئِنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَإِنْ أَفْتَاكَ الْمُفْتُونَ

“Kebaikan itu adalah yang jiwa merasa tenang dan hati merasa tentram kepadanya. Sementara dosa adalah yang jiwa meresa tidak tenang dan hati merasa tidak tentram kepadanya, walaupun orang-orang mememberimu fatwa (mejadikan untukmu keringanan).” (HR Ahmad no. 17894, dishahihkan al Albani dalam Shahîh al Jâmi no: 2881)

  1. Jujur dalam berkata dan berbuat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

“Sesungguhnya jujur itu ketenangan dan dusta itu keragu-raguan.” (HR Tirmidzi no: 2518)
Begitu pun semua ketaatan kepada Allah dan sikap senantiasa bersegera kepada amal shaleh adalah diantara faktor yang akan mendatangkan ketenangan kepada hati seorang mukmin. Jika kita selalu mendengar dan berusaha untuk mentaati Allah dan rasul-Nya, maka hati kita akan kian tenang dan teguh. Allah berfirman:
“…Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (QS. An Nisâ [4]: 68)

Saudaraku, jika kita dapat mempertahankan ketenangan hati sehingga senantiasa teguh berada dalam jalan Allah, apa pun yang terjadi kepada kita, maka bergembiralah, karena kelak saat kita meninggalkan dunia yang fana ini, akan ada yang berseru kepada kita dengan seruan ini:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al Fajr [89]: 27-30) (Lihat Hayâtu al Qulûb: 90-91)
Wallâhu ‘alam, wa shallallâhu ‘alâ nabiyyinâ Muhammad.

[Meteri ilmiah dalam tulisan ini banyak diispirasi oleh Kitab Madâruju al Sâlikîn karya Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh, cet. Dâr al Thîbah dan Kitab Hayâtu al Qulûb cet. Dâr Kunûz Isybîliyâ karya Syaikhunâ Dr. Sa’ad bin Nâshir al Syatsry hafidzahullâh]

Riyadh, 27 Jumada Tsani 1433 H
Penulis: Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc (Alumni Universitas Al Azhar Mesir dan da’i di Maktab Jaliyat Bathah Riyadh KSA)
Artikel Muslim.Or.Id


Artikel Ummu Zakariyya

Download Audio: Khutbah Jumat TAAT KEPADA PEMIMPIN (Ust. Badrusalam, Lc.) [30 Maret 2012]

Bagaimanakah cara menasehati para pemimpin? Apakah dizaman Rasulullah pernah terjadi kenaikan harga-harga? dan bagaimana sikap dari Rasulullah? Apakah benar kedzholiman dari pemimpin itu adalah karena dosa-dosa dari rakyatnya? Silahkan simak khutbah ini untuk lebih jelasnya, semoga bermanfaat.
Download: 772
Sumber: RadioRodja.com


http://salafiyunpad.wordpress.com/
Artikel Ummu Zakariyya

Download MP3 Khutbah Jumat Ustadz Afifi Abdul Wadud: Renungan Menyongsong Kehidupan yang Abadi Setelah Kematian (15 Juni 2012)

Alhamdulillah, silakan download rekaman Khutbah Jumat di Masjid Al-Hidayah, Purwosari, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Tema khutbah yang disampaikan adalah Renungan Menyongsong Kehidupan yang Abadi Setelah Kematian dengan khatib Ustadz Afifi Abdul Wadud hafizhahullah. Semoga khutbah Jumat yang menyentuh hati ini bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin.
Link download Renungan Menyongsong Kehidupan yang Abadi Setelah Kematian


http://salafiyunpad.wordpress.com/
Artikel Ummu Zakariyya

Sebagian Badan Terkena Sinar Matahari

Imam Ahmad menilai shahihnya hadits yang beliau riwayatkan dalam musnad bahwa Nabi melarang duduk di suatu tempat yang menyebabkan sebagian badan kita terkena sinar matahari sedangkan sebagian badan yang lain terlindung dari sinar matahari.

Larangan ini hikmahnya sebagaimana penjelasan Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahuyah adalah dalam rangka bersikap adil kepada badan sebagaimana dalam hadits yang shahih, Nabi bersabda, “Sesungguhnya badanmu itu memiliki hak yang wajib anda tunaikan”.

Inilah hikmah pertama untuk larangan Nabi ini.

Hikmah yang kedua sebagaimana yang disampaikan oleh sebagian ulama bahwa tempat semacam itu adalah tempat yang disukai setan. Selayaknya kita tidak duduk di tempat yang setan duduk di sana.

Inilah dua hikmah yang disebutkan oleh para ulama mengenai hal ini.

Kita sebagai seorang muslim meneladani apa yang Nabi contohkan sehingga seharusnya kita tidak duduk di suatu tempat di mana di tempat tersebut sebagian badan terkena sinar matahari sedangkan sebagian badan yang lain terlindung dari sinar matahari.

Sumber:

http://www.safeshare.tv/w/rxIclzDcFn
http://ustadzaris.com/


Artikel Ummu Zakariyya

Salah Kaprah Dengan Nama Kun-yah

ومن التعريف المبهم ما تسرب إلى قلب الجزيرة العربية من الأفاقين، إذا قيل له: من المتكلم؟ قال: أبو فلان.
فما عرفنا هذا من طريقة السلف، أنهم يعرفون الناس علي ذواتهم بالكني، وإنما يكون التعريف بجر النسب: فلان الفلاني.
كانوا يكتنون ليدعوهم الطالب بها.
هذا ما لم يشتهر الشخص بالكنية حتي قامت مقام الاسم، ومنها في الصحابة  رضي الله عنهم أبو بكر، أبو ذر، أم هانئ، رضي الله عنهم


Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah mengatakan, “Diantara bentuk memperkenalkan diri yang terlarang karena tidak jelas adalah sebuah kebiasaan yang menyebar di jantung Jazirah Arab berasal dari orang-orang non Arab, jika ditanyakan kepadanya “Siapa anda?” maka dijawab dengan “Abu Fulan”.

Kami tidak mengetahui hal semacam ini dilakukan oleh salaf, memperkenalkan diri sendiri dengan menggunakan nama kun-yah. Memperkenalkan diri itu dengan menyebutkan nasab, fulan yang berasal dari suku al fulan.

Salaf itu memiliki nama kun-yah dengan tujuan agar orang lain memanggil dirinya dengan nama kun-yah tersebut.

Ketentuan di atas berlaku selama orang tersebut tidaklah terkenal dengan nama kun-yah-nya sehingga nama kun-yah itu menggantikan fungsi nama nasab. Diantara orang yang kondisinya semacam itu dikalangan para shahabat adalah Abu Bakr, Abu Dzarr dan Ummu Hani’ [Adabul Hatif hal 18, terbitan Dar Alifa, Kairo Mesir cet pertama 1427 H].

Friday 15 June 2012

Nasihat Untuk Penghafal Al Quran 6 (Metode Untuk Hafalan Baru)

Pertanyaan:

Metode apakah yang bagus untuk menghafal hafalan yang baru?

Jawaban :



Wajib bagi pelajar untuk membacakan bagian yang akan dihafal tersebut di hadapan ustadz dengan penuh perhatian dan bersamanya ada pena sehingga jika dia salah dalam bacaan maka ia beri garis pada tempat-tempat kesalahan. Kemudian dia mengingat-ingat kesalahannya tersebut ketika murajaah agar tidak terjatuh pada kesalahan yang sama lagi pada waktu yang lain.
Wajib bagi pelajar untuk membagi pelajaran pada beberapa bagian sampai tiga ayat tidak lebih dari batas, kemudia menguatkan bacaannya dengan penuh perhatian. Maka apabilan dia telah menghafalnya diluar kepala, kemudian dia berpindah ke juz atau bagian yang setelahnya. Demikian hingga selesai sesuai dengan kemampuan yang dia tentukan untuk dihafal. Kemudian mengumpulkan dan menghafalnya secara keseluruhan. Setelah itu dia membaca apa yang telah dihafal kepada pelajar yang lain. Apabila dia mengetahui bahwa hafalannya telah baik, setelah itu ia perdengarkan (setorkan) kepada syaikhnya atau ustadznya. Maka jika ustadz atau syaikh terseebut mengakui (hafalannya telah bagus) barulah ia berpindah ke hafalan yang baru. Dan hendaklah dia melakukan hal seperti itu terus sebagaimana hafalan-hafalan sebelumnya.

Demikian seharusnya seorang pelajar melakukan tingkatan-tingkatan diatas dalam menghafal hingga hafalannya bagus. Maka tidak hilang sedikitpun insyaallah.

***

artikel muslimah.or.id
Disalin dari buku Keajaiban Hafalan – Bimbingan bagi yang ingin menghafal Al Qur’an oleh Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani Muhammad Taqiyul Islam. Pustaka Al Haura’

Artikel Ummu Zakariyya

Wednesday 30 May 2012

Nasihat Untuk Penghafal Al Quran 5 (Hafalan Cepat Lupa)

Pertanyaan:
Sebagian pelajar, mereka menghafal AlQur’an dengan cepat dan sepat pula lupanya, bagaimana solusi dari permasalahan ini?

Jawaban :

Seorang pelajar yang menghafal Al Qur’an dengan cepat dan cepat pula lupanya, maka sungguh dia telah menghafal dengan hafalan yang jelek, oleh karena ini ia cepat lupa dan hafalannya semata mata menyebutkan makna makna dan solusinya adalah dengan memantabkan hafalan dan bersungguh sungguh padanya hingga tidak lupa dengan cepat.

Adapun cara yang paling baik bagi para pelajar semacam ini adalah mereka memperdengarkan kepada ustadz apa yang mereka hafal pada hari itu dan hari hari yang lalu, demikianlah pada setiap hafalah hingga terikat dan terpatri hafalan yang telah lalu dengan hafalan yang sesuai.

***

artikel muslimah.or.id


Disalin dari buku Keajaiban Hafalan – Bimbingan bagi yang ingin menghafal Al Qur’an oleh Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani Muhammad Taqiyul Islam. Pustaka Al Haura’
Artikel Ummu Zakariyya

Nasihat Untuk Penghafal Al Quran 4 (Mungkinkah Orang Yang Lemah Kecerdasannya Menghafal Al Quran?)

Pertanyaan :
Apakah mungkin bagi seorang pelajar yang lemah kecerdasannya untuk menghafal Al Qur’an?

Jawaban :

Sebagian para pelajar ragu terhadap diri mereka sendiri bahwasanya mereka tidak mampu menghafal Al Qur;an disebabkan karena persiapan kecerdasan mereka yang lemah, atau sebagian para pelajar cerdas namun meninggalkan Al Qur’an dan tidak menghafalnya, akan tetapi kita katakan:

Memungkinkan bagi pelajar yang lemah kecerdasannya untuk menghafal Al Qur’an dengan cara membatasi diri dalam sehari sesuai dengan kemampuannya. Kemudian muraja’ah (mengulang kembali) hafalan hari yang lalu dan mengikat hafalan yang lalu dengan yang selanjutnya, maka dia menghafal Al Qur;an sesuai dengan kadar kemampuannya.


Manakala pelajar tersebut memiliki kesungguhan yang besar, dia akan mendapatkan pahala yang besar sesuai dengan tingkat kesungguh sungguhan dan ketekunan mereka. Dan betapa banyak mereka yang lemah tingkat kecerdasannya hafal Kitab Allah sementara mereka bukanlah orang orang yang cerdas.

Untuk mendapatkan manfaat bagi pelajar yang lemah kecerdasannya, orang yang sudah tua umurnya dan pekerja yang sibuk, untuk memulai menghafal dari Juz ‘Amma (Juz 30) kemudia Juz Tabaarak (Juz 29), demikianlah, mereka memulai hafalan yang paling mudahm dan dengan hal ini mereka membiasakan diri untuk menghafal hingga sampai pada surat surat yang panjang.

***

artikel muslimah.or.id


Disalin dari buku Keajaiban Hafalan – Bimbingan bagi yang ingin menghafal Al Qur’an oleh Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani Muhammad Taqiyul Islam. Pustaka Al Haura’
Artikel Ummu Zakariyya

Monday 30 April 2012

Contact Me


Email : talktosofia13@gmail.com
Twitter : @Amatullaah_91
Instagram : @ummzechariah_sophie

Sunday 29 April 2012

Nasihat Untuk Penghafal Al Quran 3

Pertanyaan:

Saya ingin menghafal Kitabullah, maka apa nashihat anda untuk mewujudkannya?

Jawaban :

Kami nasihatkan kepada Anda secara umum dengan beberapa hal:
1. Mengikhlaskan niat karena Allah.
2. Dengan menghafal Qur’an, engkau mengharapkan Wajah Allah dan negeri akhirat.
3. Engkau kuatkan kemauan yang sempurna untuk menyelesaikannya.
4. Engkau memilih seorang guru yang kuat hafalannya, teliti dan senantiasa memantaumu dalam menghafal serta sekaligus senantiasa memberi semangat kepadamu.
5. Engkau curahkan waktu pada setiap harinya untuk menghafalnya seperti waktu Magrib atau Ashar dan jangan ada perkara lain yang menyibukkanmu.
6. Engkau senantiasa mengharapkan pahala dan balasan dari Allah dan hadirkanlah dalam benakmu hadits nabi -shalallahu ‘alayhi wasallam-

خيركم من تعلّم القرآن و علّمه

“Sebaik baik kalian adalah orang yang mempelajari AlQur'an dan mengajarkannya.” 
(HR Bukhari)

***

artikel muslimah.or.id


Disalin dari buku Keajaiban Hafalan – Bimbingan bagi yang ingin menghafal Al Qur’an oleh Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani Muhammad Taqiyul Islam. Pustaka Al Haura’
Artikel Ummu Zakariyya

Nasihat Untuk Penghafal Al Quran 2 (Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Menghafal)

Pertanyaan

Berapa lamakah seorang pelajar menghabiskan waktu untuk menghafal Kitabullah?

Jawaban
Seorang pelajar dalam menghafal AlQur’an membutuhkan waktu yang berbeda beda, sesuai dengan perbedaan kecerdasan dan kemampuan pelajar tersebut. Pelajar yang cerdas mampu menghafal Al-Qur’an Al-Kariim selama tidak kurang 4 bulan dengan syarat pelajar tersebut memusatkan dan mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya untuk menghafal Kitabullah dengan sungguh sungguh.

Adapun untuk pelajar yang tingkat kecerdasannya sedang, membutuhkan waktu 1 tahun untuk menghafal Al Qur’an. Sedangkan pelajar yang lemah tingkat kecerdasannya membutuhkan waktu sesuai tingkat kesungguhan dan kemampuannya. Dan tidak ada batasan waktu tertentu.

Pertanyaan

Apakah memahami makna dan kata kata merupakan syarat bagi orang yang membaca AlQur’an?

Jawaban

Tidak diragukan lagi bahwa merenung dan memahami makna makna Al Qur’an merupakan tingkatan yang paling tinggi dan hal inilah yang diinginkan dan dituntut. Akan tetapi orang yang membaca Kitabullah (dengan) tidak mengetahui artinya bukan berarti (kemudian) dia meninggalkan bacaan AlQur’an dan hafalannya. Maka membaca Al Qur’an itu ibadah, terlepas dari tadabbur (merenungkan maknanya). Allah ‘azza wa jalla berfirman:

لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata” Ali Imran : 164

Di dalam ayat ini diketahui bahwa berbeda antara membaca dan mempelajari maknanya. Firman Allah “yang membacakan kepada mereka ayat ayat Allah” dan Firman-Nya : “dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah.” Sebagaimana yang telah ma’ruf bahwa bacaan satu huruf dari Kitabullah merupakan satu kebaikan. Dan diantara huruf huruf ini adalah huruf huruf yang terpisah, yang tidak ada seorang pun yang mengetahui maknanya menurut pendapat yang shahih. Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallambersabda,

“Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka baginya kebaikan sepuluh kali lipat, aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, Mim satu huruf.” (Shahih HR.Tirmidzi)

Dan Rasulullah -shalallahu ‘alayhi wa sallam- tidak memberi syarat kepada orang yang membaca Al-Qur’an untuk memahami makna-makna dari huruf huruf (yang dibaca) terlebih dahulu agar dirinya mendapatkan pahala. Hal tersebut diperjelas dengan banyaknya orang orang Ajm (orang orang yang bukan arab) mereka tidak mengetahui makna Al Qur’an Al Karim dan tidak mengetahui makna Al Fatihah, bersamaan dengan itu tidak ada satupun dari kalangan ulama yang mengatakan bahwa shalat mereka bathil (tidak sah) dengan sebab mereka tidak paham terhadap makna Al Quran Al Karim. Sebagaimana tidak pantas bagi mereka menghafal kitab Allah ‘azza wa jalla.

***
artikel muslimah.or.id


Disalin dari buku Keajaiban Hafalan – Bimbingan bagi yang ingin menghafal Al Qur’an oleh Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani Muhammad Taqiyul Islam. Pustaka Al Haura’
Artikel Ummu Zakariyya

Nasihat Untuk Penghafal Al Quran 1 (Yang Harus Dilakukan Pertama Kali)

Pertanyaan :
Perkara apakah yang pertama kali yang harus dilakukan orang yang ingin menghafal Al Qur’an?

Jawaban :Merupakan satu keharusan bagi seseorang yang beramal dengan suatu amalan adalah menghikhlaskan amalan itu karena Allah subhanahu wa ta’aala. Allah berfirman :

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak diperintah melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya mengikhlaskan amalan itu karena-Nya.” (Qs. Al Bayinah : 5)

Kemudian bersungguh sungguh untuk meluruskan niat dan tujuannya, karena amalan tanpa ikhlas tidak akan diterima disisi Allah. Rasulullah -shalallahu ‘alayhi wa sallam- bersabda:

إنّ الله عزّ و جلّ لا يقبل من العمل إلّا ما كان خالصا و ابتغي به وجه الله

“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidak akan menerima amalan kecuali ikhlas dan mengharap Wajah Allah” (Diriwayatkan An Nasaa’i dan Al Hafidz Ibnu Hajar berkata sanadnya bagus)

Menghafal kitabullah termasuk amalan dan ibadah yang paling tinggi dan paling utama maka harus ikhlas karena wajah Allah dan mengharapkan negeri akhirat, bukan karena ingin pujian manusia, pamer dan ingin terkenal. Sesungguhnya barang siapa yang tidak ikhlas karena Allah maka dia berdosa dan berhak mendapatkan hukuman, sebagaimana terdapat (dalam riwayat) tentang orang yang pertama kali dinyalakan api neraka untuknya yaitu orang yang menghafal AlQur’an agar dikatakan sebagai Qori’

Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- dia berkata, Rasulullah -shalallahu ‘alayhi wa sallam- bersabda:

أنا أغني الشركاء عن الشرك, فمن عمل عملا أشرك فيه غيري معي تركته و شركه

“Allah ‘azza wa jalla berfirman: Aku paling tidak butuh pada sekutu maka barangsiapa mengerjakan amalan dalam keadaan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, Aku tinggalkan dia dan sekutunya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dan hendaklah seorang muslim bersemangat untuk menjad ahli Al Qur’an. Mereka itulahAhlullah dan orang orang yang istimewa-Nya. Dan hendaklah mereka menjadi sebaik-baik manusia, dimana Nabi -shalallahu ‘alayhi wa sallam- memuji mereka sebagaimana dalam hadits yang shahih, beliau bersabda:

خيركم من تعلّم القرآن و علّمه

“Sebaik baik kalian adalah orang yang mempelajari AlQur;a dan mengajarkanny.” (HR Bukhari)

***
artikel muslimah.or.id


Diambil dari kumpulan pertanyaan yang ada di dalam benak orang-orang yang ingin menghafal Al Qur’an yang ditulis oleh Muhammad Taqiyyul Islam dalam buku beliau :الأجوابة الحسان لمن أراد بحفظ القرآن
Artikel Ummu Zakariyya