Bismillaah ...
"Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)."
(al-Dhuha: 11).
Hari ini, para wanita yang mengaku muslimah moderen dengan lancang menggunakan ayat-ayat Allaahu Ta'ala untuk menghalalkan segala cara demi kepentingan pribadi mereka. Ayat di atas telah dijadikan dalil oleh sebagian kaum hawa (saudari kita) yang membolehkan untuk tidak berjilbab dengan alasan:
"Bagaimana saya harus menyembunyikan nikmat kecantikan yang telah Allaah berikan kepada saya seperti; rambut yang panjang lagikan lembut, paras yang cantik jelita dan kulit yang mulus indah?"
Sungguh, kita merasa bersyukur karena ukhty ini bersedia mengikuti firman Allaahu Jalla wa 'Ala dan komitmen dengan perintahNya, tetapi sayang kita katakan, selama itu sesuai dengan hawa nafsunya dan menurut pemahaman yang semaunya. Sementara di sisi lain kita meninggalkan perintah-perintah dari sumber yang sama (al Qur'an) ketika tidak bernafsu kepadanya. Jika tidak, mengapa kita tidak mematuhi perintah Allaahu Ta'ala:
وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya."
(An-Nur: 31).
Sedangkan yang biasa nampak darinya Allaahu Ta'ala tindak lanjuti dengan ayat:
يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيْبِهِنَّ
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (keseluruh tubuh mereka)."
(al-Ahzab: 59).
Sesungguhnya nikmat Allaah Tabaaraka wa Ta'ala yang terbesar adalah nikmat iman dan hidayah. Lalu mengapa kita tidak menampakkan dan memperbincangkan nikmat Allaah Ta'ala yang terbesar ini, yang diantaranya adalah hijab secara syar`i?
Ada juga saudari kita yang mengatakan:
"Saya sadari bahwa hijab itu wajib, akan tetapi saya akan komitmen dengannya setelah Allaah memberikan hidayah nanti."
Mari kita tanyakan kepada ukhty ini, apa langkah-langkah yang ia tempuh agar mendapatkan hidayah dari Allaah ini?
Apakah dia sadar tatkala hidayah itu menerpa didepan mata, namun dia melewatinya?
Kita mengetahui bahwa Allaah Subhaanahu wa Ta'ala menjadikan segala sesuatu itu ada sebabnya. Oleh karena itu orang yang sakit minum obat supaya sembuh, seorang musafir naik kereta atau kendaraan supaya sampai ke tempat tujuan dan semisal.
Orang yang inginkan hidayah, apakah telah ta'at mengikuti perintah dan laranganNya?
Apakah kita benar-benar jujur telah mengikuti jalan hidayah dan mengerahkan segala kemampuan kita untuk sebab-sebab yang dapat mengantarkan kepada hidayah?
Seperti berdo`a kepada Allaahu Ta'ala secara ikhlash sebagaimana yang telah difirmankanNya:
إاِهْدِنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقِيْمَ
"Tunjukilah kami kepada jalan lurus."
(al-Faatihah: 6).
Seperti berteman dengan wanita-wantia shalihah, kerena mereka adalah sebaik-baik penolong untuk mendapatkan hidayah dan mempertahankannya, sehingga ia betul-betul komitmen dengan perintah-perintah Allaahu Ta'ala, dan memakai hijab yang diperintahkan olehNya kepada wanita-wanita beriman.
Tatkala kita menunda-nunda amalan yang menyebabkan hidayah datang menghampiri kita, maka hidayah itu sendiri akan menunda-nunda untuk datang menghampiri kita ...
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya Allaah, janganlah Engkau simpangkan hati kami ini setelah Engkau berikan hidayah kepada kami dan anugerahkanlah kepada kami dari sisiMu sebuah rahmat, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi."
Allaahu a'lam.
Source : Akh. Shaalih
0 komentar:
Post a Comment