KAIDAH PERTAMA
Allah I dan rasul-Nya tidaklah memerintahkan kecuali perkara yang murni atau rojih maslahatnya. Dan tidaklah melarang kecuali perkara yang murni atau rojih mafsadatnya.
Kaidah ini mencakup seluruh syari’at agama ini. Tidaklah ada sedikitpun dari hukum syari’at yang keluar dari kaidah ini. Tidak ada perbedaan antara yang berkaitan dengan pokok ataupun cabang dari agama ini. Sama saja apakah berhubungan dengan hak Allah Iataupun yang berhubungan dengan hak para hamba. Allah Iberfirman :
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS./ An nahl : 90)
Maka tidaklah tersisa satu keadilan pun dan tidak pula ihsan dan menjalin silaturahim kecuali telah Allah I perintahkan dalam ayat yang mulia ini. Dan tidak pula ada sedikitpun kekejian dan kemungkaran yang berlkaitan dengan hak Allah I, dan tidak pula kedzaliman kepada makhluk dalam darah, harta, dan kehormatan mereka kecuali telah Allah I larang. Dan Allah I telah memperingatkan para hambanya untuk memperhatikan perintah-perintah Allah I tersebut beserta dengan kebaikan dan manfaat yang ada di dalamnya sehingga mereka melaksanakan perintah tersebut. Dan supaya memperhatikan keburukan dan madharat yang ada dalam larangan-larangan Allah I tersebut sehingga mereka menjauhi larangan-larangan tersebut.
Demikian pula, Allah I berfirman :
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan”. Dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri) mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta`atanmu kepada-Nya. (QS. Al A’raf : 29)
Ayat ini telah mengumpulkan pokok-pokok perintah Allah I, dan menjelaskan tentang kebaikan perintah-perintah tersebut. Sebagaimana ayat setelahnya menjelaskan tentang pokok-pokok perkara yang haram, dan memperingatkan tentang kejelekan perkara-perkera haram tersebut. Yaitu firman Allah I:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَالَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَالاَتَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”.(QS. Al A’raf : 33)
Dalam ayat yang lain, tatkala Allah I memerintahkan untuk bersuci sebelum melaksanakan sholat, yaitu dalam firman-Nya :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدُُ مِّنكُم مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. (QS. Al Maaidah : 6)
Pada ayat ini Allah I menyebutkan dua macam thaharah, yaitu thaharah dari hadats kecil dan hadats besar dengan menggunakan air, dan jika tidak ada air atau karena sakit maka bersuci dengan menggunakan debu. Kemudian Allah I berfirman ;
مَايُرِيدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al Maaidah : 6)
Pada ayat tessebut Allah I mengabarkan bahwa perintah-perintah-Nya yang agung termasuk sebesar-besar nikmat-Nya di dunia ini, dan nikmat tersebut berkaitan erat dengan nikmat-Nya nanti di akhirat.
Kemudian, perhatikanlah firman Allah I:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (QS. Al Israa’ : 23)
Sampai firman-Nya :
ذَلِكَ مِمَّآ أَوْحَى إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ الْحِكْمَةِ
Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu. (QS. Al Israa’ : 39)
Dan firman Allah I:
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَاحَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلاَتَقْتُلُوا أُوْلاَدَكُم مِّنْ إِمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلاَتَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ وَلاَتَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّباِلْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ {151} وَلاَتَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لاَنُكَلِّفُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْكَانَ ذَاقُرْبَى وَبِعَهْدِ اللهِ أَوْفُوا ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ {152} وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. (QS. Al An’am : 151-153)
Dan Allah I berfirman :
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا {36} الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَآءَاتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا {37} وَالَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ رِئَآءَ النَّاسِ وَلاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَبِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَمَن يَكُنِ الشَّيْطَانُ لَهُ قَرِينًا فَسَآءَ قَرِينًا {38}
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan. Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya. (QS. An Nisaa’ : 36-38)
Perhatikanlah apa yang terkandung dalam ayat di atas berupa perintah-perintah yang kebaikan serta maslahatnya yang lahir maupun yang baitin sampai pada puncak kebaikan, sampai pada puncak keadilan dan kasih sayang. Dan perhatikanlah larangan-larangan tersebut yang sangat besar bahayanya, sangat besar kejahatannya, serta tidak terhitung mafsadat yang ditimbulkannya. Ini semua termasuk sebesar-besar mu’jizat yang ada dalam Al Qur’an, dan juga mu’jizat Rasulullah r.
Semisal dengan ayat di atas, Allah I telah berfirman ketika mensifati hamba-hambanya yang utama dan terpilih :
وَعِبَادُ الرَّحْمَانِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى اْلأَرْضِ هَوْنًا
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati. (QS. Al Furqaan : 63)
Sampai firman Allah I:
أُوْلَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَاصَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلاَمًا {75} خَالِدِينَ فِيهَا حَسُنَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا {76}
Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman. (QS. Al Furqaan : 75-76)
Dan Allah I berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (QS. Al Mu’minuun : 1)
Pada kelanjutan ayat ini Allah I menyebutkan beberapa sifat hambanya yang beriman, kemudian Allah I berfirman :
أُوْلاَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ {10} الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ {11}
Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (ya`ni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (QS. Al Mu’minuun : 10-11)
Demikian pula, Allah I berfirman :
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّآئِمِينَ وَالصَّآئِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أّعَدَّ اللهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta`atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al Ahzab : 35)
Maka sifat-sifat yang Allah I sebutkan tentang hamba-hambanya yang terpilih tersebut telah dimaklumi kebaikannya, dan telah difahami kesempurnaan serta manfaatnya yang besar.
وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al Maaidah : 35)
Seluruh bagian yang ada dalam syari’at ini, baik berupa ibadah, muamalah, perintah untuk menunaikan hak yang bermacam-macam, semuanya merupakan cabang dan perincian dari penjelasan Allah I dalam ayat-ayat tersebut. Demikian pula, seluruh perincian yang disebutkan oleh para ulama’ berupa kebaikan dan manfaat yang ada dalam perintah-perintah Allah I, serta kejelekan dan mafsadat yang ditimbulkan dari perkara yang dilarang oleh Allah I, semuanya masuk dalam kaidah ini.
Oleh kerana itulah, para ahli fiqih menjelaskan illah (sebab) terhadap hukum-hukum yang diperintahkan dengan kebaikan-kebaikan yang ada di dalamnya. Dan sebab perkara-perkara yang dilarang dengan kejelekan-kejelakan yang ada di dalamnya.
Demikian pula, salah satu di antara empat dasar hukum Islam adalah qiyas. Di mana qiyas merupakan manifestasi dari keadilan, dan metode untuk mengetahui keadilan. Dan qiyas merupakan mizan (timbangan) sebagaimana firman Allah I:
اللهُ الَّذِي أَنزَلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَالْمِيزَانَ
Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). (QS. Asy Syuura : 17)
Qiyas merupakan upaya mengumpulkan hal-hal yang serupa dalam kebaikannya, atau hal-hal yang serupa dalam kejelekannya, kemudian diberikan satu hukum. Dan membedakan hal-hal yang saling berseberangan dan saling berbeda dengan hukum yang berbeda pula, sesuai dengan karakteristik masing-masing.
Perintah Allah I yang maslahatnya murni dan larangan Allah Iyang mafsadatnya murni dapat diketahui dari beberapa contoh berikut :
Sebagian besar hukum-hukum dalam syari’at ini mempunyai kemaslahatan yang murni. Keimanan dan tauhid merupakan kemaslahatan yang murni, kemaslahatan untuk hati, ruh, badan, kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan kesyirikan dan kekufuran bahaya dan mafsadatnya murni, yang menyebabkan keburukan bagi hati, badan, dunia, dan kahirat.
Kejujuran maslahatnya murni, sedangkan kedustaan kesebalikannya. Oleh karena itu, jika muncul maslahat yang lebih berar dari mafsadat yang ditimbulkan dari beberapa macam dusta, seperti dusta dalam peperangan, dan dusta dalam rangka mendamaikan manusia, maka Nabi r telah memberikan rukhshoh (keringanan) dalam hal ini dikarenakan lebih dominannya kebaikan yang ada di dalamnya.
Demikian pula, keadilan mempunyai maslahat yang murni, sedangkam kedzaliman seluruhnya adalah mafsadat.
Sedangkan perjudian dan minum khamr mafsadat dan bahayanya lebih banyak daripada manfaatnya, oleh karena itu, Allah I mangharamkannya. Allah I berfirman :
يَسْئَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَآإِثْمُُ كَبِيرُُ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya”. (QS. Al Baqarah : 219)
Dalam hal ini, jika muncul maslahat-maslahat yang besar dari melaksanakan sebagaian perkara perjudian, seperti mengambil hadiah dari perlombaan pacu kuda, onta, atau lomba memanah, maka hal-hal seperti ini diperbolehkan dikarenakan di dalamnya terdapat upaya untuk persiapan jihad yang dengannya agama menjadi tegak.
Adapun mempelajari sihir, maka sihir hanyalah mafsadat semata-mata. Sebagaimana firman Allah I:
وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ
Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. (QS. Al Baqarah : 102)
Demikian pula diharamkannya bangkai, darah, daging babi, dan semisalnya yang mengandung mafsadat dan bahaya. Jika maslahat yang besar mengalahkan mafsadat yang ditimbulkan dari memakan makanan yang diharamkan tersebut, yaitu disebabkan kadadaan darurat untuk bisa bertahan hidup, maka diperbolehkan memakannya. Allah I berfirman :
فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ ِّلإِثْمٍ فَإِنَّ اللهَ غَفُورُُ رَّحِيمُُ
Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Maaidah : 3)
Pokok dan kaidah syari’ah yang agung ini dapat dijadikan dasar bahwa ilmu-ilmu modern, dan pekerjaan-pekerjaan di masa sekarang ini, serta bermacam-macam penemuan baru yang bermanfaat bagi manusia dalam urusan agama dan dunia meraka, hal-hal tersebut termasuk perkara yang diperintahkan dan dicintai Allah I dan Rasul-Nya, sekaligus merupakan kenikmatan Allah I yang diberikan kepada para hamba-Nya. Hal ini dikarenakan di dalamnya terdapat manfaat yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan realisasi kesempurnaan nikmat dari-Nya. Oleh karena itu, adanya telegram beserta jenis-jenisnya, industri-industri, macam-macam penemuan baru, hal-hal tersebut sangat sesuai dengan implementasi kaidah ini. Perkara-perkara tersebut sebagiannya masuk dalam kewajiban, sebagiannya lagi masuk dalam perkara-perkara yang sunnah, dan sebagiannya lagi masuk dalam perkara yang mubah, sesuai dengan buah yang dihasilkannya dan amalan-amalan yang muncul darinya. Sebagaimana perkara-perkara tersebut juga bisa masuk dalam kaidah syar’iyah yang tercabang dari kaidah ini.
http://ustadzkholid.wordpress.com/
**Artikel: Ummu Zakaria
0 komentar:
Post a Comment