Friday, 7 January 2011

Taisir Musthalah Hadits : Penjelasan untuk Sanad yang Terputus, Tadlis & Mudhthorib


Sanad yang Terputus
  1. Penjelasannya
  2. Pembagiannya
  3. Hukumnya
1. Sanad yang terputus (منقطع السند)adalah yang tidak bersambung sanadnya, dan telah disebutkan bahwa di antara syarat hadits shohih yang berjumlah lima, salah satunya adalah bersambung sanadnya.
2. Sanad yang terputus terbagi menjadi empat:  mursal, mu’alaq, mu’dhol dan munqothi’.
Mursal (المرسل)
Mursal adalah hadits yang dinisbatkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam oleh sahabat atau tabi’in yang tidak mendengar langsung dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam2.
Mu’alaq (المعلق)
Mu’allaq adalah hadits yang dihilangkan awal atau terkadang yang dimaksudkan adalah yang dibuang semua sanadnya, seperti perkataan Imam Bukhori, “Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam mengingat Allah di setiap keadaannya”3. Adapun hadits yang dinukil penulis kitab, misal Umdatul Ahkam yang dinisbatkan pada aslinya, maka tidak dinilai sebagai hadits mu’allaq karena orang yang menukil tidak menyandarkan hadits tersebut pada dirinya.Akan tetapi dinisbatkan, misal “Diriwayatkan oleh Abu Daud”.
Mu’dhol (المعضل)
Mu’dhol adalah hadits yang dibuang di tengah-tengah sanadnya, dua rowi secara berturut-turut.
Munqothi’4 (المنقطع)
Munqothi’ adalah hadits yang dibuang dari tengah sanadnya satu, dua atau lebih dan tidak berturut-turut. Terkadang maksudnya adalah hadits yang tidak bersambung sanadnya, maka termasuk di dalamnya hadits yang empat tadi, mursal, mu’allaq, mu’dhol dan munqothi’ itu sendiri5.
Misalnya hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori, ia berkata, “Menceritakan pada kami Abdullah ibn Azzubair Al Humaidi6,ia berkata, telah menceritakan pada kami Sufyan, ia berkata, telah menceritakan pada kami Yahya ibn Sa’id Al Anshori, ia berkata,telah mengkhobarkanku Muhammad ibn Ibrohim At Taimi, bahwasannya ia mendengar dari Alqomah ibn Abi Waqosh Al Laitsi mengatakan, aku mendengar ‘Umar ibn Khottob rodhiallahu ‘anhu di atas mimbar berkata, “Aku mendengar Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya ‘hingga akhir hadits.
Maka jika dibuang dari sanad tersebut, ‘Umar ibn Khottob rodhiallahu ‘anhu, dinamakan hadits mursal.
Jika yang dibuang Al Humaidi dinamakan hadits mu’allaq.
Jika yang dibuang Sufyan dan Yahya dinamakan hadits mu’dhol.
Jika yang dibuang Sufyan saja atau bersama at-Taimi  dinamakan hadits munqothi’.

3. Seluruh hadits munqothi’ ditolak dikarenakan ketidaktahuan keadaan rowi yang dibuang. Namun berikut ini adalah munqothi’ yang dikecualikan dari penolakan tersebut:
  1. Mursal sahabat7
  2. Mursal kibar tabi’in8. Menurut sebagian besar ahlu ‘ilmi adalah shohih jika dikuatkan oleh mursal yang lain atau diamalkan para sahabat atau dengan qiyas.
  3. Mu’alaq.Jika dengan bentuk kata yang tegas dalam kitab yang komitmen dengan hadits-hadits shohih, seperti Shohih Bukhori9.
  4. Hadits yang diriwayatkan dengan sanad yang bersambung dari jalan yang lain yang memenuhi semua persyaratan untuk diterimanya hadits10.
Tadlis
  1. Penjelasannya
  2. Pembagiannya
  3. Tingkatan mudallis
  4. Hukum perowi yang mudallis
1. Tadlis (التدليس) adalah membawakan hadits dengan satu sanad sehingga dipahami bahwa sanad tersebut lebih tinggi dari pada kualitas senyatanya.
2. Tadlis terbagi menjadi dua: tadlis isnad dan tadlis guru.
Tadlis isnad (تدليس الإسناد)
Tadlis isnad adalah seorang rowi meriwayatkan dari orang yang dijumpainya, hadits yang tidak dia dengar atau tidak dia lihat perbuatannya dengan kata-kata yang bisa dipahami bahwa orang tersebut mendengar atau melihatnya secara langsung. Contohnya: “Ia berkata” (قال), “ia melakukan” (فعل), “dari fulan” (عن فلان), “fulan berkata” ((قال فلان,”fulan melakukan” (فلانفعل) dan yang semisal itu.
Tadlis guru (تدليس الشيوخ)
Tadlis guru adalah seorang rowi menamakan gurunya, atau mensifatinya dengan nama atau sifat yang tidak terkenal sehingga gurunya tidak dikenal. Hal ini disebabkan mungkin karena gurunya lebih muda darinya, dan ia tidak suka jika diketahui meriwayatkan dari yang lebih muda, atau agar orang mengira gurunya banyak, atau maksud-maksud lainnya.
3. Rowi mudallis ada banyak; ada yang dho’if dan ada yang tsiqoh seperti Hasan Al Bashri, Humaid At Tuwaili, Sulaiman ibn Mahron Al ‘Amasy, Muhammad ibn Ishaq dan Walid ibn Muslim. Al Hafidz Ibnu Hajar mengklasifikasikan rowi mudallis menjadi lima tingkatan:
  1. Rowi yang tidak divonis melakukan tadlis kecuali langka. Seperti Yahya ibn Sa’id.
  2. Rowi yang para imam masih berlapang dada terhadap tadlisnya (masih dimaafkan). Oleh karena itulah para ulama masih memakai riwayatnya dalam kitab shohih karena dia adalah seorang Imam dan sedikitnya tadlis yang dia lakukan jika dibandingkan dengan riwayat yang dia sampaikan, semacam tadlisnya Imam Sufyan Atsauri. Atau karena rowi tersebut tidak melakukan tadlis kecuali dari seorang rowi yang tsiqoh, semacam Imam Sufyan ibn ‘Uyainah.
  3. Rowi yang sering melakukan tadlis tanpa membatasi diri dengan rowi-rowi yang tsiqoh. Sehingga yang tidak disebutkan boleh jadi rowi tsiqoh
    ataupun rowi yang dho’if.  Semacam Abu Zubair Al Makiy.
  4. Rowi yang mayoritas tadlisnya adalah rowi yang dho’if dan tidak dikenal. Seperti Baqiyah ibn Al Walid.
  5. Orang yang disamping melakukan tadlis, memiliki kelemahan karena faktor lain. Misal,  ‘Abdulah ibn Luhai’ah11.
4. Hadits mudallis tidak diterima kecuali mudallisnya adalah orang yang tsiqoh (terpercaya), dan dia menegaskan bahwa ia mengambilnya secara langsung dari gurunya dengan perkataan “aku
mendengar fulan berkata” (
سمعت فلان), “aku melihat ia melakukan” (رأيته يفعل), “telah menceritakan padaku” (حدثني) dan yang semacam itu. Akan tetapi riwayat yang terdapat dalam Shohih Bukhori dan Shohih Muslim dengan bentuk tadlis dari rowi tsiqoh yang mudallis, maka haditsnya diterima karena umat Islam menerima semua riwayat dari kedua Imam tersebut dengan tanpa perincian
Mudhthorib
  1. Penjelasannya
  2. Hukumnya
1. Mudhthorib (المضطرب) adalah hadits yang para rowinya berselisih dalam sanad atau matannya yang tidak mungkin dikompromikan.
Contohnya, hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakar rodhiallahu’anhu bahwasannya ia berkata pada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,  “Aku melihat engkau beruban”. Nabishollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku beruban karena memikirkan yang Allah turunkan dalam surat Hud dan surat-surat sejenisnya.”
Hadits ini diperselisihkan dalam 10 masalah. Hadits ini ada yang diriwayatkan secara maushul dan mursal. Ada yang mengatakan dari Abu Bakar, ada yang dari ‘Aisyah atau Sa’ad dengan perselisihan yang tidak mungkin dikompromikan atau dirojihkan (dipilih yang lebih kuat).
  • Jika mungkin dikompromikan;
    Maka wajib dikompromikan dan hilanglah status idhthirob
    12.
    Contohnya:
    Perbedaan riwayat tentang jenis ihrom Nabi
     shollallahu ‘alaihi wa sallam pada haji wada’. Sebagian mengatakan Nabi haji ifrod saja, ada yang mengatakan haji tammatu ada juga yang mengatakan bahwa Nabi melakukan haji qiron13.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada kontradiksi dalam hal tersebut. Nabi melakukan tamatu’ tamatu’ qiron. Qiron bisa juga disebut tamatu’. Tamatu’ ada dua macam, yaitu tamatu’ dengan makna tamatu’ dan tamatu’ dengan makna qiron. Tamatu’ Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam adalah tamatu’ qiron. Dan nabi menyendirikan perbuatan manasik haji dan menggandengkan antara dua ibadah yaitu umroh dan haji. Maka haji itu adalah haji qiron dengan menyatukan manasik. Jadi, disebut haji ifrod dengan pertimbangan bahwa Nabi mencukupkan degan satu tawaf dan sa’i, dan disebut mutamatu’ dengan pertimbangan kesenangan yang beliau dapatkan dengan meninggalkan salah satu dari dua safar.”
  • Jika mungkin dirojihkan;
    Wajib mengamalkan yang dan hilanglah status idhthirob.
    Contohnya:
    Perselisihan pada riwayat hadits Barirah rodhiallahu ‘anha ketika dia dimerdekakan dari status budak. Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam memberinya pilihan antara tetap bersama suaminya atau berpisah dari suaminya
    14.
Perselisihannya: Apakah suaminya adalah orang yang merdeka atau budak?
Diriwayatkan dari Al Aswad dari ‘Aisyah15 rodhiallahu’anha bahwasannya suaminya adalah orang yang merdeka. Tapi riwayat dari ‘Urwah ibn Zubair16 dan Qosim ibn Muhammad ibn Abu Bakar bahwasannya suaminya adalah seorang budak.
Yang dinilai rojih dari kedua riwayat tersebut riwayat ‘Urwah ibn Zubair dan Qosim ibn Muhammad ibn Abu Bakar dikarenakan kedekatan keduanya dengan ‘Aisyah. ‘Aisyah adaah bibi dari ‘Urwah dan bibi dari Qosim. Sedangkan Al Aswad tidak punya hubungan dengan ‘Aisyah ditambah ada keterputusan di dalam riwayatnya.
2. Hukum hadits mudhtorib adalah dho’if dan tidak dapat dijadikan hujjah. Karena idhthirobnya menunjukkan adanya rowi yang tidak kuat hafalannya. Akan tetapi jika idhthirob tersebut tidak berkaitan dengan pokok hadits, maka tidak mengapa.
Contohnya:
Perselisihan perowi dalam hadits dari Fadholah ibn ‘Ubaid
 rodhiallahu’anhu,bahwasannnya ia membeli kalung pada perang Haibar sebanyak 12 dinar.Pada kalung tersebut terdapat emas dan manik-manik. Ia berkata, “Maka aku memisahkannya dan aku mendapatkannya nilainya lebih dari 12 dinar. Lalu aku menceritakan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, beliau pun bersabda, “Kalung tersebut tidak boleh dijual sampai dipisah.”
Maka pada riwayat yang lain,  Fadholahlah yang membeli kalung tersebut. Riwayat lainnya, ada orang lain selain Fadholah yang bertanya tentang hukum membeli kalung tersebut.
Dalam riwayat lain: Bahwasannya itu emas dan manik-manik.
Pada riwayat yang lain: Emas dan permata.
Riwayat yang lain: Manik-manik yang digantungi emas.
Riwayat yang lain: dengan nilai 11 dinar.
Riwayat yang lain: dengan nilai 9 dinar.
Riwayat yang lain: dengan nilai 7 dinar.
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Perselisihan ini tidaklah menyebabkan kelemahan hadits, karena maksud pokok dari berdalil dengan hadits tersebut tetap terjaga dan tidak ada perselisihan di dalamnya, yaitu pelarangan jual beli sesuatu yang belum terpisah. Adapun jenisnya atau kadar, ukuran harganya maka dalam hal ini tidak memiliki hubungan dengan menjadi idththirob atau tidak.”
Demikian pula bukan penyebab idhthirob, perbedaan tentang nama perowi, kunyahnya atau yang semacam itu, padahal yang dimaksudkan adalah sama sebagaimana didapatkan pada banyak hadits-hadits yang shohih.
1 Keterputusan sanad ada yang jelas dan tidak jelas. Yang tidak jelas akan dibahas di tadlis.
2 Maka nanti mursal ada dua.
3 Atau hadits yang dibuang di awal sanad. Awal sanad adalah orang yang berada di atas pencatat hadits. Orang setelah Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam adalah akhir sanad. Terkadang dibuang semua sanadnya oleh Imam Bukhori. Mu’allaq dalam Imam Bukhori disebutkan sanadnya oleh Ibnu Hajar dalam salah
satu kitabnya.
4 Munqothi’ ini memiliki dua pengertian.
5 Sebagaimana Islam itu punya tingkatan, yaitu Islam, Iman, Ihsan. Jadi, Islam itu ada di Islam itu sendiri.
6 Guru Imam Bukhori yang Imam Bukhori paling banyak meriwayatkan hadits darinya.
7 Semacam ucapan Ibnu Abbas tentang turunnya wahyu pertama kali. Ibnu Abbas lahir 3 tahun sebelum hijrah. Maka tentu dia tidak mengetahui dan tidak menyaksikan langsung kejadian di awal wahyu, sehingga tentu dia mendapatkan dari sahabat yang lain. Mursal shohabi tidak mempengaruhi keabsahan hadits. Karena meski kita tidak mengetahui sahabat yang dibuang, akan tetapi itu tidaklah masalah karena semua sahabat Nabishollallahu ‘alaihi wa sallam adalah adil.
8 Kibar tabi’in : mereka yang mayoritas riwayatnya berasal dari para sahabat, seperti Sa’id ibn Musayyib, ‘Urwah ibn Zubair. Jadi, mereka sedikit meriwayatkan dari sesama tabi’in.
9 Akan tetapi, hadits mu’alaq dalam Shohih Bukhori bukanlah sebagai bagian dari Shohih Bukhori meskipun ia tercantum dalam kitab Shohih Bukhori. Oleh karena itu ketika orang menyampaikan hadits mu’alaq Imam Bukhori dalam Shohih Bukhori harus disebutkan, “Diriwayatkan oleh Imam Bukhori secara mu’alaq” karena mu’alaq tersebut bukan bagian dari Shohih Bukhori. Karena judul asli kitab shohih Bukhori adalah Al Jam’i As Shohih Al Musnad. Al Jami’ yaitu kitab hadits yang mengumpulkan hadits dalam banyak bab, baik fiqh dan selainnya. Kalau hanya dalam bab fiqh saja disebut Sunan. Mu’alaq dalam Shohih Bukhoriada kata-kata yang tegas ada yang tidak tegas. Jika yang tidak tegas maka Imam Bukhori tidak menjamin keshohihan hadits ini. Sedangkan Al Musnad adalah yang bersanad.
10 Ada pertanyaan, “Apakah semua hadits yang shohih diamalkan?” Belum tentu. Dilihat dulu, apakah hadits tersebut mansukh. Jadi masih harus melihat hal yang lainnya. Misalnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam berdiri ketika ada jenazah lewat. Hadits ini shohih. Tapi kemudian mansukh. Karena setelah itu nabi shollallahu ‘alaihi wa sallammelarang untuk berdiri ketika jenazah lewat. Dan juga tidak setiap hadits dho’if ditinggalkan. Jika bisa naik menjadi hadits hasan lighoiri, maka hadits dho’if tersebut bisa diamalkan.
11 Ia mulai kacau hafalannya setelah kitab-kitabnya terbakar. Namun, ia memiliki empat murid yang bernama ‘Abdulah yang belajar padanya sebelum kitab-kitabnya terbakar. Sehingga riwayatnya dapat diterima melalui empat murid tersebut.
12Dan tidak lagi isebut hadits mudhtorib.
13 Berihrom untuk menjalankan haji dan umroh sekaligus dan tidak tahallulkecuali tanggal 10 dzulhijjaah.
14 Suami Barirah bernama Mughits.
15 Dan ‘Aisyah inilah yang membeli Bariroh kemudian memerdekakannya.
16 Anak dari Asma binti Abu Bakar.
***

***Artikel: Ummu Zakaria***

Related Post :

0 komentar:

Post a Comment