Sunday, 30 January 2011

Hukum Wanita Bekerja di Tempat yang Bercampur Antara Pria dan Wanita


Fatwa oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan:

Bolehkah seorang wanita bekerja di suatu tempat yang di dalamnya berbaur antara wanita dengan pria semata-mata karena dia tahu bahwa di tempat itu terdapat pekerja-pekerja wanita lain selain dirinya?

Jawaban:

Saya berpendapat bahwa tidak boleh kaum pria bercampur baur dengan kaum wanita, baik ketika bekerja sebagai pegawai pemerintah maupun swasta, juga di sekolah-sekolah negeri maupun swasta. Sesungguhnya, bercampur baurnya kaum pria dengan kaum wanita itu bisa menimbulkan berbagai mafsadat, paling tidak akan hilang perasaan malu dari kaum wanita dan akan hilang kewibawaan kaum pria. Sebab, jika pria dan wanita telah berbaur dalam suatu tempat, tidak ada lagi wibawa laki­-laki di hadapan wanita dan tidak ada lagi rasa malu wanita kepada pria.
Dan ini (berbaurnya kaum pria dan wanita) ber­tentangan dengan ketentuan syariat Islam dan kebiasaan kaum salafus shalih. Bukankah Anda mengetahui bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan tempat khusus bagi kaum wanita jika mereka keluar ke musholla tempat dilaksanakannya Shalat led? Mereka tidak bercampur baur dengan kaum pria. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih, bahwa seusai berkhutbah di hadapan kaum pria, beliau turun dari mimbar dan pergi ke tempat berkumpulnya kaum wanita. Beliau menyampaikan taklim dan taushiyah kepada mereka. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mendengar khutbah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam atau andaikata mereka mendengar, mereka belum memahami apa yang mereka dengar dari Rasulullah.
Selain itu, bukankah Anda mengetahui bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhir dan seburuk-buruknya adalah yang paling depan, sedangkan sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling depan dan seburuk-buruknya adalah yang paling belakang.”
Itu tidak lain karena shaf wanita yang paling depan itu berdekatan dengan shaf laki-laki, maka merupakan seburuk-buruk shaf dan shaf wanita yang paling akhir itu jauh dari shaf laki-laki, maka merupakan sebaik-baik shaf.
Jika ada ketentuan semacam ini di dalam ibadah yang dilaksanakan secara bersama-sama, maka bagaimana pula pendapat Anda jika hal ini terjadi di luar ibadah? Merupakan hal yang dimaklumi bahwa ketika beribadah manusia berada dalam keadaan yang paling jauh dari keterkaitan dengan nafsu seksual. Bagaimana jika pencampur-bauran itu terjadi di luar ibadah?
Sesungguhnya setan itu mengalir di dalam tubuh anak Adam sebagaimana aliran darah, maka tidak mustahil jika terjadi fitnah dan keburukan besar disebab­kan bercampur-baurnya antara pria dan wanita. Maka saya menghimbau kepada saudara-saudara kami agar mereka menghindariikhtilath. Hendaklah mereka mengetahui bahwa itu merupakan salah satu hal yang sangat ber­bahaya bagi kaum pria.
”Aku tidak meninggalkan sesudahku, suatu fitnah yang lebih berbahaya dibanding dengan fitnah bagi pria daripada wanita.”
Alhamdulillah, kita kaum muslim punya ciri khas tersendiri yang membedakan kita dari golongan selain kita. Kita harus memuji Allah yang telah mengaruniakan ciri khas tersebut kepada kita. Kita harus mengetahui bahwa kita mengikuti syariat Allah Yang Maha Bijaksana, yang mengetahui apa yang baik bagi para hamba dan bagi suatu negeri. Kita juga harus mengetahui bahwa siapa lari dari jalan Allah Ta’ala dan syariat-Nya, maka mereka itu berada dalam kesesatan dan pada akhirnya mereka akan menjumpai kebinasaan.
Karena itu, kita mendengar bahwa bangsa-bangsa yang kaum wanitanya bercampur baur dengan kaum pria, kini sedang berusaha keras untuk menghindarkan diri dari hal ini. Kita memohon kepada Allah agar melindungi negeri kita dan negeri-negeri kaum muslim dari segala keburukan dan fitnah.”
(Syaikh Ibnu ‘Utsaimin)
Fatawa an-Nadzar wal Khalwah wallkhthilath, Syaikh Bin Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Jibrin dan Lajnah Daimah, Hal. 44-46

Sumber: Mencari Kunci Rezeki yang Hilang, Zaenal Abidin bin Syamsudin, Penerbit Pustaka Imam Abu Hanifah.


***Artikel: Ummu Zakaria***

Related Post :

0 komentar:

Post a Comment