Thursday 10 March 2011

Apakah Al-Qur’an kedudukannya lebih tinggi dari Al-Hadits?

Pertanyaan:

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44)
Saya insyaallah mengutamakan dalil Al-quran tersebut, karena Al-quran kedudukannya lebih tinggi dari hadits, dan Al-Quran Dijaga Oleh Allah dari dirubah oleh tangan mahlukNya sampai hari kiamat, betulkan ustadz?
kemudian saya mengesampingkan hadits berikut ini ustadz:

“Akan datang sesudahku para pemimpin, mereka tidak mengambil petunjukku dan juga tidak melaksanakan sunnahku. Dan kelak akan ada para pemimpin yang hatinya seperti hati setan dalam jasad manusia.” Maka aku (Hudzaifah) berkata: “Wahai Rasulullah, apa yang aku perbuat jika aku mendapati hal ini?” Beliau bersabda: “Hendaklah engkau mendengar dan taat kepada pemimpinmu walaupun punggungmu dipukul dan hartamu dirampas, tetaplah dengar dan taat kepadanya.” (HR. Muslim dari Hudzaifah Ibnul Yaman radliyallahu’anhu)


sebab hadits tidak dijaga Allah dari kejahilan tangan mahlukNya, betul kan ustadz?
hadits yg saya sebut diatas sangat bertentangan dengan amar ma’ruf nahi munkar.
kemudian saya mau tanya pak ustadz,
apakah pemimpin seperti SBY itu sah kepemimpinannya?
soalnya dia kan mengemis untuk dipilih jadi pemimpin?
mohon dijwb ya ustadz..
smuga kita slalu diberi hidayah oleh Allah swt (Subhanahu wa Ta’ala).. aamiin..
fatal pak ustadz, hadits hadits yg ustadz sebut ada yg bertentangan dg alquran…
semoga Allah memberi kita hidayah.. aamiin..
menurut saya, POLRI KAFIR karena memutuskan hukum tidak berdasar hukum yg diturunkan Allah.. yaitu alquran.
jika kita tidak mengakui POLRI KAFIR berarti kita mengingkari alquran surat al-maidah ayat 44 yang berbunyi:
“barang siapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang orang yang kafir” ..naudzubillah min dhalik…
ya Allah tunjukkanlah kebenaran!
musnahkan kebathilan.. amiin..

Jawaban:
بسم الله الرحمن الرحيم
Menjawab syubhat-syubhat ini kami rinci dalam beberapa poin berikut:
1. Ungkapan “Al-Qur’an kedudukannya lebih tinggi dari Al-Hadits”
Ungkapan ini tidak sepenuhnya benar. Tetapi harus dirinci:
Pertama: Dari sisi keutamaan, tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur’an lebih tinggi dari Al-Hadits dari segi keutamaannya.
Kedua: Dari sisi ihtijaj (sebagai sumber hujjah atau dalil), maka kedudukannya sama dengan Al-Qur’an. Sehingga orang yang taat kepada Al-Qur’an berarti dia taat kepada Al-Hadits. Sebaliknya, orang yang menolak Al-Hadits itu artinya dia menolak Al-Qur’an.
Mengapa demikian? Karena Allah Ta’ala sendiri telah menegaskan hal tersebut dalam banyak sekali ayat dalam Al-Qur’an, diantaranya:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ
“Apa yang dibawa oleh Rasul kepadamu, ambillah dan apa yang kamu dilarang olehnya maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7)
Jadi, orang yang mengesampingkan Al-Hadits itu artinya dia mengesampingkan Al-Qur’an, karena dia tidak mau taat kepada perintah Allah dalam Al-Qur’an untuk menerima semua yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, baik Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
Olehnya, mengingkari hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah kekafiran terhadap Al-Qur’an yang diturunkan Allah Ta’ala.
2. Benarkah Al-Hadits tidak dijaga keasliannya sebagaimana Al-Qur’an?
Jika Antum terbiasa membaca kitab-kitab Ahlus Sunnah maka Antum akan tahu penjelasan ulama bahkan kesepakatan seluruh ulama bahwa Al-Hadits juga dijaga keasliannya sebagaimana Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya kami yang menurunkan adz-dzikr dan kami pula yang menjaganya.” (Al-Hijr: 9)
Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah menjelaskan makna adz-dzikr dalam ayat di atas:
فمضمون عند كل من يؤمن بالله واليوم الآخر أن ما تكفل الله عز وجل بحفظه : فهو غير ضائع أبدا ، لا يشك في ذلك مسلم ، وكلام النبي صلى الله عليه و سلم كله وحي ، بقوله تعالى : ( وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى * إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى ) النجم/3، 4 . والوحي ذكر بإجماع الأمة كلها ، والذكر محفوظ بالنص ؛ فكلامه عليه السلام محفوظ بحفظ الله عز و جل ضرورة ، منقول كله إلينا لا بد من ذلك
“Sudah semestinya orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir mengimani bahwa apa yang telah Allah jamin untuk menjaganya maka ia tidak akan hilang selamanya, seorang muslim tidak meragukan hal itu. Sedang perkataan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam semuanya adalah wahyu, sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dan tiadalah yang diucapkan oleh Nabi menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4) Jadi, wahyu berdasarkan kesepakatan (ijma’) seluruh umat Islam adalah dzikr, dan ad-dzikr itu terjaga berdasarkan nash. Maka perkataan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga terjaga dengan penjagaan Allah ‘Azza wa Jalla karena pentingnya penjagaan tersebut, maka semua hadits telah tersampaikan kepada kita.” (Al-Ihkam, 2/201)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
فما بعث الله به رسوله من الكتاب والحكمة محفوظ
“Apa yang Allah utus dengannya Rasul-Nya dari Al-Qur’an dan Al-Hikmah (Sunnah) maka itu terjaga.” (Majmu’ Al-Fatawa, 27/169)
3. Jika demikian adanya, maka Al-Hadits yang shahih selamanya tidak bertentangan dengan al-Qur’an, hanya kita saja yang bodoh sehingga mengira ada pertentangan antara keduanya. Karena tidak mungkin Allah Ta’ala menurunkan wahyu dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits kemudian terjadi kontradiksi antara sesama wahyu Allah Ta’ala yang sama-sama terjaga dari perubahan oleh tangan manusia.
Apalagi kalau dikatakan bertentangan dengan amar ma’ruf nahi munkar, karena ma’ruf adalah apa yang dipandang ma’ruf oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, bukan menurut pandangan kita yang sempit. Demikian pula yang munkar adalah apa yang dipandang munkar oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, bukan menurut selera kita.
4. Oleh karena itu, makna ayat Al-Maidah: 44 jangan dipahami dengan akal sendiri, tapi rujuklah kepada pemahaman Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat, karena mereka lebih tahu dengan al-Qur’an.
Sahabat yang mulia Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma menjelaskan makna ayat tersebut adalah:
إنه ليس كفراً ينقل عن ملة : (وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ) كفر دون كفر
“Maksud ayat ini bukanlah kekufuran yang mengeluarkan dari agama (murtad),“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir; maknanya kekufuran di bawah kekufuran (yakni kufur kecil).” (HR. Al-Hakim, 2/313, beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Al-Imam Adz-Dzahabi, juga dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albanidalam Ash-Shahihah, 6/113)
Demikian pula yang dipahami oleh ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin dan Asy-Syaikh Muqbil di atas, bahwa penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Allah Ta’ala tidaklah langsung menjadi murtad. Maka sungguh lancang sekali orang-orang yang mudah mengkafirkan pemerintah muslim, PNS, maupun kepolisian di negeri-negeri kaum muslimin demi untuk meningkari sahnya kepemimpinan seorang muslim.
Sesungguhnya tidak ada teladan mereka dalam hal mudah mengkafirkan ini kecuali kaum Khawarij, sebagaimana mereka memahami surat Al-Maidah: 44 sesuai pemahaman Khawarij. Al-Imam Al-Jasshash rahimahullah berkata:
وقد تأولت الخوارج هذه الآية على تكفير من ترك الحكم بما أنزل الله من غير جحود
“Khawarij mentakwikan ayat ini untuk mengkafirkan orang yang meninggalkan hukum Allah meskipun dia tidak mengingkari (hukum Allah tersebut).” (Ahkamul Qur’an, 2/534)
Maka bertaubatlah saudaraku dari pemahaman sesat ini, Allahu yahdiyk.


Sumber: http://nasihatonline.wordpress.com/2010/07/15/pemerintah-indonesia-masihkah-layak-ditaati/#comment-1089


http://hanifatunnisaa.blogsome.com/
Artikel Ummu Zakaria

Related Post :

0 komentar:

Post a Comment