Dalam perjalanan kehidupannya, seorang anak cucu Adam 'alaihi sallam, semasa mudanya berusaha membangun sebuah bahtera, sebuah tempat yang akan ia gunakan untuk melayari kehidupan ini dengan wanita yang kelak menjadi jodohnya, menjadi asisten nahkoda yang membantunya dalam melayari kehidupan ini dengan segala badai dan topan yang melanda, dengan segala karang tajam yang menghadang. Maka ia berusaha menyiapkan sebuah bahtera yang kuat lagi nyaman untuk memulai sebuah pelayaran.
Seorang lelaki yang sholih lagi sederhana, tidak banyak memiliki keinginan atas dunia ini, maka dia memilih seorang asisten nahkoda yang memiliki pemahaman dan keinginan yang sama. Dan setelah bahtera itu telah siap, dia memandang ke depan, di sana terbentang samudera luas kehidupan, dan kini dia tidak sendiri, telah berdiri dengan tegar sesosok wanita yang menemaninya dan menggenggam erat tangannya, bahu membahu dalam mengatur jalannya bahtera, yang kadang berjalan kencang atau kadang tertabrak karang tajam, namun keduanya melalui semuanya dengan bekal ilmu dan rohmat dari Allooh Ta'ala, hingga bahtera mereka tetap kokoh dan semakin terarah maju ke depan. Diantara deraan badai dan karang tajam, sang nahkoda senantiasa mengambil sikap tegas dan bekerja sama dengan asistennya melewati segala rintangan dengan cerdas dan baik.
Dan hingga sang asisten nahkoda memberikan izin untuk menaikkan penumpang baru dalam bahtera mereka, dengan pemahaman yang baik akan hukum-hukum dan resiko yang akan ditempuhnya, sang asisten nahkoda menyisihkan tempat baru untuk penumpang berikutnya menuju pelayaran kehidupan mereka.
Namun sang nahkoda adalah lelaki yang sholih lagi cerdas, ia mengetahui dengan benar keadaan setiap sudut dari bahtera yang dikemudikannya, dia hafal setiap retak dan celah yang bisa berpotensi menenggelamkan bahteranya. Dengan adanya izin dari asisten nahkoda, dia tidak serta merta menaikkan penumpang lain hanya untuk keperluan syahwatnya atau memuaskan dirinya. Namun ia mempertimbangkan dengan matang urusan penumpang kedua ini. Ia mengetahui dengan baik resiko besar yang akan diterimanya jika dia tidak mampu memberikan keadilan kepada dua asisten atau lebih dalam pelayarannya. Sungguh balasan di ujung pelayarannya yang akan dia dapatkan tidak sebanding dengan nikmatnya memiliki dua asisten dalam bahteranya.
Rasulullah shallallaahi 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang memiliki dua orang istri, lalu ia condong kepada salah seorang dari keduanya, maka ia akan datang pada hari kiamat sedangkan bahunya dalam keadaan miring sebelah.” (HR. Abu Daud, Nasa’i, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwail Ghalil : 2017)
Sang nahkoda memahami dengan baik bahwa pelayaran dengan dua asisten nahkoda akan menemui badai dan karang tajam lebih banyak lagi, sungguh... pelayaran berikutnya dengan dua asisten nahkoda tidak akan semudah yang dilaluinya dengan hanya satu asisten saja. Dia akan menyadari, bahwa tanggung jawabnya bertambah, dalam memberikan nafkah dan pendidikan, harus meluangkan waktu lebih banyak kepada masing-masing dari mereka dan belum lagi ketika kecemburuan menyapa, atau saat keduanya memerlukan sang nahkoda pada saat bersamaan, sungguh bukanlah sebuah pelayaran yang mudah, tidak akan seperti anggapan kebanyakan manusia akan indahnya melayari samudera dengan dua asisten nahkoda.
Karena itu dia tidak sembarang menaikkan penumpang berikutnya, ketahuilah bahwa memilih asisten yang kedua tidak semudah saat memilih yang pertama, bahwa asisten kedua adalah seseorang yang berjiwa mulia dan berakhlak sholihah, memiliki ilmu yang baik dalam pelayaran yang memiliki asisten ganda, paham akan hak dan kewajibannya, dan yang terpenting mampu bekerja sama dengan asisten pertama, saling tolong menolong dalam kebaikan membantu sang nahkoda. Dan mencari yang demikian sungguh betapa susahnya.
Sang nahkoda tidak ingin justru penumpang kedua akan melubangi bahtera mereka, dia tidak ingin justru pelayaran mereka akan hancur di tengah jalan, karena itu ia tidak tergesa-gesa menaikkan penumpang, dia berpikir matang dalam usahanya mewujudkan keinginan asisten pertama yang ingin memiliki teman. Lima tahun telah berlalu, entah lima tahun ke depan, jodoh adalah bagian dari rizki, dan bagian dari takdir. Maka sang nahkoda memahami benar pelayarannya akan berakhir dengan baik dan aman hingga tujuan jika dia menataati jalur yang telah diberikan oleh Allooh Ta'ala, Kitabullooh dan Sunnah. Entah hanya dengan satu asisten atau kelak lebih... walloohu a'lam, dia hanya berusaha yang terbaik bagi penghuni bahteranya. Mereka adalah tanggung jawabnya.
Semoga nahkoda lain mampu mempertimbangkan yang serupa, mengangkut penumpang lebih dalam satu bahtera dengan ikhlas karena Allooh agar dia selamat sampai ke tujuan bersama memang mulia, namun janganlah tergesa-gesa, lihatlah kemampuanmu dalam mengemudikan bahtera itu, lihatlah perbekalanmu, lihatlah kondisi bahteramu, masih mampukah menambah penumpang lagi atau tidak, jika memang tidak mampu, maka jangan memaksakan diri, jika memang mampu untuk menambah penumpang maka hendaknya berhati-hati dan tidak tergesa menaikkan penumpang, pilihlah yang terbaik dan sholihah yang mampu membantumu dalam pelayaranmu dan mampu bekerjasama dengan istrimu, saling mengasihi dan cinta karena Allooh Ta'ala. Walloohu a'lam.
Source : Andi Abu Hudzaifah Najwa
barakallhu fikum
ReplyDeleteWa fikum baarokallaah
Delete