Tuesday, 28 September 2010

Meminta Izin dalam Menikahkan Seorang Gadis

Imam al-Bukhari rahimahullah telah membuat bab tersendiri dalam kitab Shahiihnya: “Bab Laa Yunkihu al-Abu wa Ghairuhu al-Bikr wats Tsayyib illaa bi Ridhaahaa (Bab Seorang Bapak dan lainnya Tidak Boleh Menikahkan Anak-anak Gadisnya Atau Anaknya yang Janda kecuali dengan Keridhaannya).”
Imam al-Bukhari berkata: Mu’adz bin Fadhalah memberitahu kami, ia berkata: Hisyam memberitahu kepada kami, dari Yahya dari Abu Salamah bahwa Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan hadits kepda mereka bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

لاَتُنْكَحُ اْلاءَيِّمُ حَتَّى تُسْتَاءْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَاءْذَنَ
“Tidaklah seorang janda dinikahkan sehingga diminta pertimbangannya dan tidak pula seorang gadis dinikahkan sehingga diminta izinnya.”
Para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, lalu bagaimana pengizinan seorang gadis itu?” Beliau menjawab, “Yaitu, dia diam.”

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengenai seorang gadis yang akan dinikahkan oleh keluarganya, apakah perlu dimintai pertimbangannya?” Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Ya, dimintai pertimbangannya.” Lalu ‘Aisyah berkata, maka aku katakan kepada beliau, “Dia malu.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pun berkata, “Demikianlah pengizinannya, jika ia diam.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Dari Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

اَلثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَلْبِكْرُ تُسْتَاءْ مَرُ وَإِذْنُهَاسُكُو تُهَا
“Seorang janda lebih berhak atas dirinya sendiri daripada walinya. Sedangkan seorang gadis dimintai izin dan pengizinannya adalah sikap diamnya.” [HR. Muslim]

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Mintalah izin kepada wanita dalam pernikahannya.” Dikatakan kepada beliau, “Sesungguhnya seorang gadis akan merasa malu dan diam.” Beliau bersabda, “Itulah izinnya.” [HR. An-Nasa-i dengan sanad yang shahih]

Tertolaknya Pernikahan bagi Wanita yang Tidak berkenan

Imam al-Bukhari rahimahullah telah membuat bab tersendiri: “Bab Idzaa Zawwaja Ibnatahu wahiya Kaarihah fanikaahuhaa Marduud (Bab Jika Seorang Bapak Menikahkan Anaknya, Lalu Menolak, Maka Nikahnya Batal).”

Imam al-Bukhari berkata, Isma’il memberitahu kami, dia berkata, Malik memberitahuku, dari ‘Abdurrahman bin al-Qasim dari ayahnya dari ‘Abdurrahman dan Mujammi’, dua putera Yazid bin Jariyah, dari Khansa’ bin Khidam al-Anshariyah bahwa ayahnya pernah menikahkannya sementara dia adalah seorang janda, lalu dia tidak menyukai hal itu, kemudian dia mendatangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau pun mmbatalkan nikahnya.

Dari Ibnu Buraidah dari ayahnya, dia berkata, “Pernah datang seorang remaja puteri kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berucap, “Sesungguhnya ayahku telah menikahkanku dengan keponakannya untuk meninggikan derajatnya.” Lebih lanjut, dia berkata, “Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menyerahkan masalah tersebut kepada wanita itu, maka wanita itu pun berkata, ‘Aku tidak keberatan atas tindakan ayahku, tetapi aku ingin agar kaum wanita mengetahui bahwa para orang tua tidak memiliki hak apa-apa dalam masalah ini.’” [HR Ibnu Majah dengan sanad yang shahih]

Sumber: ‘Al-Intishaar li Huquuqil Mu’-minaat’, Penulis: Ummu Salamah as-Salafiyyah, judul Indonesia ‘Dapatkan Hak-Hakmu, Wahai Muslimah!’, Penerjemah: Abdul Ghoffar EM, Pustaka Ibnu Katsir (BAB I Pasal 16-17 hal 58-60) • Diketik ulang oleh www.shalihah.com

 http://www.humairoh.inef.web.id/

***artikel Ummu Zakaria***

Related Post :

0 komentar:

Post a Comment