Monday, 28 April 2014

Arti dari Sebuah Cinta

Kata “Cinta” bukan lagi suatu yang asing buat kita. Bahkan setiap orang pernah merasakan cinta, setiap orang memiliki rasa cinta. Apalah jadinya hidup tanpa cinta? Hampa dan hambar, roda peradaban seolah enggan terkayuh, kehidupan seakan berdenyut, nestapa bertahta, duka berkuasa, karenanya cinta adalah anugrah yang patut disyukuri. Cinta kepada wanita, harta, anak, orang tua dan berbergai macam kenikmatan dunia menjadi sasaran utama cinta dari kebanyakan manusia. Dan cinta yang paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabbnya.
Firman Allah Ta’ala,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali-Imran: 14)

Perputaran Cinta Mahluk

Berkata Ibnu Qoyyim ada dua bentuk cinta mahluk yaitu:

Cinta yang bermanfaat, itulah hubbullah (Kencitaan kepada Allah Ta’ala), atau al-Hubbu fillah (kecintaan karena Allah Ta’ala), Kecintaan terhadap apa yang membantu untuk taat pada Allah Ta’ala dan menjauhi kemaksitan, dan

Cinta yang membahayakan, itulah al-hubbu ma’allah (Cinta yang menandingi kecintaannya kepada Allah Ta’ala), Cinta terhadap apa yang dibenci  oleh Allah Ta’ala, Cinta yang akan memutus kecintaan dari Allah atau mengurangi cinta Allah Ta’ala.

Firman Allah Ta’ala
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan di antara manusia, ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintai (tandingan-tandingan) itu sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amatlah dalam cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)
Allah tidak menjadikan dua hati dalam diri seseorang. Sehingga jika seseorang tidak menjadi hamba Allah Ta’ala maka dia akan menjadi hamba setan atau hamba hawa nafsunya sendiri.
Sungguh indah dua bait syair yang ada dalam biografi para ulama:
Jika cinta orang yang mabuk asmara kepada Laila dan Salma, telah merampas hati dan pikiran
lalu, apa yang dilakukan oleh orang yang kasmaran, yang di dalamnya mengalir rasa cinta kepada Yang Maha tinggi?
Cerita Majnun terhadap Laila yang sangat terkenal itu, menunjukkan bahwa marjun akhirnya dibunuh oleh cintanya kepada Laila. Qorun dibunuh karena kecintaan kepada harta benda. Fir’aun dibunuh oleh cintanya terhadap kedudukan. Tapi Hamzah, Ja’far dan Hanzhalah mati karena cintanya kepada Allah dan Rasulnya. Alangkah jauh jarak yang memisahkan antara keduanya.
Seseorang ketika mencintai, ada konsekuensi terhadap apa yang ia dicintai, boleh jadi menjadi sesuatu yang baik untuk dia dihari kiamat dan boleh jadi cinta itu justru menjadi mala peteka bagi dia diakhirat kelak.  Allah Ta’ala telah mengingatkan mahluk-Nya dalam firman-Nya, yang artinya:

الأخِلاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلا الْمُتَّقِينَ
“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)

Cinta yang abadi adalah cinta yang dibangun atas dasar taqwa kepada Allah, baik itu cinta dalam hal ibadah, maupun cinta karena tabiat seperti cinta kepada anak dan orang tua. Karena cinta yang tidak didasarkan terahadap ketaqwaan hanya mendatangkan kepiluhan, penyesalan. Maka seseorang hamba hendaknya memperhatikan apa yang ia cintai. dan agar cinta seseorang bermanfaat hendaknya dibangun di atas taqwa.

Hakikat Cinta

Dalam perspektif seorang muslim, cinta pada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, di atas segalanya. Karena itu, ketika Umar bin al-Khatthab radiallahu’anhu menyatakan bahwa cintanya kepada Rasul setara dengan cintanya pada dirinya sendiri, ia pun ditegur. Cinta pada Rasul harus berada diatas cinta pada semua manusia. Cinta pada Allah mutlak di atas cinta pada segala mahluk-Nya.
Cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah bagian dari kecintaan kepada Allah Ta’ala. Mencintai agama yang Allah Ta’ala turunkan merupakan bagian dari kecintaan kepada Allah Ta’ala.

Firman Allah Ta’ala
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah, ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku. Niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali Imran: 31)

Keindahan  cinta

Diantara sumber kebahagian seorang hamba adalah mahabbatullah, kecintaan kepada Allah Ta’ala dan mencintai segala sesuatu yang dicintai oleh-Nya. Mahabbatullah(Kecintaan kepada Allah Ta’ala) adalah salah satu pokok kebaikan dan amalan bermanfaat paling baik dalam hidup manusia. Sebab, siapa saja yang cinta Allah Ta’ala, pasti AllahTa’ala akan mencintainya. Siapa saja yang beramal dengan syariat-Nya niscaya akan dicintai Allah Ta’ala. Apabila seseorang telah dicintai oleh Allah Ta’ala, tiada sesuatu apapun yang perlu dia khawatirkan.
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, anas bin Malik radillahu’anhu menceritakan Ketika saya dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari masjid, kami bertemu dengan seorang laki-laki di pintu masjid. Dan pria itu bertanya ‘Wahai Rasulullah, kapankah hari kebangkitan?’.” Beliau bertanya, “Apa persiapanmu menghadapi hari kiamat itu?” Lelaki itu seakan merasa bersedih, kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, Saya tidak punya persiapan suatu yang besar baik berupa shalat, puasa, dan sedekah, tetapi saya mencintai Allah dan Rasul- Nya.” Mendengar ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau akan dikumpulkan bersama siapa saja yang engkau cintai.”

Ketika hadits ini didengar oleh  Anas bin Malik lalu didengar oleh  para sahabat, mereka pun sangat  bergembira. Hingga, Anas bin Malik bertutur, “Maka saya pun mencintai Allah, dan (mencintai) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , Abu Bakar, dan Umar, juga saya berharap agar dikumpulkan bersama mereka, walaupun saya tidak beramal seperti  amalan mereka.”
Mengapa para sahabat nabi sangat bergembira mendengar hadist ini. Bahkan digambarkan, mereka belum pernah merasakan kegembiraan setelah masuk Islam melebihi kegembiraan mereka mendengar hadist tersebut. Dikabarkan bahwa kecintaan yang tulus kepada Allah dan Rasul-Nya akan mengantarkan seseorang pada kedudukan yang sedikit sekali bisa dicapai oleh amal. Sebab amal seorang hamba sering dihinggapi penyakit, kelalaian dan kekurangan. Berbeda dengan kecintaan yang tulus pada AllahTa’ala dan Rasul-Nya yang terhimpun pada hati seseorang. Hati itu akan mengganti kekurangan amalnya dan menempatkannya pada derajat yang tinggi.

Sungguh, mahabbatullah akan menambah amal yang sedikit, memberkahi usaha yang minim. Tak ada orang yang bersungguh-sungguh lalu menjeput kesuksesannya tanpa kehadiran cinta. Sama halnya tak ada orang yang  amalnya kurang mendapat kebagiaan tanpa cinta.
Gambaran cinta diatas adalah sesuatu yang agung dan mulia. Ibnul Qayyim pernah bertutur tentang mahabbatullah:
Cinta adalah tempat persinggahan yang menjadi ajang perlombaan bagi orang-orang yang bersaing, jadi sasaran mereka beramal, menjadi curahan yang mencinta, dengan sepoi angin cinta, para hamba yang beribadah merasakan ketenangan.
Cinta adalah santapan hati, gizi dan kegemaran jiwa. Cinta ibarat kehidupan, sehingga orang yang tidak memilikinya tak ubahnya jasad tak bernyawa. Cinta adalah pelita. Siapa yang tidak menjaganya, dia ibarat tengah berada dilautan yang gelap gulita.
Cinta adalah obat penawar. Siapa yang tak memilikinya, hatinya dihinggapi beragam penyakit. Cinta adalah kelezatan. Siapa yang tidak merasakannya, maka seluruh hidupnya diwarnai gelisah dan penderitaan.
Pemilik cinta kepada Allah dan Rasululllah akan membawa kemuliaan dunia dan akhirat. Allah Ta’ala telah memutuskan pada hari ditetapkan ketentuan-ketentuan mahluk dengan kehendak dan nikmatNya yang tinggi bahwa kelak seseorang akan bersama orang yang dicintainya.
Melimpahnya nikmat yang diperoleh orang yang mencintai, akan mendapatkan kebagiaan meskipun mereka sedang tidur di atas kudanya. Mereka mendahului kafilah yang berjalan sambil terjaga.

Realisasi sebuah Cinta

Bukan berarti cinta berpisah dari amal, atau yang mencintai tak mematuhi orang yang dicintainya. Setiap amal yang dikerjakan tanpa diiringi cinta, bagaikan jasad yang tidak ada ruh di dalamnya. Begitu pula setiap pengakuan cinta tanpa diserta bukti berupa amalan, tidak dianggap benar cintanya. Bahkan setiap iman yang tidak disertau cinta dan amal dinggap tidak punya hakikat. Para sahabat  adalah contoh sosok pecinta terbaik. Mereka mencinta bukan dalam seujar kalimat. Tapi mengalir dalam kepatuhan dan ketakwaan.

Bernarlah gubahan seorang penyair,
Seandainya cintamu benar pastilah engkau menaatinyaSungguh, pecinta selalu taat pada yang dicintanya

Ibnu Qayyim mengatakan bahwa di antara sebab-sebab untuk meraih kecintaan kepada Allah Ta’ala:
  • Membaca Al Qur’an dengan memahami maknanya serta merenungkan kandungannya
  • Mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan fardhu
  • Terus-menerus berdzikir dalam setiap keadaan dengan hati, lisan dan perbuatan
  • Mencintai Allah Ta’ala di atas segalanya
  • Mencintai Allah Ta’ala dengan memahami nama-nama, Sifat-sifat dan Perbuatan Allah
  • Mengakui karunia dan nikmat Allah lahir dan batin
  • Memiliki hati yang luluh dan khusyu di hadapan Allah Ta’ala
  • Berkhalwat (menyendiri dalam bermunajat) dan beribadah kepada Allah Ta’aladengan hati khusyu dan penuh adab
  • Bergaul dengan orang yang sungguh-sungguh mencitai Allah Ta’ala
  • Meruntuhkan tembok penghalang hati dengan Allah Ta’ala
Cinta adalah tiket menuju ke surga. Impian setiap mukmin, yang tak mungkin teraih kecuali lewat upaya dan pengorbanan.  Sehingga hendaknya kita bersungguh-sungguh  membuktikan kecintaan, keiklasan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Kita adalah mahluk yang lemah, yang hati kita berada diantara dua jemari Allah Ta’ala, maka hendaknya kita selalu memohon pertolongan kepada Allah, bahkan Allah Ta’alasendiri yang mengajari Nabi dalam hadist Qudsi sebuah doa untuk meraih cinta-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Azza wa Jala, mendatangiku –dalam mimipi – Dia berfirman kepadaku: “Wahai Muhammad, ucapkanlah ‘Ya Allah seseungguhnya aku mohon cinta-Mu, cinta orang mencintai-Mu, dan amal yang membawaku untuk mencinta-Mu” (HR. Ahmad dan Trimidzi, Hadits Hasan).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan “Ketahuilah bahwa yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta, takut, dan harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan cinta itu sendiri merupakan tujuan karena akan didapatkan di dunia dan akhirat.”
***
Penulis: Ummu Muhammad

Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits

Artikel muslimah.or.id

Referensi:
  • Abdul Aziz Musthafa. 2011. Agar Anda Dicinta Allah (10 kiat dari al-Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyah). Edisi Indonesia, Pustaka at-Tazkia. Edisi: Indonesia. Judul Asli:Syarh al-Ashab al-Asyarah (Al-Mujibah li Mahabbatillah Kama Addaha al-Imam Ibnu al-Qoyyim)
  • Buku Saku: Sebab-Sebab Kecintaan Kepada Allah, Oleh: Dzulqarnain M. Sunusi. Diterbitkan: Panitia Tabligh Akbar “SEMUA TENTANG CINTA”
  • Dr.’Aidh al-Qarni. 2008. La Tahzan (Jangan Bersedih). Edisi Indonesia. Penerbit: Qisthi Press. Judul Asli: La Tahzan
  • Beberapa Rekaman Kajian: “Semua tentang cinta” oleh Ustdaz Dzukarnain M Sanusi
  • akhwat.web.id

Related Post :

0 komentar:

Post a Comment