Monday 21 January 2013

Fatwa – Fatwa Yang Berkaitan Dengan Darah Wanita ( bag 1)


Batasan usia haid
Fadhilatusy Syaikh ( Muhammad Ibnu Shalih Al Utsaimin)  -semoga Allah Subhanahuwata’ala meninggikan derajatnya bersama orang – orang yang mendapatkan petunjuk ditanya tentang pembatasan sebagian ahli fiqih bahwa awal haid dimulai usia 9 tahun dan akhir haid pada usia 50 tahun. Apakah ada dalil akan pembatasan tersebut?
Beliau menjawab :
Penentuan Bahwa awal haid dimulai usia 9 tahun dan akhir haid pada usia 50 tahun tidak ada dalil padanya. Yang benar, jika seorang wanita melihat darahnya yang dikenal di kalangan wanita bahwa itu adalah darah haid, maka dia haid berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى
“ dan mereka bertanya kepadamu tentang darah haid katakan : dia adalah sesuatu yang kotor…( Al Baqarah : 222 )
Allah mengaitkan hukum dengan keberadaan darah haid tersebut dan tidak membatasi  dengan usia tertentu. Maka wajib untuk kembali kepada perkara yang dengannya dikaitkan hukum, yaitu keberadaan darah. Sehingga kapan saja didapati darah haid maka berlaku hukum – hukum haid padanya. Dan kapan saja tidak mendapatinya maka tidak berlaku hukum haid padanya.
Sehingga kapan saja seorang wanita yang keluar darah haidnya maka dia haid walaupun usianya belum genap 9 tahun atau sudah melewati 50 tahun. Karena suatu pembatasan butuh kepada dalil, dan ternyata tidak ada dalil dalam perkara ini.
Keluar darah setelah melewati usia 50 tahun
Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang seorang wanita yang telah melewati usia 50 tahun, kemudian keluar darah dengan sifat yang dikenal ( sebagai sifat darah haid ) sedangkan wanita yang lain melewati usia 50 tahun, kemudian keluar darah tanpa sifat yang dikenal, akan tetapi berwarna kuning atau keruh ?
Beliau menjawab
Seorang wanita yang mendapati darah dengan sifat yang dikenal maka darahnya darah haid yang benar – benar berdasarkan pendapat yang kuat. Karena tidak ada batasan usia maksimal seorang mengalami haid. Dengan dasar itu maka berlaku hukum – hukum haid yang sudah dikenal terkait dengan keluarnya darah tersebut, seperti menjahui shalat, puasa dan berjima’ serta berkewajiban baginya untuk mandi ( ketika selesai haidnya ) dan lain sebagainya.
Adapun jika cairan yang keluar tersebut berwarna kuning atau keruh, jika terjadi di masa biasanya mengalami haid maka berarti darah haid. Apabila jika terjadinya di luar masa biasanya mengalami haid maka bukan darah haid. Adapun jika darah tersebut darah haid yang dikenal, akan tetapi datangnya maju atau mundur dari biasanya, maka maju atau mundurnya tersebut tidak berpengaruh terhadap haidnya, bahkan dia hendaknya duduk ( tidak shalat dan tidak puasa –pen) jika datang haidnya dan dia harus mandi jika sudah berhenti haidnya.
Adapun menurut madzab ( Hambali ) tidak terjadi  haid setelah usia 50 tahun walaupun darah yang keluar berwarna hitam seperti biasa ( pada masa haid –pen),maka tetap wanita tersebut puasa dan shalat dan tidak melakukan mandi ketika berhenti darahnya. Akan tetapi pendapat ini tidak benar.
Haid wanita hamil.
Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang darah yang keluar dari wanita yang sedang hamil ?
Beliau menjawab :
Wanita hamil tidak mengalami haid, sebagaimana pendapat Al Imam Ahmad rahimahullah. Hanyalah para wanita diketahui mengalami hamil dengan berhenti haidnya.
Sedangkan darah haid, sebagaimana keterangan para ulama. Allah menciptakannya hikmahnya sebagai sumber makanan bagi janin di dalam perut ibunya. Jika terjadi kehamilan maka berhentilah darah haidnya.
Akan tetapi sebagian wanita terkadang terus mengalami haid sebagaimana sebelum  hamilnya, maka darah yang keluar tersebut dihukumi sebagai darah haid yang sebenarnya. Karena haidnya tetap datang sebagaimana biasanya dan tidak berpengaruh haidnya dan tidak berpengaruh dengan kehamilanya.
Sehingga dengan haidnya tersebut menjadi penghalang baginya dari setiap perkara yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang haid dalam keadaan tidak hamil, dan mewajibkannya setiap perkara yang wajib dilakukan oleh orang yang sedang haid, serta menggugurkannya setiap perkara yang menggugurkan kewajiban bagi orang yang sedang haid.
Kesimpulannya darah yang keluar dari wanita yang sedang hamil ada dua macam :
1. Darah yang dihukumi sebagai darah haid. Jika darah tersebut keluar sebagaimana kebiasaan dia sebelum hamil. Karena kejadian tersebut sebagai dalil bahwa kehamilannya tidak mempengaruhi haidnya sehingga darah tersebut di hukumi darah haid.
2. Darah yang muncul pada seorang yang hamil, bisa karena suatu peristiwa, karena mengakat sesuatu atau karena jatuh atau sebab – sebab lainya. Maka darah tersebut bukan darah haid, tetapi darah yang keluar dari urat. Maka keluarnya darah tersebut tidak menghalanginya dari shalat, juga puasa. Dan wanita tersebut dalam hukum wanita pada masa sucinya.
Batasan lamanya haid
Fadhilatusy Syaikh ditanya apakah ada batasan yang  jelas minimal ataupun maksimal berapa hari seorang mengalami haid ?
Beliau menjawab
Menurut pendapat yang benar tidak ada batasan minimal atau maksimal beberapa hari seorang wanita yang mengalami haid. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ
“ Dan mereka bertanya kepadamu tentang darah haid. Katakan  : Dia adalah suatu yang kotor, maka jauhilah wanita yang sedang haid. Dan jangan kalian dekati hingga mereka suci ( Al Baqarah : 222 )
Allah tidak menjadikan batas larangannya berdasarkan hari – hari tertentu, akan tetapi batasannya adalah ketika wanita tersebut suci dari haidnya. Maka hal ini menunjukkan alasan hukum larangan tadi adalah ada atau tidak adanya darah haid. Kapan saja darah haid tersebut keluar, maka berlaku hukum haid, jika suci dari darah tersebut maka hilang pula hukum haid darinya.
Juga tidak ada dalil akan pembatasan jumlah darah haid, sementara keterangan akan perkara tersebut sangat dibutuhkan. Kalau seandainya pembatasan haid dengan umur tertentu atau bilangan hari tertentu adalah perkara yang ditetapkan oleh syariat, niscaya perkara tersebut diterangkan di dalam kitabullah dan sunnah Nabi.
Berdasarkan keterangan di atas, kapan saja seorang wanita mendapati darah yang dikenal di kalangan wanita sebagai darah haid tanpa dibatasi dengan waktu tertentu, kecuali jika darah tersebut terus  – menerus keluat atau terhenti dalam waktu singkat seperti sehari atau dua hari dalam sebulannya, maka dengan keadaan tersebut dihukumi sebagai darah istihadhah.
( diambil dari buku Problema Darah Wanita, Ash Shaf Media)

Sumber : Salafy or id

Related Post :

0 komentar:

Post a Comment