Monday, 23 May 2011

Sepotong Kue Tart dan Secuil Pahala

Bayangkanlah … Anda ditawari sepotong kuetart, yang terdiri dari kue bolu coklat yang dilapisi whipping cream yang lembut, ditambah dengan serutan coklat di atasnya, plus stroberi yang rasa asam-manisnya semakin melengkapi kenikmatan kue tart tersebut.
Lalu, Anda ditanya, “Ingin pilih yang mana? Kertas alas kuenya, secuil whipping cream-nya, kue bolunya saja, atau ingin kue tart yang utuh?”
Sepertinya, nyaris tak mungkin jika Anda menjawab, “Kertas alas kuenya saja.” Benar begitu, bukan?
Jika itu berlaku dalam permisalan perkara dunia, maka bagaimana lagi dengan perkara pahala akhirat? Tentunya jauh lebih mulia! Terdapat berbagai jenis tawaran pahala yang menanti Anda dalam ibadah sunah. Anda boleh mengambil separuh, seujung jari, atau mungkin seluruhnya. Semuanya adalah pilihan yang Anda ambil sendiri.
Maka, apakah jawaban Anda, jika ada yang bertanya, “Anda lebih suka yang mana: mengucap salam atau menjawab salam secara lengkap lalu beroleh pahala secara sempurna, atau mengucap atau menjawab salam dengan singkat sesingkat-singkatnya lalu hanya beroleh sepotong pahala atau bahkan tak beroleh secuil pun pahala?”

Sebagai manusia yang fitrahnya berharap surga, tentunya Anda ingin pahala yang sempurna, bukan?
Assalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh
Ada fenomena menarik di masa serba instan ini. Yaitu, betapa meluasnya bentuk “salam instan”: Ass, Askm, Ass. Wr. Wb., Askum, Aslm, dan berbagai “kreativitas” yang tersalurkan tidak pada tempatnya ini. Apa makna rentetan huruf-huruf tersebut? Apakah ada yang bermaksud melafalkan “assalamu ‘alaikum” dengan sebatas mewakilkannya pada tiga huruf: “Ass”, atau mungkin ada yang menambah sedikit huruf, menjadi: Askm, Ass. Wr. Wb, Askum, atau Aslm?
Bagaimana kita membaca huruf-huruf ini: Askm? Tentunya, cara membacanya adalah: a-es-ka-em, bukannya “assalamu ‘alaikum“. Demikian pula dengan model penyingkatan salam semisal itu.
Sahabatku, jika kita tanya kepada diri kita sendiri, maka pastinya tak mungkin ada perintah yang lebih mulia untuk segera dikerjakan selain perintah dari Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتاً غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya ….” (QS. An-Nur:27)
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيب
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sebuah penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa`:86)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiallahu ‘anhuma, bahwasanya seorang lelaki telah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “(Amalan) seperti apakah dalam Islam yang paling baik?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Memberi makan orang lain serta mengucap salam kepada orang yang engkau kenal dan tidak engkau kenal.” (Muttafaq ‘alaih)
Demikian itu adalah keutamaan mengucap salam, lalu bagaimana cara mengucap dan menjawab salam yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Dari Imran bin Hushain radhiallahu ‘anhuma, dia berkata, “Seorang lelaki telah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dia berkata, ‘Assalamu ‘alaikum.’ Kemudian, salamnya tersebut dijawab, lalu dia pun duduk. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallampunbersabda, ‘Sepuluh.’ Selanjutnya, seorang lelaki yang lain datang, lalu dia berujar, ‘Assalamu ‘alaikum warahmatullah.’ Kemudian, salamnya tersebut dijawab, lalu dia pun duduk. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punbersabda, ‘Dua puluh.’ Selanjutnya, seorang lelaki yang lain pun datang, lalu dia berkata, ‘Assalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh.’ Kemudian, salamnya tersebut dijawab, lalu dia pun duduk. Maka, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tiga puluh.’ (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi; At-Tirmidzi berkata, “Hadits yang berderajat hasan.”) [1]
Jazakillahu khairan [2]
Sebagaimana keutamaan pengucapan salam tanpa disingkat-singkat, maka pengucapan doa “jazakillahu khairan” pun sepatutnya disampaikan secara sempurna, tanpa disingkat-singkat.
Dalam pembahasan tentang perkataan seseorang kepada saudaranya, “Jazakallahu khairan,” pada kitab karya Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah, yang berjudul Ahaditsul Ahkam, di juz 6, 188:3664, terdapat dua riwayat hadits yang menjadi dalil bagi sunah ini:
عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إذا قال الرجل لأخيه : جزاك الله خيرا ، فقد أبلغ في الثناء .
1. Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Jika seseorang mengatakan kepada saudaranya, ‘Jazakallahu khairan,’ maka sesungguhnya dia telah sempurna dalam mengungkapan rasa terima kasih.’”
عن طلحة بن عبيد الله بن كريز قال : قال عمر : لو يعلم أحدكم ما له في قوله لأخيه : جزاك الله خيرا ، لأكثر منها بعضكم لبعض
2. Dari Thalhah bin Ubaidillah, dia berkata, “Umar telah menuturkan, ‘Seandainya salah seorang di antara kalian mengetahui balasan yang dia peroleh jika dia mengucapkan kepada saudaranya, ‘Jazakallahu khairan,’ tentunya dia benar-benar akan memperbanyak ucapan tersebut di antara mereka satu sama lain.’” [3]
Dalam kitab Faidhul Qadir, 6:172, disebutkan, “Penggalan kalimat ‘maka sesungguhnya dia telah sempurna dalam mengungkapan rasa terima kasih‘ karena dirinya mengakui kekurangannya dan ketidak mampuannya dalam memberikan balasan. Karena itu, dia pasrahkan balasannya kepada Allah, agar Dia yang memberikan balasan yang setimpal.”
Al-’Allamah Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan dalam Syarah Riyadhush Shalihin, “Hal tersebut terjadi, karena sesungguhnya, jika Allah ta’ala membalasnya dengan kebaikan maka hal itu menjadi kebahagiaan baginya, di dunia dan di akhirat.” [4]
Juga, terdapat satu catatan penting dalam pengucapan doa ini, yaitu penghilangan kata “khairan“. Contoh yang sering kita temui adalah ungkapan “jazakillah“, bukan “jazakillahu khairan” atau “jazakallah khairan“. Hal yang perlu kita perhatikan, jika kita hanya mengucapkan “jazakillah” maka kalimat doa ini masih ambigu: “Semoga Allah membalasmu (dengan) ….” Yang menjadi pertanyaan kita adalah: membalas dengan kebaikan atau keburukan? Tentu saja, yang kita maksudkan adalah “jazakillahu khairan” (semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan), bukan “jazakillahu syarran” (semoga Allah membalas Anda dengan keburukan). Oleh karena itu, ucapkanlah “jazakillahu khairan“, agar tersampaikan maksud dari doa tersebut secara sempurna. [5]
Mari mengamalkannya
Hingga di sinilah pemaparan sederhana ini, yang kami hadiahkan untuk Anda, sahabat kami. Memiliki ilmu yang berbuah amal dalam kehidupan nyata merupakan tanda keberkahan pada ilmu tersebut.
Semoga, setelah membaca tulisan ini, kita akan senantiasa mengucap dan menjawab salam, serta mengucap “jazakillahu khairan” dengan lafal yang sempurna, tanpa disingkat-singkat; tak ada lagi: Ass, Ass. Wr. Wb., Aslm, Askm, Askum, Jzk, dan bentuk penyingkatan lainnya. Sebarkanlah sunah ini, maka pahala pun akan Anda tuai dengan sempurna, insya Allah.
***
Artikel muslimah.or.id
Penyusun: Ummu Asiyah (Athirah)
Murajaah: Ust. Ammi Nur Baits
Catatan kaki:
[1] Dalil-dalil tersebut disadur dari kitab Riyadhush Shalihin (diunduh melalui tautanhttp://ia600204.us.archive.org/20/items/waq107340/107340.pdf)

[2] Atas banyak faidah dari tulisan di http://ummushofi.wordpress.com/2010/06/19/ucapan-ini-merupakan-amal-sholeh-dan-amal-sholeh-pun-akan-mengucapkannya/, Penulis tuturkan, “Fa jazahallahu khairan.”
في قول الرجل لأخيه : جزاك الله خيرا 3664 ( 188 )
( 1 ) حدثنا أبو بكر قال حدثنا وكيع عن موسى بن عبيدة عن محمد بن ثابت عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إذا قال الرجل لأخيه : جزاك الله خيرا ، فقد أبلغ في الثناء .
( 2 ) حدثنا وكيع عن عن طلحة بن عبيد الله بن كريز قال : قال عمر : لو يعلم أحدكم ما له في قوله لأخيه : جزاك الله خيرا ، لأكثر منها بعضكم لبعض
[4] Dikutip dari blog salah seorang putri Syekh Nashiruddin Al-Albani, yaitu Sukainah binti Muhammad Nashiruddin Al-Albaniyyah, http://tamammennah.blogspot.com/2010/04/blog-post_25.html
جاء في “فيض القدير” (6 / 172): “(فقد أبلغ في الثناء) لاعترافه بالتقصير، ولعجزه عن جزائه؛ فوّض جزاءه إلى الله ليجزيه الجزاء الأوفى” ا.هـ
وقال العلامة العثيمين رحمه الله في “شرح رياض الصالحين”: “وذلك لأن الله تعالى إذا جزاه خيرًا؛ كان ذلك سعادة له في الدنيا والآخرة” ا.هـ
[5] Artikel lain yang mengupas masalah ini bisa disimak dihttp://badaronline.com/artikel/penulisan-lafazh-jazakallah-khairan.html




Artikel Ummu Zakaria

Related Post :

0 komentar:

Post a Comment